BAGIAN 28 (SALING MENDUKUNG)

625 58 7
                                    

Terkadang kesulitan harus kamu rasakan terlebih dahulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu.

- R. A. Kartini -

Suasana makan malam di Handrawina bersama keluarga asuh yang seharusnya akrab dan hangat mendadak menjadi canggung. Seseorang  yang biasanya paling cerewet dan jahil ke adik asuhnya tiba-tiba menjadi diam seribu bahasa. Bahkan teman-teman dekat orang itu merasa aneh dengan sikap dinginnya yang tak biasa.

Yap, dialah Mayor Kanawa yang duduk tepat di tengah meja makan keluarga asuh Angkasa. Kebetulan saat itu Juna dan dan Maisa sedang duduk bersebelahan dan mereka berdua tepat menghadap Mayor Kanawa.

Selesai makan, Mayor Kanawa langsung pergi meninggalkan meja makan tanpa berpamitan.

"Kan, lo mau ke mana?" tanya Mayor Indra.

"Mau ke kantin, masih laper gue."

"Lo kenapa tumben? Nggak ngobrol-ngobrol santai dulu sama adik-adik. Lagi mens lo, ya? Sini dulu, ngobrol-ngobrol dulu kek."

"Serius, gue laper banget, Ndra. Sampe-sampe gue pengen makan orang." Mayor Kanawa langsung ngacir meninggalkan meja makan dengan wajah ketus.

Semua anggota keluarga asuh Angkasa pun merasa terheran-heran dengan sikap Mayor Kanawa malam ini. Sementara Juna sebagai terduga yang menjadi penyebab rusaknya mood Mayor Kanawa hanya bisa diam, berpura-pura tidak ada apa-apa.

Usai acara makan malam, Juna dan Maisa memutuskan untuk tinggal sebentar di Handrawina. Di sana masih ada juga beberapa orang yang masih tinggal di sana untuk sekedar mengobrol dan menunggu waktu apel malam.

"Kamu semalem habis ngapain sama Mayor Kanawa? Kok sampai sensi begitu?" tanya Maisa penasaran.

"Ya gitulah Mai, nyelesaiin yang kemarin. Mungkin Mayor Kanawanya agak baper dikit, butuh waktu buat menerima kenyataan. Tapi nggak apa-apa, Mai. Yang penting semuanya sudah clear."

***

Makan malam telah dihidangkan di atas meja kayu di ruang makan. Mama Maisa sudah memasak lodeh terong dan sambal teri kecombrang. Ada juga beberapa menu lainnya seperti tahu tempe goreng, udang goreng tepung, dan juga kerupuk putih sebagai pelengkap. Dan sebagai hidangan penutup, Mama Maisa menghidangkan puding cokelat dan es buah.

Hari ini Maisa kembali merasakan suasana makan malam ala rumahan yang selama ini ia rindukan. Kesempatan izin bermalam dari akademi selama dua hari tidak disia-siakan begitu saja. Tak sendiri, ia juga ditemani Juna yang ikut menginap.

Satu... dua... dua setengah...

Dua setengah centong nasi ditambah sayur lodeh, udang goreng tepung, dan juga kerupuk putih memenuhi piring Maisa. Gadis itu makan banyak sekali, seperti seorang kuli. Mungkin karena ia sangat lapar dan juga ia bosan dengan rasa makanan di Handrawina, padahal menu makanannya hampir sama. Mama dan Papa Maisa tidak terkejut melihat porsi makan anak perempuan satu-satunya itu, namun mereka agak kaget dengan kecepatan makannya yang seperti hanya dua kali kunya kemudian langsung ditelan.

"Pelan-pelan aja makannya, ga diitungin Mayor kok," kata Juna mengingatkan, mengundang gelak tawa dari para penghuni meja makan.

"Siap, Mayor."

Tanpa Maisa sadari, nasi di piringnya tinggal seperempat. Ia pun langsung menambahkan satu centong nasi ke piringnya. Setelah menghabiskan satu potong udang goreng, ia ingin mencoba sepotong tahu dan tempe goreng dengan olesan sambal teri kecombrang yang terlihat menggoda. Gadis itu diam-diam melirik ke arah piring Juna yang terlihat merah karena bekas sambal, menggiurkan. Saat hendak mengambil satu sendok penuh sambal teri kecombrang ke piring, tangan Maisa dicegah Juna.

"Jangan banyak-banyak, pedes. Coba dikit dulu aja, orang kamu di Handrawina jarang makan pedes," kata Juna.

Maisa mengangguk, lalu meratakan sambal teri kecombrang ke atas tahu dan tempe gorengnya, seperti sedang mengoles selai ke atas roti. Kemudian ia memotong lauk tersebut menjadi beberapa bagian dan menaruhnya di atas nasi.

"Uhuk... uhuk... uhuk..."

Satu suapan cukup membuat gadis itu tersedak. Untuk saja dengan cekatan, Juna langsung menyodorkan segelas air putih dingin dan Maisa langsung meneguknya cepat. Meskipun pedas dan membuat lidahnya terbakar, Maisa tetap menghabiskan makan malamnya sampai ke butiran nasi terakhir.

Setelah makan malam, Maisa bersantai di teras bersama Juna. Laki-laki itu sedang bermain gitar ketika ia menghampirinya. Gadis itu membawa dua gelas teh hangat dan juga setoples kue semprong.

"Ngemil sambil lihat bintang-bintang enak lho," ujar Maisa sembari menyodorkan kue semprong yang ia bawa ke hadapan Juna. Laki-laki yang sedang fokus memetik gitarnya itupun tak menghiraukan tawaran tersebut.

"Nih aaa..."Satu suapan langsung mengarah ke mulut Juna. Dengan telaten ia mengadahkan tangannya untuk mengumpulkan remahan kue semprong yang terjatuh karena gigitan Juna.

Usai menghabiskan kurang lebih delapan buah kue semprong, Maisa kemudian menidurkan kepalanya di paha Juna. Ia menikmati momen romantis yang tak bisa ia rasakan di asrama. Juna pun menatap Maisa diam-diam, menikmati setiap senti wajah gadis itu.

"Minggu depan udah mulai seleksi buat pokdo (kelompok komando). Doain ya, cinta," ucap Juna sembari meletakkan gitarnya.

"Jadinya pilih apa? Danmenkorps (Komandan Resimen Korps Taruna), Danpoltar (Komandan Polisi Taruna), apa Kalemustar (Kepala Lembaga Musyawarah Taruna)?"

Juna mengelus-elus puncak kepala Maisa. "Kalau kamu maunya aku jadi yang mana?"

"Aku tahu kalau Mayor Arjuna Mahesa Wirabrahmastya adalah orang yang paling ambisius di dunia ini, jadi pasti milih yang paling prestisius. Betul, kan?" jawab Maisa percaya diri. "Mau jadi Danmenkor, jiwa kepemimpinan dan wibawanya udah dapet banget. Mau jadi Danpoltar, tegesnya udah juara. Apalagi jadi Kalemustar, mantan ketua OSIS udah pasti bisa banget."

"Hahaha, bisa aja kamu. Kan jadi besar kepala akunya."

"Udah stick master, danmenkor, Adhi Makayasa pula tahun depan. Mantap nggak, tuh."

Juna memang sosok yang sangat berprestasi di Akademi Angkatan Udara, baik di bidang akademik maupun non akademik. Setiap tahun ia selalu meraih peringkat pertama di angkatannya. Bahkan, ia tak pernah lepas dari penghargaan Ati Tanggap (Akademik), Tanggon Kosala (Kepribadian), dan Dira Trengginas (Kesamaptaan). Selain berprestasi, Juna juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi.

"Amin, doanya ya. Kamu juga harus bisa jadi bagian dari pokdo. Paling nggak bisa lah masuk Poltar atau Lemustar. Oke?"

"Oke, cinta."

Sejak awal, Maisa dan Juna selalu jadi pasangan yang saling mendukung satu sama lain. Apapun yang mereka kerjakan selalu mendapatkan support penuh dari masing-masing.

"Eh, Mai. Mau aku kasih tau sesuatu nggak?" ujar Juna membuat kekasihnya penasaran.

"Apa?"

"Kamu... gendutan."

Tanpa ampun Maisa langsung menghunuskan sikutnya ke perut Juna. Lelaki itu refleks mendekapnya untuk menghentikan amukan yang justru semakin menggemaskan.

"Gendutin lagi dong biar makin cantik," goda Juna.

"Juuuna."

Cubitan gemas langsung menyerang pipi Juna dan laki-laki itu langsung membalasnya dengan menangkupkan kedua telapak tangannya ke pipi Maisa yang merona. 

"I love you, Mai."

==========

Akhirnya, cerita Maisa dan Juna kembali berlanjut! Terima kasih banyak untuk kalian yang sangat sabar menunggu dan tetap setia menanti kelanjutan cerita Maisa dan Juna.

Jangan lupa vote + comment ya ✨💕😆

Rindu KomandanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang