"Aaaah, Paaa, so goood! Sukaaa, nnnnngh, hmmmm!" Plan merintih keenakan sambil menggerakkan bagian bawahnya pelan, menunggangi lelaki yang meski usianya terpaut 15 tahun lebih tua daripada dirinya, sang lelaki itu masih bisa melayani perempuan muda nan cantik itu dengan gagahnya.
Mean Phiravich, dengan usianya yang hampir 40 tahun itu sama sekali tak menunjukkan jejak usianya di wajahnya. Ia pintar merawat dirinya, secerdas dirinya dalam menjaga reputasi dan perusahaannya. Ia bukanlah orang sembarangan.
Ketua Pebisnis seasia tenggara ini terkenal bertangan dingin dalam menjalankan kepemimpinannya. Ia mampu menaklukan seperempat perusahan besar dunia dan ikut dalam aturan mainnya.
Ia sudah beristri, Neena. Sayangnya keduanya belum dikaruniai momongan sebab keduanya sama-sama sibuk dan memang hampir tak pernah berkomunikasi. Pernikahan yang hanya merupakan status hanya supaya orang tua mereka puas dan bahagia.
Tak jarang Neena juga bermain dengan banyak anak muda untuk memuaskan kebutuhan dirinta sebab Mean memang hampir tak pernah menyentuhnya. Mau bagaimana lagi. Keduanya tak saling mencintai dan mencari kesenangan masing-masing dengan pilihan mereka sendiri.
Pertemuan Mean dan Plan sendiri tak terduga. Ia diundang ke sebuah kampus menjadi seorang motivator untuk para mahasiswa dan mahasiswi di Jurusan Bisnis dan Perdagangan Internasional. Plan adalah salah satu mahasiswi yang mendengarkan ceramahnya saat Mean ada di kelasnya.
Sejak awal Mean berada di kelas itu, Mean sudah menunjukkan ketertarikan kepada Plan. Beberapa mahasiswi secara terang-terangan menggodanya di dalam kelas, melemparkan banyak pertanyaan absurd yang semuanya sebenarnya sangatlah menjengkelkan.
Hanya Plan yang memberikan pertanyaan yang benar-benar relevan dengan isi ceramah yang ia berikan dan pada saat yang sama keduanya saling memberikan tatapan yang berarti.
Seusai ceramah, Mean menghampiri Plan dan memberikan kartu namanya seraya meminta nomor Plan dengan alasan tawaran magang di kantornya. Plan tentu saja memberikannya, terlebih Profesor Gong yang menemani Mean saat itu sangat mendorong Plan untuk memberikan nomornya.
Menurut Gong, tawaran Mean adalah sebuah kesempatan langka dan Plan harus merasa sangat beruntung karena mendapatkan tawaran langsung dari bos besar seperti Mean Phiravich.
Dua jam setelah kuliah umum itu, Plan mendapatkan kontak dari Mean bahwa ia menunggu di tempat parkir dan ia akan langsung mewawancarai Plan. Ia juga sudah bilang kepads profesor untuk kelas Plan selanjutnya, jadi, Plan tak perlu khawatir jika ia tak masuk kelas pun.
Plan agak terkejut. Lelaki ini cukup gencar juga mengincar dirinya. Maksudnya, ... Ayolah! Plan dan Mean sama-sama tahu bahwa ini bukan soal magang pada akhirnya. Plan tersenyum dan ia mengiyakan.
Ia berjalan menuju tempat yang disebutkan dan ia menemukam sebuah mobil mewah terparkir khusus di sebuah tempat. Seorang sopir sudah berdiri membuka pintu belakang saat Plan berjalan ke sana dari kejauhan.
"Terima kasih," ujar Plan kepada sang sopir seraya memasuki mobil. Sanga sopir hanya menundukkan kepalanya mengiyakan. Ia kemudian menutup pintu dan berdiri di luar tak jauh dari mobil.
Saat Plan masuk ke dalam mobil, Mean Phiravich sudah ada di dalamnya dan menatap Plan seraya tersenyum.
"Apakah benar kita akan melakukan wawancara, Phaaa Khaab?" nada Plan langsung manja. Mean tersenyum.
"Ya, tentu saja. Kita akan melakukan wawancara, hmmm, Baby?" Tangan Mean mengelus bibir Plan pelan. Plan hanya tersenyum. Ia mendekati Mean dan tangannya menjulur pada kemeja Mean dan membuka kancingnya. Lalu, tangan mungil itu membuka ikat pinggang Mean dan menurunkan restletingnya.
Tangannya menelusup ke dalam dan mengeluarkan sang naga yang sudah tak sabar ingin segear menghirup udara bebas dan merasakan pergumulan dengan lubang seseorang.
"Wow! So huge!" bisik Plan. Ia mencondongkan tubuhnya dan kemudian mencium kepalanya. Mean agak mendesah. Ia memperbaiki posisi duduknya membuat dirinya dan perempuan yang tengah membungkuk di depan naganya itu nyaman. Plan tersenyum.
Ia mencium kepala naga Mean berulang kali dan memegang batang tubuhnya pelan. Perlahan lidahnya menjulur dan menjilat batang itu perlahan-lahan dan membuat sang pebisnis tampan itu terkejut karena keenakan. Lidahnya yang hangat itu telah membuatnya mengerang halus dan merem melek.
"Ooooh!" desahnya.
Plan tersenyum. Ia melanjutkan aksinya dan kemudian mengulum bagian bawah naganya seraya menyedotnya perlahana dan ini membuat Mean agak menjerit. Bukan karena kesakitan, melainkan karena sensasi kenikmatan yang ditimbulkan.
Mean menurunkan celananya, membuat Plan leluasa bermain dengan naganya. Ia mengulumnya dan bermain-main lama dengan lidahnya di batangnya kepalanya dna dua buahnya yang bergelantungan di bawah. Plan menaiki Mean setelah ia menurunkan celana dalamnya dan memasang balon pelindung pada naga Mean.
Nonanya perlahan menelan habis naganya itu dan keduanya merintih karena keenakan. Plan mulai bergoyang dan keduanya menikmati permainan. Mean dan Plan masih bergoyang seraya membuka pakaian bagian atas dan sekarang mereka benar-benar tak dilindungi sehelai benang pun.
"Kau cantik sekali, Baby!" bisik Mean sambil mengulum gunung kembar Pkan bergantian.
"Aaah, Phaaa, so goood! Lagi! So goood!" desah Plan saat Mean menyesap gunung kembarnya itu.
"Oooh, astagaaa!" Keduanya menjerit kecil saat merasakan sensasi luar biasa dari bagian bawahnya. Mereka masih pada permainan kenikmatannya dan berciuman dengan begitu pekat dan nikmatnya.
Plan turun dari pangkuan Mean dan menggunakan seragamnya kembali. Itu setelah mereka sama-sama mencapai puncak kenikmatan, tiga kali dalam tiga babak yang penuh keringat dan jeritan kenikmatan.
"Kau banyak meninggalkan jejak di tubuhku, Babe!" bisik Mean sambil melihat dirinya pada cermin yang menjadi partisi antara ruang dirinya dan sopir.
"Phaa juga, hmmm!" Plan mengedipkan satu matanya sambil menunjuk pada leher, bahu, dan beberapa bagian tubuhnya.
"Malam ini kau luang?" tanya Mean saat Plan tengah merapikan rambutnya.
"O, Phaa, tiga babak tak cukup?" bisik Plan dengan manja. Mean menggelengkan kepalanya mantap.
"Baiklah! Phaa boleh meneleponku. Byeee, Phaa Khaab!" bisik Plan sambil tersenyum dan mengedipkan satu matanya.
Ia mencium pipi kanan Mean dan kemudian keluar dari mobil sambil tersenyum.
Begitulah.
Sejak saat itu Phaa Mean tak pernah berpindah ke lain hati hanya Plan yang membuatnya nyaman sekaligus memberinya kepuasan.
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
Track 6 Mean and Plan Short Stories Collections
RomanceMean and Plan FF Romance