2. MEANT TO BE

316 42 1
                                    

"Mean, aku hamil," ujar Plan. Mean baru saja tidur merebah di samping Plan dan ia menarik Plan ke pelukannya dan Plan memandang lelaki yang kini resmi menjadi suaminya itu dengan lembut.

"Ada apa?" tanya Mean dengan senyuman yang lembut. Lalu Plan memberikan kejutan itu. Wajah Mean secerah matahari saat ia mendengar berita itu. Ia sangat bahagia dan  mencium kening dan wajah Plan secara acak tiada hentinya.

"Aku mencintaimu, Plan!" lirih Mean.

"Iya, aku juga," lirih Plan.

Setelah mereka resmi menjalin hubungan dan publik tahu, mereka terlihat lebih santai saat bersama. Mereka hampir tak pernah menunjukkan kemesraan di depan publik secara berlebihan, hanya saling perhatian yang lembut dan tatapan yang penuh kehangatan.

Mean bersikap sangat lembut dan selalu menunjukkan perhatian kepada Plan. Siapapun yang melihatnya akan merasakan kebahagiaan mereka juga.

Kehamilan Plan disambut baik oleh fans keduanya dan mereka tak pernah absen untuk mengikuti perkembangan hubungan pasangan ini termasuk berita tentang bayi mereka.

Keduanya jauh dari gosip dan berita buruk. Mereka sangat pintar menjaga kepercayaan kepada satu sama lain, padahal mereka sempat terpisah jauh karena Plan memang masih terikat kontrak dengan agensi Jepang untuk melakukan show di sana. Mean sering bolak-balik ke Jepang dan mendukung Plan, khususnya saat luang.

Plan juga sama. Saat Mean syuting film terbarunya di Swiss selama beberapa bulan, ia juga terbang ke sana menemani suaminya itu dan tentu saja mendukungnya.

Keduanya memang ditakdirkan untuk bersama. Saling mendukung dan setia dan jarang terdengar ada perdebatan atau mungkin ada, tapi interaksi di antara mereka dan komunikasi di antara mereka berjalan baik sehingga masalah bisa diselesaikan dengan cepat.

"Itu minyak Zaitun, bukan?" Mean menunjuk pada botol yang Plan pegang. Plan tengah meneteskannya ke dalam sendok. Ia lalu meminumnya sambil menganggukkan kepalanya.

Malam itu mereka berada di dapur, baru saja selesai makan malam dan merapikan bekas makan.

"Kenapa meminumnya? Astagaa! Yuck!" keluh mean merasakan perasaan enek di tenggorokannya. Ia menjulurkan lidahnya.

"Ibumu bilang ini bisa memperlancar lahiran. Ia akan mengecek besok ke sini dan melihat apakah aku meminumnya atau tidak," ujar Plan lagi sambil menutup botolnya.

"Astagaa! Kalau tak suka, buang saja. Nanti kita cari alasan," ujar Mean sambil mengelus kepala Plan.

"Jangan begitu! Aku tak keberatan! Tidak apa-apa," sahut Plan sambil tersenyum. Mean tersenyum juga. Ia menciun kening Plan lembut.

"Ayo ke ruang tengah. Istirahat dulu sebentar," ujar Mean. Plan mengangguk lagi. Mereka duduk berpelukan di ruang tengah sambil menonton TV.

"Terima kasih, na, Plan!" ujar Mean di sela-sela menonton sambil mengusap perut Plan yang buncit.

"Kenapa?" Plan mengangkat kepalanya menatap Mean. Wajahnya terlihat heran.

"Karena sudah memberiku kesempatan. Aku sangat mencintaimu," sahut Mean sambil balas melihatnya dengan teduh.

"Sejak kapan sebenarnya kau menyukaiku? Dan kenapa? Maksudku aku tak pernah tahu kau benar-benar menyukaiku atau sama seperti yang lain hanya karena kita ads di lingkungan yang sama. Kau paham maksudku, bukan?" tanya Plan.

"Uhm, aku paham. Tapi, tidak. Sejak kau menyapaku pertama kali. Kau ingat kita satu adegan dalam drama MIR dulu dan kau berbicara dengan sangat sopan dan ramah kepadaku, aku merasakan sesuatu kepadamu. Aku pikir kau perempuan yang sangat ramah dan perhatian. Kau tahu aku masih baru dan aku tak punya teman di sana dan kau dengan ramah menyapaku dan memberiku kesempatan untuk bicara. Aku tak akan pernah melupakan kejadian itu dan aku mulai melihatmu sejak itu," ujar Mean.

"Eh, itu sudah sangat lama, Mean!" sahut Plan.

"Uhm, mau bagaimana lagi? Meski aku mencoba dengan yang lain, hatiku tak bisa berbohong,  ruangnya hanya untukmu!" ujar Mean lagi.

"Waaah, aku tersanjung. Kurasa aku yang harus berterima kasih," sahut Plan.

"Tapi aku juga mencintaimu meski tak selama kau menyukaiku. Setelah aku menjalin hubungan dengan An, aku dengar selentingan tentangmu dan isu kau suka padaku. Dan aku mulai mengamati dirimu. Tidak intens memang. Hanya sesekali dan sifatnya hanya iseng. Kupikir tidak benar kau menyukaiku sebab sikapmu sepertinya biasa-biasa saja, khususnya ketika di depanku." Plan menjelaskan.

"Aku malu. Sebenarnya ketika kau putus dengan Phi An, aku ingin sekali mendekati dirimu. Tapi, aku takut lalu setelah itu kita bermain dalam satu drama dan selanjutnya aku mendengar kabar kau dan Phi Weir bersama. Aku sempat putus asa. Mungkin kesempatanku bersamamu tak akan pernah datang," nada Mean agak sedih.

"O, manis sekali, Babe! Kenyataannya aku milikmu, bukan?" ujar Plan sambil mengelus wajah Mean.

"Uhm," gumam Mean sambil tersenyum.

"Jangan tinggalkan aku, na!" bisik Mean sambil mencium kening Plan.

"Tidak pernah terpikirkan. Aku bahagia denganmu," ujar Plan.

"Aku janji akan selalu berusaha untuk menjadi suami yang terbaik, pendamping yang terbaik dan ayah yang terbaik untukmu," ujar Mean lagi.

"O, Mean. Terima kasih. Kita berjuang bersama, na! Rak!" lirih Plan sambil tersenyum.

"Rak," jawab Mean sambil mendekatkan wajahnya dan mereka berciuman hangat.

Mereka saling menatap mesra sambil tersenyum.

"Ayo tidur!" bisik Mean.

"Iya," lirih Plan.

Mereka memasuki kamar sambil bergandengan tangan.

Tamat



Track 6 Mean and Plan Short Stories CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang