1. THE WAITRESS

344 45 6
                                    

Mean memarkirkan mobilnya di bagian VVIP dan kemudian keluar seraya merapikan dirinya. Ia memang memakai baju yang lebih santai, melepaskan embel-embel dirinya dari profil seorang dokter ahli kandungan yang sangat terkenal di Thailand dan Asia Tenggara.

Malam itu malam Sabtu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu malam Sabtu. Tonnaam dan Peak mengundangnya makan malam di sebuah restoran di tepi pantai. Kebetulan Mean off hari itu dan keesokan harinya juga, jadi ia leluasa pergi dan bersantai dengan teman-temannya.

Mereka teman dekat sewaktu di SMA dan sudah lama tidak bertemu, khususnya karena mereka memiliki kesibukan dengan karir dan kehidupan pribadinya masing-masing.

Peak seorang jurnalis. Dia bekerja hampir tak ada libur. Meskipun demikian, ia punya pacar seorang news anchor dan mereka sudah tinggal bersama cukup lama. Namanya Fern. Malam itu Fern tidak ikut sebab ia tidak libur bekerja.

Tonnaam seorang pengacara. Ia masih melajang, tapi memang tengah dekat dengan seorang perempuan rekan kerjanya di kantor yang bernama Sammy. Mereka sempat beberapa kalu ngamar, tapi belum siap untuk menjalin hubungan.

Mean Phiravich juga baru putus dengan tunangannya yang bernama Jani. Jani berselingkuh dengan sepupunya dan tertangkap basah olehnya tengah bersama di sebuah hotel elit di Bangkok. Tanpa banyak basa-basi, Mean langsung memutuskan pertunangannya dan memilih menyendiri untuk sementara.

Mean memasuki restoran terbuka di pinggir pantai. Matanya berkeliling mencari kedua temannya itu. Tatapannya kemudian berhenti saat Peak melambaikan tangannya dan Tonnaam memanggilnya dengan suara yang cukup keras. Mereka menghampiri Mean dan membawanya keluar restoran dan berjalan ke dekat pesisir pantai ke salah satu meja yang sudah diseting di sana.

"O, kupikir kita akan makan di dalam!" ujar Mean sambil menunjuk ke dalam restoran.

"O, ayolah dr.! Cuacanya bagus! Sebaiknya kita nikmati suara ombak, pelayan dengan pakaian seksi yang lalu lalang, serta udara pantai yang sejuk ini. Kombinasinya sangat sempurna dengan bir dan makanan laut." Tonnaam mulai berceloteh dan merangkul Mean sambil menepuk bahunya. Peak hanya tersenyum sambil bergeleng. Mean ikut tersenyum.

Peak melambaikan tangannya memanggil pelayan. Seorang pelayan perempuan berpakaian pantai mendatangi mereka dan menyapa mereka dengan sopan.

"Sudah siap memesan, Tuan. Silakan. Ini menunya," ujar sang pelayan sambil memberikan buku menu kepada tiga lelaki itu. Semuanya berterima kasih. Mereka kemudian membuka buku menu. Tonnaam melihat-lihat dan kemudian langsung menyebutkan sebuah nama menu makanan dan sang pelayan langsung mencatatnya. Peak juga melakukan hal yang sama. Sang pelayan mengulang kegiatannya. Mean yang terakhir mengatakan pesanananya. Ia menoleh kepada pelayan yang sejak tadi berdiri di sebelahnya dan saat ia melihatnya ia tertegun.

Mean menatapnya tak berkejap sementara sang pelayan masih menuliskan pesanannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mean menatapnya tak berkejap sementara sang pelayan masih menuliskan pesanannya. Tonnaam dan Peak saling memandang dan mengernyitkan alisnya dan mereka kemudian tersenyum.

"Tuan, saya akan mengulang kembalu pesanannya," ujar sang pelayan dengan sopan seraya melihat ketiga tamu bergantian.

"Tentu saja!" ujar Mean sambil tersenyum. Sang pelayan juga tersenyum sambil mengangukkan kepalanya. Ia kemudian menyebutkan kembali pesanan mereka dan setelag mereka membenarkannya, sang pelayan itu mengambil kembali buku menu dan kemudian pamit dengan sopan meninggalkan mereka.

"Matamu hampir keluar, Mean!" ujar Peak menggodanya.

"Dia sudah menikah, Mean. Sayang sekali!" ujar Tonnaam.

"Eh, bagaimana kau tahu?" tanya Mean dan Peak bersamaan.

"Aku pemain lama di sini. Cukup tahu semua pelayan yang melayaniku," sahut Tonnaam dengan bangga.

"Sebenarnya aku kasihan kepadanya. Namanya Plan Rathavit. Ia cantik dan baik, tapi suaminya sangat buruk. Seorang bajingan! Setidaknya, itu yang digosipkan teman-temannya. Aku tak sengaja mendengarnya. Kudengar suaminya sangat kasar dan suka mabuk dan juga pengangguran! Entah kenapa perempuan ini tak melepaskannya! Mungkin ia terlalu cinta atau apa! Tapi jika ia tak melepaskan dirinya, suatu hari, ia akan mati di tangannya, " ujar Tonnaam panjang lebar.

"Meung, informasi itu terlalu detail. Kau yakin kau hanya pengacara, bukan detektif?" Peak menatapnya heran. Mean juga menganggukkan kepalanya.

"Phi Nook, pemilik restoran ini yang memberitahuku. Ia pernah berkonsultasi denganku tentang dia karena Nook sudah menganggapnya seperti anaknya. Entahlah! Suami perempuan ini sangat abusive," ujar Tonnaam lagi.

"Berhenti bicara! Ia ke sini bawa pesanan kita," ujar Mean sambil menunjuk Plan dengan matanya. Dengan cepat Peak mengalihkan pembicaraan dan mereka menjadi agak canggung karenanya.

Mean mengamati Plan dengan sudut matanya. Ia melihat bekas luka di pergelangan tangannya dan juga di dekat sikunya. Ia memberanikan diri mengangkat kepalanya dan menatap Plan dengan saksama. Plan yang merasa ia tengah diamati Mean melihat ke arah Mean dan tersenyum ramah.

"Ada yang bisa kubantu, Tuan?" tanya Plan dengan sopan.

"Tanganmu bengkak. Khun tak apa-apa?" tunjuk Mean pada tangan Plan. Plan langsung tersentak kaget. Ekspresi di wajahnya langsung berubah dan ia kemudian mencoba menyunggingkan senyum.

"Tidak apa-apa. Terima kasih atas perhatiannya. Silakan cek dulu pesanannya, Tuan," Plan mengalihkan. Mean jelas paham dan ia menganggukkan kepalanya.

Setelah semuanya oke, Plan kembali ke dapur dan membawa pesanan yang lain. Mean menatapnya sejenak dan kemudian kembalu apda makanan dan kedua temannya. Mereka mengobrol ngalor ngidul sambil menikmati makanannya.

Bersambung



Track 6 Mean and Plan Short Stories CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang