11.

31.1K 2.8K 169
                                        

"Bagaimana?" tanya Arka pada Aldrich tangan kanan sekaligus teman dari Arka.

"Sepertinya dia sangat cocok dengan posisi itu. Aku heran meski umurnya 10 tahun tapi lihatlah betapa menikmatinya dia saat lubangnya bobol oleh banyak orang," jawab frontal Aldrich.

Mereka berdua melihat tontonan di depannya dengan segelas wine di tangan mereka. Tontonan dimana Rian anak dari pasangan Andre dan Nadin itu mendesah nikmat di bawah para bawahan Arka. "Hmph."

"Awalnya dia menolak, meronta dan menangis dengan keras. Tapi sekarang tanpa makanan pun dia terlihat kenyang dengan sperma. Dia yang mulai gila dengan kecanduan seks apa dosis dari obat perangsang itu yang tinggi?"

Sementara Arka hanya diam menikmati tontonan di depannya dimana anak dari keluarga sialan yang telah menyakiti adiknya itu tengah disetubuhi oleh gender yang sama. Rian di setubuhi setiap hari oleh bawahan Arka dengan perintah Arka tentu saja. Awalnya pada bawahan Arka enggan melakukannya apalagi dengan gender Rian yang sama dengan mereka. Tapi selama 1 minggu Rian disini mereka terlihat sangat menikmatinya bahkan melakukannya setiap hari. Rian akan dibiarkan istirahat saat dia pingsan atau saat bagian Selatan nya terluka.  Setelah seharian dibiarkan istirahat Rian akan disetubuhi paksa oleh bawahan Arka yang sudah tak tahan dengan hasrat mereka.

Begitulah kehidupan 1 minggu setelah Rian datang saat mereka lelah dengan pekerjaan mereka, mereka akan melakukan pesta seks dengan Rian tentu saja. Seolah lupa dan tak peduli berapa usia anak yang mereka setubuhi. "Tapi apa kau tak takut media massa dan pihak kepolisian tau  akan mengetahui ini?" tanya Aldrich.

"Jika sampai itu terjadi bersiaplah untuk dibakar," balas Arka dan menatap datar Aldrich. Sementara yang di tatap datar hanya menyeringai.

"Ini balasan pada mereka yang telah melukai Adikku!"

"Aku mengerti Arka, tapi bagaimana saat adikmu tau apa yang terjadi dengan keluarga ibunya."

"Hmph. Apa kau baru saja meragukanku?" sinis Arka.

"Tidak, bukan begitu hanya saja it—"

"Tidak perlu kau pikirkan. Perlu kau ingat berita kematian kedua orang itu saja bisa ku manipulasi, dengan dalih terjadinya perampokan. Apalagi bocah yang sedang menikmati pertanyaan di depan itu,” ucap Arka remeh. "Aku hanya perlu mengatakan bahwa bocah itu tak sanggup menghidupi dirinya dan berakhir menjadi jalang, bukankah itu ide yang bagus." tambah Arka sambil menyeringai yang membuat Aldrich merinding seketika.

"Kau gila."

"Kau tahu benar bagaimana aku Aldrich."

_______________

"Hah~"

"Sudah berapa kali Daddy lihat kau menghela nafas berat hari ini Marvin," ucap Valdo yang melihat sang putra yang sedari tadi uring-uringan ini. Mereka berada di kamar Valdo dengan Marvin yang berada di tempat tidur dan Valdo yang di sebelahnya dengan laptop di pangkuannya.

Mendengar ucapan Valdo membuat Marvin menoleh ke arah daddynya. "Aku hanya tak menyangka ibu pergi dengan cepat daddy."

Memang benar kabar kematian ibunya terdengar oleh Marvin setelah mendengarkan berita 5 hari lalu saat dia berada di Indonesia. Dia tak menyangka akan hal itu berita mengenai keluarga ibunya yang kerampokan dan berakhir di bunuh oleh sang perampok. Anehnya saat mengetahui kabar itu bukannya menangis Marvin hanya terkejut dengan berita itu. Saat ini yang membuat Marvin uring-uringan adalah karena adik tirinya. Di dalam berita itu hanya ibu dan suaminya yang diketahui terbunuh sedangkan sang anak menghilang entah kemana.

"Dad," panggil Marvin

"Hm?" Valdo meletakkan Laptopnya dan menatap putranya yang seperti akan mengatakan sesuatu.

"Em, tidak jadi," balas Marvin dan memunggungi Valdo. Tapi dengan cepat Valdo membalikkan kembali tubuh sang putra dan mendudukkannya di depan membuat mereka saling tatap.

"Katakan atau dady paksa," ucap Valdo datar dan menatap Marvin tajam.

Tatapan tajam Valdo membuat Marvin gugup dan merinding seketika. Duh kalo tau gini mending dia diam saja tadi mana auranya pekat macam ini bikin merinding aja, ini dia di depan manusia apa di depan setan pikir Marvin.

"Emm, a-aku hanya kepikiran dengan anak ibu sekaligus adik tiriku daddy," ucap Marvin takut.

Duh kan jadi gugup, gimana gak gugup jika Valdo tetap menatap dirinya tajam seakan tatapan itu akan menembus tubuh Marvin.

"Memang kenapa dengannya?" seolah tak tahu Valdo menanyakannya karena ingin tahu apa yang dipikirkan Marvin.

"Ah, itu emm."

"Katakan dengan jelas Marvin!"

"Itu aku hanya kepikiran daddy, em berita tentang ibu kemarin. Di sana mereka tak mengatakan apapun tentang anak itu,” ucap Marvin pelan. Jika di fikir lagi iya tak tau nama adik tirinya, tapi jangan salahkan dia jika tak tahu menahu tentang namanya salahkan saja ibunya yang memang tak pernah mengenalkan mereka berdua.

"Sudah jangan pikirkan, dia mungkin dia juga terbunuh tapi pihak kepolisian tak tau tentang itu," ucap Valdo meyakinkan.

"Tapi daddy, bagaimana kalau dia hidup bagaimana dia akan menafkahi dirinya dad  dia masih kecil kurasa emmm,” ucap Marvin sambil melipat satu-satu jarinya menghitung umur Rian yang membuat Valdo menahan gemas. "Sepuluh, sepertinya dia sudah umur 10 tahun daddy, kasihan dia kita harus mencarinya." tambahnya.

"Bukankah sudah daddy bilang jangan di pikirkan dia. Biarkan dia hidup dengan sendirinya kamu cukup pikirkan dirimu sendiri boy, jangan jadi anak nakal," ucap Valdo sambil menoel hidung bangir Marvin.

"Tapi da—”

"Sstt, sekarang tidur!"

Valdo merebahkan dirinya di samping Marvin mengelus punggung Marvin mengecup kelopak mata sang putra yang sedari tadi melihat kesana-kemari berharap menutup matanya dan lekas tidur. Sedangkan Marvin yang diperlakukan seperti menghelas nafas mengalah menerima perlakuan hangat Valdo yang membuatnya nyaman dan lekas terlelap di dekapan sang daddy.

Setelah mendengar dengkuran halus Marvin,Valdo melepas pelukannya menatap wajah damai Marvin  dan mengecup kening putranya. "Katanya tak suka di elus, tapi lelap gini tidurnya," ucap Valdo dan terkekeh pelan.

Memang Marvin sangat tidak suka diperlakukan seperti anak kecil, tapi saat dielus seperti tadi dia malah lekas terlelap.

______________

"Cih, melihat wajahmu pengen tak ikh!"

"Hoo."

"Kalau bukan karena Marvin mana mau aku pulang dan bertemu dengan wajah kerutan mu itu pak tua,” sinis Arka yang baru saja datang dan melihat Valdo yang tengah bersantai di ruang keluarga.

"Tak ada yang menyuruhmu pulang, bahkan aku akan berterima kasih untuk itu karena Marvin tak akan tercemar kan otak bodoh dan aura tak mengenakkan dari kau bocah," balas Valdo tak kalah sinis.

"Sadar diri pak tua, aura mu bahkan melebihi setan kalau kau terlalu lama dengan adikku, bisa-bisa dia kesurupan karena aura sialan mu itu."

"Apa kaca di mansion ini masih kurang untukmu bocah!"

"Lebih baik kau selesaikan pekerjaanmu pak tua, aku saja yang akan menjaga Marvin," ucap Arka.

"Jangan mengurusi pekerjaanku, urus saja pekerjaanmu itu. Bagaimana dengan anak itu?" tanya Valdo yang kini mulai mode serius.

"Ah bicara tentang dia. Dia sangat cocok dengan profesinya sebagai jalang,” jawab Arka dengan seringai di wajah tampannya.

"Ingat perkataanku Arka, jangan sampai dia mati biarkan dia tersiksa selama sisa hidupnya."

"Akan aku Pastikan itu dad,” jawab Arka meyakinkan.

Marvin Arsenio  ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang