18.

22.5K 2.4K 120
                                        

"Ngalah dong, pak tua. Udah tua bangkotan bau tanah lagi,” ucap Arka dengan segala Ke OOC annya.

Spontan Valdo melempar sandal rumahnya tepat ke arah muka Arka, lebih tepatnya mengenai dahi anak lelaki itu. Terdengar kini suara ringisan serta tatapan tajam dari Arka yang di tujukan ke arah Valdo. "Anak gila!"

"Apa? Kan memang benar. Aku tak mau tau pokoknya hari ini Marvin akan pergi bersamaku!"

"Jangan sampai daddy mengirim mu ke Rusia lagi bocah dan dad pastikan kau tak akan bertemu dengan adikmu dalam jangka waktu yang lama!" ancam Valdo.

"Ho, jika kau berani melakukan itu, kutanamkan peluru di otak mu pak tua!"

"Tuan Marvin akan aman bersama Rio. Lebih baik anda sekalian kencan saja bersama dokumen di perusahaan, karna banyak yang harus di tandatangani terutama oleh Anda tuan Valdo," ujar Geo yang mulai jengah dan bosan dengan perdebatan tuan mereka yang memang sudah sepeerti absen baru di kediaman ini.

"Benar, dan untuk anda tuan Arka, anda di tunggu oleh tuan Aldrich untuk mengurusi bocah yang bernama Rian.” tambah Rio. Sungguh dia ingin tuan mereka segera pergi dan keadaan akan tenang kembali. Dia tidak bisa membangunkan tuan mudanya jika mereka terus berdebat.

Sedangkan Valdo dan Arka hanya mendengus kemudian pergi. Bahkan saat berjalan pun mereka saling melempar tatapan tajam seolah tatapan itu bisa menembus tubuh.

Geo menghela nafas dan pergi mengikuti Valdo. Rio sendiri berjalan ke arah dapur. "Tania, siapkan sarapan untuk tuan muda," ucap Rio ke salah satu maid yang di percayakan Valdo mengurus keperluan makan Marvin.

"Baik tuan," jawab Tania sopan.

Kedudukan Geo dan Rio itu berbeda dari pengawal lainnya. Mereka di haruskan patuh akan perkataan Geo dan Rio atas perintah Valdo. Rio berjalan menaiki lift  ke lantai 4 tempat dimana kamar tuan mudanya. Mansion ini di desain dengan 5 lantai. Lantai paling atas untuk kamar Valdo. Di lantai itu adalah area milik Valdo semua kebutuhannya berada di lantai tersebut. Lantai 4 di tempati oleh Marvin dan lantai 3 di tempati oleh Arka.

Sedangkan lantai 2 untuk Rio dan Geo. Dan untuk lantai bawah untuk dapur, ruang keluarga, ruang besantai dan sebagainya. Di setiap lantai terdapat fasilitas yang di butuhkan oleh orang yang menempati lantai contohnya lantai  3 tempat Arka. Ada satu kamar untuknya, ruangan kerja serta tempat gym dan lain tempat yg sekiranya di butuhkan oleh Arka.

Jika di dungeon atau semacamnya mereka adalah bos di setiap lantainya. Di mansion baru ini Valdo tak membangun sebuah tangga melainkan lift. Ada 2 lift di sini di bagian tengah lift khusus family dan di bagian pojok kiri untuk para pengawal atau maid yang sekiranya ada pekerjaan ke salah satu lantai di atas. Untuk para bawahan Valdo menyiapkan sebuah paviliun di belakang mansion untuk persinggahan para pengawal serta maid yang berada di sini.

Valdo tidak peduli akan status bawahannya. Karna yang Valdo pedulikan adalah becus atau tidaknya  kerja mereka. Entah sifat mereka yang bejat, serta sifat kejam lainnya Valdo tak masalah. Asal tak merugikan dirinya dan tak mengkhianatinya apalagi dia sangat benci pengkhianat. Jika sampai itu terjadi sebagai imbalan karna di biarkan berbuat seenaknya Valdo tidak akan langsung membunuh mereka melainkan di biarkan terikat. Namun setiap harinya akan di potong salah satu bagian tubuhnya dan di berikan pada anjing buas. Dan membiarkan orang itu melihat dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana potongan tubuh mereka di makan. Hingga dia mati dengan mengenaskan.

"Tuan Muda, jika anda tak bangun maka saya akan memaksa anda," ujar Rio.

Marvin tak mendengarkan perkataan Rio dia hanya ingin istirahat. Marvin merasakan pusing menderanya matanya memberat. "Tuan muda, ay—astaga!!" pekik Rio saat tak sengaja menyentuh tubuh tuan mudanya ternyata sangat panas.

"Berisik Rio!" seru Marvin dengan suara serak. Ayolah dia hanya ingin tidur.

