10.

29.6K 2.8K 237
                                    

"Tuan, ada kabar dari Rio."

"Hm?"

Saat ini Valdo fokus di perusahaannya karna berkas yang harus ia tanda tangani supaya ia dan putranya lekas kembali ke Rusia. Valdo tak mau putranya itu bertemu dengan keluarganya. Namun ucapan Geo membuat rahang Valdo mengeras, Tangannya mengepal menahan amarah.

"Tuan muda Marvin bertemu dengan ibunya Tuan. Tuan muda juga sempat di hina dan di pukuli di tempat umum yang membuat Tuan muda Marvin Shock sampai saat ini"jelas Geo.

"Aku dengan hati-hatinya menjaga putraku agar dia tak terluka, Dan dengan gampangnya para cecunguk itu menorehkan luka pada Marvin?"Ucap Valdo penuh penekanan dan amarah.

"Geo dimana Marvin sekarang?"

"Tuan muda berada di Mansion Tuan."

"Kita pulang!"

_________________

Marvin berada di kamar yang sudah di siapkan di mansion ini, Dia duduk di pinggiran ranjang dengan tatapan kosong dan air mata yang keluar tanpa di rasakan oleh sang empu.

Ucapan ibunya lagi-lagi mentorehkan luka di hatinya, penolakan yang sudah lama ia rasakan kini kembali ia rasakan.

Jika ibunya menolak dan tak menginginkannya kenapa ia di biarkan lahir? Kenapa dulu ia tak di bunuh saja?

Jika Tuhan memberikan dia pilihan, Marvin akan memilih untuk tidak lahir ke dunia yang sungguh tak adil baginya.

Rio tetap berada di samping Tuan mudanya. Marvin menolak untuk di obati, luka lebam yang berada di sudut bibir dan di bagian tubuh lainnya Marvin biarkan seolah luka itu tak ada.

Marvin juga tak mengisahkan ucapan Rio, luka fisik yang ia terima tak begitu sakit dari pada luka hati yang ia rasakan.

Kriiettt....

Pintu kamar Marvin terbuka menampilkan Valdo dengan penampilan acak-acaknya. Seolah mengerti Rio keluar dari sana.

Valdo berjalan kearah Marvin dan menatap kondisi putranya yang penuh lebam. Valdo berdesis penuh amarah namun ia tahan, Valdo harus menenangkan putranya terlebih dahulu.

"Marvin" panggilanya. Karna tak ada jawaban dari sang putra spontan Valdo memeluknya. Ia tak tahan dengan tatapan kosong sang putra. Seolah mencubit ulu hatinya.

"D-daddy" ucap Marvin lirih dan membalas pelukan Valdo.

"Ssstt Daddy disini boy" balasnya dan mengelus lembut punggung Marvin.

"Dad tadi Marvin bertemu Dengan i-ibu, Dia T-terlihat bahagia loh dad" ucapnya begitu lirih yang membuat Valdo semakin mengeratkan pelukannya.

"Hikss dad hikss i-ibu hiks menolak ku lagi hiks, jikalau dia memang hikss tak bisa menerima hikss dan menolak ku hiks kenapa hikss aku di lahirkan hikss " ucapan Marvin begitu parau.

Valdo tetap setia mengelus punggung dan rambut Marvin dengan lembut berharap agar putranya tenang.

"Luka hati yang aku terima seolah memberitahu ku bahwasannya luka fisik bukan lah apa- apa bagiku, Disini terlihat sakit tapi kenapa aku tak melihat darah? Kenapa aku hanya merasakan sakit yang amat sangat" lirih Marvin dan memegang dadanya tepat pada hatinya.

"Jika memang ibu tak menginginkan ku lagi, jika memang ibu ingin aku menghilang, aku akan menghilang dari dun-"

"Ssttt tenanglah dad disini" potong Valdo. sudah cukup ia mendengarkan perkataan Marvin yang menyayat hati. Valdo memangkup kedua pipi Marvin.

"Dengar Marvin, jika ibumu tak butuh dan menginginkanmu maka dad sebaliknya, Dad membutuhkan mu. Kau putraku, jadi jangan mengatakan akan menghilang dari dunia ini saat kamu sudah menjadi poros dan bahagia daddy nak."

Marvin Arsenio  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang