BAGIAN 6 (CUTI PRAJURIT)

2.6K 129 11
                                    

Don't cry because it's over, smile because it happened.

– Theodor Seuss Geisel –

"Maaf Mai, hari ini masih capek, nggak bisa nemenin kamu ke mana-mana."

Huft...

Maisa langsung membanting handphone-nya ke meja begitu membaca pesan singkat dari Juna. Ekspektasi Maisa, saat cuti ia bisa puas melepas rindu dengan Juna. Realitanya, Juna justru tak bisa diganggu sama sekali. Sudah empat hari ini. Bahkan ia selalu jadi pihak yang selalu mengalah; selalu mencoba memahami dan menerima kondisi Juna.

"Mai, bete banget kelihatannya," celetuk Abel, teman sekelas sekaligus sahabat baiknya.

"Iya, sampe handphone dibanting-banting segala," ujar Tricia menimpali.

"Ya gitu deh. Doi lagi kecapekan, padahal hati ini lagi kangen berat. Hehehe," curhat Maisa sembari bercanda. "Nanti makan siang kita ke Mie Gajah, yuk."

Kedua sahabatnya itu langsung mengacungkan jempol begitu mendengar nama Mie Gajah. Sudah lama mereka tak mencicipi nikmatnya mie di sana. Restoran mie ayam yang terletak di dekat Pasat Gede itu memang jadi primadona di Kota Surakarta, apalagi saat jam makan siang.

***

Hari yang cukup bersahabat di tengah cuaca yang begitu terik. Atau setidaknya begitulah anggapan seorang Maisa. Dengan nikmatnya, perempuan berusia 19 tahun itu menyesap es lemon tea dengan dua orang yang menemani. Tanpa memerdulikan dua orang di depannya yang tengah bergurau dengan hal yang tak ia mengerti, Maisa memandang berkeliling keluar kafe tempatnya bersantai, sampai sesuatu membuat keliaran matanya berhenti.

Dua orang yang akhirnya menyadari jika perhatian Maisa tersita, segera menolehkan kepala ke arah yang sama. Keduanya kemudian saling berpandangan dengan mata melotot dan ekspresi aneh yang tak terjabarkan.

"Mai, kenapa?" tanya Abel yang membuyarkan pandangan Maisa.

"Ah, nggak ada apa-apa kok."

Maisa langsung mengalihkan fokus pada makanan yang ada di depannya. Dengan tergesa ia melahap mie ayam jamur spesial tersebut.

"Kamu kenapa sih, Mai? Kok akhir-akhir ini jadi baperan gitu," ujar Abel tiba-tiba.

Maisa langsung terdiam mendengar pertanyaan dari sahabatnya itu. Entah kenapa tiba-tiba matanya berkaca-kaca. Dan beberapa saat kemudian, air matanya jatuh juga.

Gadis itupun akhirnya menceritakan apa yang terjadi. Ia menceritakan tentang Juna yang sama sekali tak menggubris perhatiannya. SMS-nya tidak dibalas. Bahkan teleponnya juga berkali-kali ditolak. Bukan satu-dua hari, tapi empat hari. Alasannya hanya satu: lelah.

Namun anehnya, tadi ia melihat sosok Juna di dalam Terios putih yang tadi melintas. Tak sendiri, namun dengan beberapa rekan yang sama-sama berseragam. Ia sangat yakin kalau itu tadi adalah Juna. Rasanya alasan lelah sama sekali tak bisa ia terima. Setidaknya ia mau Juna berkata jujur soal apa yang sedang ia lakukan. Bukan hanya bilang lelah, lelah, dan lelah.

"Gini deh, sehari ini handphone kamu taruh aja di lemari. Udah diemin aja. Kalau dia bener-bener masih peduli, pasti dia ngehubungin kamu. Besok pagi aja bukanya," saran Tricia.

Saran yang cukup bagus. Boleh juga.

Sepulangnya dari Mie Gajah, Maisa langsung mencoba saran dari sahabatnya itu.Dari siang hingga malam, ia sengaja mengurung handphone-nya di lemari. Seharian penuh ia mengalihkan perhatiannya pada tugas-tugas sekolah yang menumpuk.

Rindu KomandanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang