"Oy, Pak tua," panggil Arka.
Valdo menoleh saat Arka memanggilnya. Sebenarnya dia juga heran, tumben Arka menemuinya duluan.
Meskipun mereka adalah ayah dan anak. Mereka sangat jarang bercengkrama. Karna sebelum ini, mereka disibukkan dengan kegiatan mereka masing-masing. Apalagi kalau bukan membasmi musuhnya.
Arka di didik keras sejak lahir oleh Valdo. tapi Arka tak masalah dengan itu, malah dia berterima kasih akan hal itu.
Berterimakasihlah pada Marvin. Karna nya mereka juga sering bertemu atau saking pandang, yah meskipun jika bertemu mereka hanya memperebutkan Marvin.
"Tumben kau menemui ku duluan?" tanya Valdo. Arka memutar bola matanya bosan.
"Ck, jika bukan karena Marvin, mana mau aku menemui pak tua bau, tanah macam kau," ucap Arka.
"Hmph, ada apa dengan Marvin?"
"Tentang ibunya—"
"Hm?"
"Aku ingin sekali mengulitinya," ucap Arka dingin. "Aku juga ingin menghancur keluarga kecilnya.” tambahnya.
Valdo mengernyit heran. "Ada apa?" tanya Valdo.
"Marvin menangis." singkat Arka.
Dan itu sukses membuat urat wajah Valdo keluar dengan kentara. Tanpa dijelaskan oleh Arka dia sudah tahu jawabannya. Valdo berjanji akan menghancurkan keluarga sialan itu. Memikirkan wanita itu, mengingatkan Valdo akan wanita jalang yang sudah mengkhianatinya.
"Dad, kemarin dia menangis. Tangisan nya begitu lirih. Aku tak tau kenapa, aku begitu kesal. Bahkan pada adikku yang sudah kubunuh saja aku tak merasa kasihan ataupun iba. Tapi pada Marvin ini, berbeda. Melihat tangisan pilu nya disini, sakit dad," ujar Arka dan memegang dada nya.
Valdo menepuk pelan bahu Arka. Memang tak bisa dibohongi dia juga merasakan hal yang sama seperti Arka. Dia ingat ketika Arka membunuh bayi yang sudah serahim dengan Arka, itu dengan sekali tembakan tepat di dadanya. Tak ada rasa kasihan maupun iba yang tertera di Wajah putra sulungnya. Bahkan untuk Valdo sendiri sama.
Bayi itu memang tidak ada salahnya. Tapi memikirkan dia akan tumbuh besar, membuat Arka langsung saja menarik pelatuknya dan langsung menembaknya. Dia hanya tak ingin bayi itu hidup dengan kebencian yang ada di dalam dirinya. Lain lagi dengan Valdo yang memang benar- benar tak peduli dengan Bayi itu, karena memang dia bukan darah dagingnya. Apalagi bayi itu adalah anak dari mantan istrinya bersama selingkuhan. Namun dengan Marvin mereka merasa tidak asing. Rasa nyaman saat berada di dekatnya, serta rasa hangat yang menjalar di tubuh mereka, membuat mereka ingin terus melindunginya. Meski Marvin bukan dari keluarga mereka.
Tapi sekarang berbeda, Marvin adalah putra Valdo dan adik dari Arka. Marvin menjadi alasan mereka harus tetap kuat. Menjaga nya dengan hati hati dan tak membiarkan luka seinci pun di tubuhnya. Dan kemarin, pemuda yang di jaga mereka dengan amat hati-hati. Menangis dengan lirih membicarakan takdir yang begitu kejam. Dan alasan kuat yang membuat dia menangis adalah ibunya. Ibu yang sudah membuangnya demi keluarga kecil barunya.
"Aku bersumpah, akan menghancurkan jalang itu," ucap Valdo dengan tangan terkepal menahan amarah "Sekarang, dimana Marvin?" tanya Valdo.
"Dia tertidur setelah aku mengajaknya makan malam di luar,” jawab Arka. "Aku tadi juga sempat lupa membersihkan diri, dari darah para cecunguk itu. Untung saja Marvin hanya berkata bahwa aku bau amis," lanjutnya. Yang membuat Valdo menatapnya remeh.
"Seperti biasa, kau tetap bodoh," ejek Valdo.
"Katakan sekali lagi Pak tua. Dan ucapkan selamat tinggal pada hari esok," ancam Arka.
"Memangnya kamu berani?" tantang Valdo.
Sontak saja Arka mengeluarkan revolver nya dan menodongkannya ke dahi Valdo. Sedangkan sang empu menyeringai dan terkekeh pelan. “Anak ngen—”
"Yuhuuuuuuuu."
"Astaga tuan muda, berhenti melakukan hal berbahaya itu!" ucap Rio memperingati Margin.
Sedari tadi, dia—Marvin malah bermain di pinggiran tangga dari lantai 2 ke lantai 1, membuat mereka yang melihatnya menahan nafas sejenak. Dia bosan oy, hidupnya monoton sekali. Bangun tidur mandi lalu makan, setelahnya tidur lagi bangun dan makan. Dari pada nanti dia mati kebosanan jadi dia bermain sama di mansion. Kan emang mansion segede gaban gini kalo ga di gunakan dengan baik.
Kan kemarin juga dia bilang pada Rio, kalo dia akan melakukannya lagi hal menyenangkan seperti ini. "Ini seru sekali Rio, kau harus mencobanya!"
Marvin sudah berada di ujung pinggiran tangga itu bersiap untuk meluncur. “Yuhuuuu”
Dan sekali lagi mereka yang melihatnya menahan nafas. Saat Marvin meluncur ke bawah dan bisa di lihat di bawah sudah ada Valdo yang merentangkan tangannya untuk menangkap Marvin.
Setelah sampai di bawah Valdo langsung saja menangkap Marvin. Sejenak jantungnya berhenti melihat Marvin yang terjun dari lantai 2 lewat pinggiran tangga. "Apa yang sedang kau lakukan Marvin!" tanya Valdo dingin.
"Dad, ga rabun kan? Tentu saja bermain,” cibir Marvin.
"Dengan membuat kami seperti jantungan?"
"Aku hanya bersenang- senang, memangnya tidak boleh?" jawab Marvin. Oh ayolah, Marvin hanya sedang menghilangkan rasa bosannya.
"Tapi tidak dengan melakukan hal seperti tadi!" Valdo menghela nafas berat.
"Kamu, Daddy hukum,” ucap Valdo yang membuat Marvin menganga tak percaya.
"Yak! Aku ga terima oy!" seru Marvin.
"Kamu nakal, jadi harus dihukum."
"Ayolah Dad, Aku hanya sedang bosan. Sesekali kek ajak aku kemana gitu, masa selama aku disini cuma diem di mansion terus. Bahkan, Dad sama kakak kerjaan nya—kerja mulu, heran aku tuh," gerutu Marvin.
Valdo yang mendengar Marvin menggerutu, terkekeh pelan, gemas akan tingkah Marvin. "Baiklah bagaimana kalau kita ke museum yang berada di Moskow." tawar Valdo.
"Ya ampun. Ya gak gitu juga kali, Dad!" seru Marvin
"Lalu kamu ingin pergi kemana?"
"Ajak aku keliling kota kek, lagian ini kenapa bisa lah Mansion ada di hutan gin," decak Marvin tak henti. Tapi tunggu Hutan? Ah Marvin memiliki ide.
"Dad, kita berburu!" ucap Marvin antusias.
"Tidak"
"Bagaimana kalau mendaki ke gunung"
"Tidak"
"Kita main petak umpet di hutan"
"Tidak"
"Oh bagaimana kalau cari istri, biar daddy ga jadi duda lapuk," cibir Marvin. Kesal dia tuh, semua aja kan nya di tolak oleh Valdo.

KAMU SEDANG MEMBACA
Marvin Arsenio ✔
CasualeRevisi ga lengkap. Akan di revisi besar-besaran nanti 'Kalo ga malas' . Yang sekarang ini, ga termasuk revisi, malah kek ga ada perubahan. Aku terlalu malas untuk revisi, ARGH!! Dalam hidupnya, Marvin tidak mengharapkan apapun. Mengikuti arus dan ta...