"Anda demam, Tuan muda," ujar Rio kemudian menyelimuti tubuh Marvin dan keluar dari kamar untuk menghubungi Tuan besarnya.

Setelahnya Valdo datang dengan tergesa-gesa memasuki mansion dan pergi ke kamar Marvin setelah mendengar  kabar sang putra demam. Valdo masuk ke kamar dan mendekat ke arah gundukan di kasur. Terlihatlah wajah Marvin yang memerah efek demam. Valdo mengelus pipi putranya yang membuat Marvin menggeliat dalam tidurnya—Enghhhh.

Marvin bangun dan menyentuh tangan Valdo yang berada di pipinya. Dia bangun di bantu oleh Valdo. "Hiks, Dad." Marvin terisak membuat Valdo kaget dan membawa Marvin ke dalam gendongannya.

"Hey, kenapa hm?"

"Pusing … hiks … kepala Marvin berat hiks, Dad." isaknya lirih.

Marvin arang sakit tetapi sekalinya sakit maka ia akan manja dan rewel berbeda dengan biasanya. Kebiasaannya dari dulu sejak dengan mendiang neneknya. Setelah neneknya tiada setiap Marvin sakit dia akan di rawat oleh Dimas maupun Nathan.

Valdo mengusap punggung Marvin yang kini tengah terisak. Tubuh putranya terasa sangat panas. "Makan dulu yah?" tawar Valdo dan Marvin menggelengkan kepalanya. "Kamu harus makan baby, setelahnya minum obat hm,” ucapnya yang lagi-lagi di jawab gelengan oleh Marvin.

Sungguh Valdo tak pernah merawat orang sakit bahkan putra sulungnya saja tidak pernah. Karna yah memang dia tak pernah sakit? Atau karna dia tak tau? Atau memang karna Arka keturunan setan?

Marvin menatap Valdo berkaca-kaca. "Hiks, Dad. Mau kakak …  hikss …. "

Valdo mendengus. “Kan, ada Daddy. Baby."

"Hikss mau kakak!" ujar Marvin dengan nada tinggi dan berontak di dalam gendongan Valdo.

Valdo menghela nafas putranya sangat rewel. "Rio hubungi Arka, suruh cepat pulang jika dalan 15 menit dia tak sampai ku bakar semua koleksi gelapnya!" titah Valdo. "Sambil nunggu kakak, makan dulu ya sayang.” bujuk Valdo karna menurut penuturan Rio putranya ini belom makan apa-apa. Namun Marvin tetap menggeleng pelan dan menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher daddy nya.

Valdo mencoba bersabar tangan kanannya menyangga sang putra agar tak jatuh tangan satunya mengelus punggung Marvin berharap menghentikan isakannya. "Kerumah sakit yah?" Marvin menggeleng.

"Hiks …  kakak, hiks … Dad."

Valdo terus saja membujuk Marvin hanya saja gelengan yang ia dapat. Marvin hanya mengatakan kakak terus menerus yang membuat Valdo harus bersabar agar tak merantai putra sulungnya itu.

Brakk—pintu kamar Marvin terbuka menampilkan Arka, dengan pakaian yang terbilang uhh? Jangan lupakan nafas nya yang tersenggal-senggal. "Hikss kak." liris Marvin merentangkan kedua tangannya ke arah Arka.

Mengerti dengan permintaan adiknya Arka mengambil alih Marvin dari Valdo sesekali tersenyum kemenangan dan menatap remeh Valdo yang menatap tajam dirinya. "Kakak disini, baby. Cup, cup," ujarnya menenangkan.

"Kak …  hiks … hauss …. "

"Iya, iya," Arka mengambil air putih yang sudah di siapkan dan di berikan pada Marvin.

Setelahnya Marvin terisak pelan di gendongan kakaknya. Dengan sabar Arka mengelus punggung Marvin lembut. Beberapa saat kemudian Marvin tertidur dengan nyenyak sesekali sesegukan di dalam tidurnya. Arka menempatkan Marvin di tempat tidur perlahan takut membuat sang empu terbangun. Marvin menggeliat tak nyaman namun kembali tertidur saat Arka mengelus lembut sudah hitamnya.

"Ekhemm! Sudah kan? Keluar sana." usir Valdo.

"Hmph, seharusnya kau yang keluar pak tua. Adikku membutuhkan ku, bukan kau!" remeh Arka.

Kedua nya saling tatap tajam yang membuat Rio dan Geo yang baru saja datang menatap bosan keduanya. "Tuan, Tuan Muda, membutuhkan seorang dokter. Jadi dari pada anda sekalian banyak bacot mending hubungi dokter agar demam tuan muda turun!" sinis  Geo tanpa sopan santun dan keluar dari sana di ikuti oleh Rio dan maid yang sedari tadi hanya menatap para tuannya bingung.

Marvin Arsenio  ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang