2. EFFORTS

289 42 2
                                    

Mean menarik selimut. Ia masuk ke dalamnya dan duduk bersandar pada badan ranjang seraya membuka HPnya. Ia tersenyum sumringah sebab mendaoat pesan dari Plan.

Terima kasih, bunga-bunganya. Kenapa mengirimkannya kepadaku? Khun tak salah alamat?

Pesan Line dari Plan.

Tidak. Aku memang memesannya untuk Khun.

Jawab line Mean.

Kenapa?

Pesan line Plan.

Boleh aku meneleponmu? Kuoikir lebih baik langsung bicara.

Jawab line Mean.

Ok.

Balas line Plan.

Dan tak lama kemudian Plan menerima telepon dari Mean.

"Aku ingin berterima kasih atas malam itu," sahut Mean membuka percakapan.

"Khun tak perlu melakukannya. Aku sudah bilang aku tidak apa-apa. Juga tak perlu sebanyak itu," ujar Plan.

"Uhm, tapi itu angka keberuntunganku," ujar Mean.

"O, 34! Plan menegaskan.

"Uhm, " gumam Mean.

"Oke," ujar Plan.

Hening sejenak.

Sepertiny keduanya tak tahu lagi harus bicara apa.

"Khun Plan!" ujar Mean setelah agak lama diam.

"Iya," sahut Plan.

"Khun, sudah punya seseorang yang istimewa?" tanya Mean dengan nada yang cukup berani.

Plan diam sejenak.

"Maaf, kalau pertanyaanku tidak sopan dan sangat pribadi. Khun tak perlu menjawabnya jika Khun tersinggung. Sekali lagi aku minta maaf," ujar Mean dengan nada agak menyesal.

"Belum, aku belum punya kekasih," ujar Plan dengan santai.

"O, o, begitu. Uhm, Khun punya seseorang yang Khun suka?" tanya Mean lagi.

Plan diam lagi tapi tak lama seperti sebelumnya.

"Kalau Khun maksud aku sedang mendekati seseorang, jawabannya tidak ada, ataupun sebaliknya. Aku tak sedang didekati seseorang, uhm atau... aku melewatkan seseorang?" tanya Plan dengan nada bercanda.

"Eh!" Mean kaget.

Mereka hening lagi.

"Baiklah. Sudah larut malam. Sebaiknya kita akhiri pembicaraan kita," sahut Plan lagi.

"Aaaaa, tunggu sebentar!" ujar Mean dengan cepat.

"Ada apa?" tanya Mean.

"Besok waktu makan siang, Khun luang?" tanya Mean lagi.

"Tidak, aku pasti makan siang. Itu waktunya makan siang," jawab Plan datar.

"Iya, maksudku, mau makan siang denganku?" tanya Mean lagi.

"O, kantormu dengan tokoku jauh sekali. Khun mau datang ke tokoku hanya untuk makan siang?" tanya Plan lagi.

"Iya, oke. Aku tak keberatan. Besok aku akan menjemputmu," sahut Mean.

"Tak perlu, aku akan memasak untuk makan siang kita. Khun, mau makan apa?" tanya Plan.

"Eh, benarkah!" Mean kaget. Itu pengalaman pertama  saat ia mencoba mendekati seorang wanita dan menunjukkan pesonanya, sang wanita malah dengan santai akan memasak untuknya. Padahal dia ingin  memberikan perhatian kepada Plan dengan cara memanjakannya. Salah satunya adalah membawanya ke restoran mewah.

"Khun Mean? Apa makanan yang ingin kau makan untuk makan siang?" tanya Plan sekalo lagi.

"Apa saja asal jangan sayuran dan buah-buahan," sahut Mean.

"Ah, oke." sahut Plan.

"Baiklah, selamat malam Khun," ujar Plan.

"Iya, selamat malam," jawab Mean.

Klik. Hp ditutup dan Mean tersenyum bahagia.

***
Mereka lebih sering bertemu sejak makan siang itu. Makan siang itu tidak hanya satu kali sebab ini menjadi sebuah kebiasaan. Dan tidak hanya makan siang, tetapi juga minyn kopi, pergi ke mal bersama, berbelanja dan kegiatan lainnya.

Hubungan mereka semakin dekat. Plan tahu apa yang tengah dilakukan Mean kepadanya. Dan ia mengikuti permainan Mean dengan baik sampai pada suatu malam, seusai makan malam, akhirnya Mean mengatakan semua isi hatinya.

"Khun yakin dengan yang Khun katakan?" Plan menatapnya. Mereka duduk berhadapan masih di sebuah restoran mewah di dalam sebuah hotel.

"Sejak awal melihatmu, aku sudah tertarik kepadamu. Tapi, aku juga khawatir kau sudah punya seseorang yang lain, jadi aku hanya bisa diam dan melihatmu dulu sebelum aku memberanikan diri mengatakan semua perasaanku," jelas Mean kepada Plan.

Plan tersenyum. Dia menundukkan kepalanya.

"Aku tak mau sekadar berkencan. Aku ingin serius dan mengarah ke pernikahan, jadi kalau niat Khun hanya berkencan dan coba-coba sebaiknya tidak kita lanjutkan," ujar Plan dengan tenang.

"Sejujurnya, ada banyak lelaki yang pernah menyatakan isi hatinya kepadaku sama dengan Khun Mean saat ini, tapi aku menolaknya karena mereka hanya ingin berkencan. Usiaku sudah cukup tua dan pikiranku termasuk yang kolot, jadi, aku tak tertarik dengan berkencan. Khun mengerti bukan!" lanjut Plan.

"Kau ingin kita langsung menikah?" Nada Mean agak kaget.

"Tidak juga, tapi aku ingin kita menjalin hubungan bukan karena kita ingin mengisi kekosongan. Kau paham, bukan?" sahut Plan.

"Ah, begitu. Baiklah. Kalau begitu, menikah langsung juga, aku tak keberatan," ujar Mean.

"Hah! Kau yakin?" tanya Plan.

"Iya." Mean menjawab mantap.

"Enam bulan. Biarkan kita mengenal lebih dekat enam bulan, sesudah itu, kita bicarakan kembali, " ujar Plan.

"Oke, aku turuti kemauan Khun." Mean menganggukkan kepalanya.

Mereka menjalani proses itu dan setelah enam bulan berjalan, keduanya lebih dekat dan merasakan cocok satu sama lain, bukan hanya soal prinsip kehidupan dan urusan ranjang, melainkan juga urusan berbagi kebersamaan dan pikiran, sehingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.

Mereka menikah. Mean dan Plan kemudian membeli rumah yang dekat dengan kantor dan toko bunga milik Plan.

Bersambung




Track 6 Mean and Plan Short Stories CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang