BAGIAN 16 (SIAP SENIOR)

2.8K 128 0
                                    

To be yourself in a world that is constantly trying to make you something else is the greatest accomplishment.

Ralph Waldo Emerson

Hari ini mendung hitam bergelayut manja di langit Kota Magelang. Awan kelabu seakan siap untuk melepaskan semua beban yang ditanggungnya tidak lama lagi.

Juna baru saja selesai melaksanakan apel pesiar bersama rekan-rekannya. Setelah itu ia langsung menghampiri Maisa yang sudah berada di luar dengan mobilnya. Hari ini, ia memang sudah janji akan mengajak kekasihnya itu keliling Magelang untuk merayakan kelulusannya sebagai calon taruna AAU.

Maisa melemparkan senyum ke arah Juna ketika ia telah sampai di hadapannya. Meski hari ini mendung, namun senyum itu seolah mampu membuat hari Juna kembali bersinar. Ia selalu menyukainya. Senyum itu selalu mampu membuat dadanya berdebar lebih kencang dan semangatnya kembali penuh.

Seketika itu pula Juna merentangkan tangannya dan disambut oleh Maisa yang langsung berhambur ke dalam pelukannya. Setelah keduanya saling melepas pelukan, Juna curi-curi pandang ke sekitar dan memastikan tidak ada orang yang memperhatikan mereka. Ia langsung mengecup kilat kening kekasihnya.

"Mau makan?" tanya Juna.

"Yuk! Kita makan bakso aja ya," ucap Maisa kemudian mengenakan sabuk pengamannya.

Seperti dugaan Juna. Maisa selalu memilih makan bakso ketika cuaca sedang mendung seperti ini. Hawa dingin seperti ini memang cocok jika dimanfaakan untuk makan makanan yang berkuah dan hangat. Apalagi ditambah dengah beberapa sendok sambal. Yummy!

Juna melajukan mobil menuju tempat makan bakso yang lokasinya tidak jauh dari Akademi Militer. Tempat makan itu terlihat ramai. Selain cuaca mendung, kebetulan juga hari ini adalah weekend. Banyak keluarga yang menghabiskan waktu sorenya di sana. Selain tempatnya yang cozy, bakso di sana memang enak dan lumayan murah.

Maisa mengedarkan pandangannya untuk mencari tempat duduk, sementara Juna sedang mengantrikan pesanan mereka.

"Pak, bakso tetelan dua. Minumnya satu es teh, satu es jeruk."

Tak sampai lima menit, dua mangkuk besar bakso tetelan lengkap dengan seledri dan bawang goreng sudah tersedia. Uap panas dari hidanganan itu membuat cacing-cacing di perut mereka semakin berontak.

Juna secara diam-diam memperhatikan cara Maisa menghabiskan baksonya. Laki-laki itu selalu suka memperhaikannya sejak pertama kali bertemu beberapa tahun lalu. Ada hal menariknya untuk selalu melihat ke arah Maisa.

"Kalau makan pelan-pelan sayang," Juna membuka suara.

Maisa tidak menghiraukan Juna dan masih berkonsentrasi pada semangkuk bakso di hadapannya yang tinggal menyisakan tetelannya. Sementara mangkuk bakso Juna sendiri masih penuh. Ia hanya memakan satu gelinding.

"Biasanya kamu yang nyuruh aku makan pelan-pelan. Sekarang giliran akunya pelan-pelan, kamunya yang ngegas," celetuk Juna. Melihat kelakuan kekasihnya itu, ia hanya tertawa. Dalam hati ia sangat senang melihat Maisa bersamanya.

Hujan pun mulai turun ketika Juna menghabiskan mangkuk pertamanya dan Maisa sedang memasuki mangkuk keduanya. Dengan terpaksa mereka harus menunggu hujan di sana. Maisa terlihat cemberut karena rencana jalan-jalannya harus tertunda.

"Jangan cemberut gitu, dong. Sebentar lagi hujannya juga reda," ucap Juna sambil mencubit pipi Maisa. "Udah mau jadi taruni kok cemberut terus."

"Gimana nggak cemberut, hujannya itu lho bikin kesel. Waktu jalan-jalannya jadi kepotong, kan," gerutu Maisa.

"Udah Mai, nikmatin aja hujannya. Toh meskipun nggak jalan-jalan kan, kamu masih berdua di sini sama aku," hibur Juna. Laki-laki berseragam itu tak lupa mengacak-acak rambut lurus kekasihnya. "Oh, ya. Besok kamu wajib hormat kalau ketemu sama aku di AAU."

Maisa hanya manggut-manggut. Nampaknya gadis itu hanya terfokus pada makanan di hadapannya.

"Jangan lupa, kalau udah di sini hormati senior. Itu yang paling penting. Oke?"

"Siap, senior."

"Jangan lupa juga nurut apa kata pelatih. Apapun yang dikasih sama pelatih, lahap aja. Anggep aja kaya kamu lagi latihan biasanya."

"Delapan enam, senior," ucap Maisa sembari mengembangkan senyum termanisnya.

Akhirnya mereka menghabiskan sisa hari itu di sana sembari berbagi cerita tentang apa saja yang telah mereka alami beberapa waktu belakangan. Entah itu pengalaman Juna saat menjalani pendidikan dasar di Akademi Militer, juga pengalaman Maisa saat mengikuti seleksi AAU dan kejadian-kejadian menarik yang ia alami.

Tak hanya sekedar cerita. Juna juga memberikan motivasi dan wejangan untuk Maisa. Ia tak ingin kekasihnya itu kehilangan semangatnya saat sudah mulai menjalani pendidikan. Berbagai tips juga ia berikan agar Maisa bisa mengatasi rasa jenuhnya.

Setelah berjam-jam akhirnya hujan pun reda. Maisa dan Juna memutuskan untuk menyudahi acara jalan-jalan mereka.

"Kamu harus balik asrama sekarang?" tanya Maisa setelah sampai di gerbang Akademi Militer.

"Iya dong, sayang. Kalau aku telat apel, malah nggak bisa jalan-jalan lagi," balas Juna.

Setelah menghabiskan waktu pesiar bersama, mereka memutuskan untuk pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Sehingga Maisa mengantar Juna kembali ke rumah keduanya.

"Terima kasih sudah ngajak jalan meskipun sebenarnya nggak jalan ke mana-mana," ucap Maisa.

Juna hanya menatapnya dengan senyuman manis tersungging di bibirnya. Kemudian ia menjulurkan tangannya dan meraih puncak kepala Maisa lalu membelainya.

"Aku balik dulu, Mai."

Juna melambaikan tangan pada Maisa beserta Jazz merahnya yang mulai menjauh dan segera berkumpul dengan kawan-kawannya dengan wajah berseri-seri.

***

Beberapa waktu kemudian.

Waktu bersantai telah usai. Kini Maisa telah berada di tempat yang ia idam-idamkan selama ini, Akademi Angkatan Udara. Namun, bukan di sini ia akan memulai perjuangannya. Di sini ia hanya akan transit. Ia bersama dengan rekan-rekan lainnya akan berangkat bersama-sama menuju ke Lembah Tidar, Akademi Militer, untuk melaksanakan pendidikan dasar Chandradimuka.

"Mah, Pah, Maisa berangkat ya. Doain Maisa bisa ngejalanin semua kegiatan di sana. Doain juga biar Maisa selalu jadi yang terbaik di sana. I love you Mah, Pah." Maisa memeluk erat kedua orang tuanya sebagai ucapan perpisahan. Sebelumnya Maisa sudah berpamitan dengan Juna lewat sambungan telepon karena tidak sempat bertemu.

Akhirnya Maisa masuk ke dalam bus. Dari balik jendela bus, ia melambaikan tangan kepada kedua orang tuanya. Agaknya perasaan sedih mewarnai hatinya. Baru kali ini ia meninggalkan Mama dan Papanya dalam kurun waktu yang cukup lama.

Di dalam bus Maisa hanya termenung, memandangi pemandangan dunia luar yang mungkin sebentar lagi tak akan bisa ia rasakan. Matanya berkaca-kaca. Ingin rasanya Maisa membatalkan niatnya itu ketika terbayang sosok orang tuanya. Namun ketika terbayang sosok sang Arjuna, niatan itu langsung sirna.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu setengah jam, bus-bus yang mengangkut rombongan dari calon prajurit AAU tiba Akademi Militer.

Di sini, Maisa sudah tak lagi bertemu dengan Juna. Seminggu yang lalu, kekasihnya itu telah menyelesaikan pendidikan integratifnya dan telah menjadi seorang Sersan Taruna. Itu tandanya, Juna dan rekan-rekannya akan meneruskan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi di Akademi Angkatan masing-masing, yaitu Akademi Militer di Magelang, Akademi Angkatan Laut di Surabaya, dan Akademi Angkatan Udara di Yogyakarta.

Maisa menarik napasnya dalam-dalam, menikmati setiap molekul oksigen yang ada di Lembah Tidar ini. Ia betul-betul mengamati lingkungan baru yang akan jadi tempat tinggalnya selama satu tahun pendidikan.

Hah... jadi begini aroma pendidikan.

=====

Jangan lupa vote + comment ya ✨💕😆

Rindu KomandanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang