2. OLD STORY

257 43 3
                                    

"Awwww! Nggggnngh, aaaaah!" lenguhan Plan diselingi dengan anda kesakitan dan itu sesuai dengan ekspresi di wajahnya.

Posisi misionaris masih mendominasi permainan mereka dan tak lama kemudian, Mean mencabut naganya membuat Plan bisa mengambil napas sejenak, sebelum Mean kemudian memposisikan tubuh Plan miring san mengangkat satu kakinya dan menghujamkan lagi naganya dengan cepat dan kasar dan sekali lagi Plan hanya bisa menggigit ujung bantal menahan rasa sakit itu.

"Nnnngh, aaaaah, nnnngh, sssssh!" ringis Plan. Ia menahan sakit dan perih yang amat sangat pada bagian pinggir lubangnya karena permainan Mean yang kasar itu.

Plan sama sekali tak diberi waktu untuk istirahat dari satu babak ke babak selanjutnya. Plan tahu Mean sangat hebat di ranjang. Ia paham benar jumlah babak yang bisa ia mainkan dalam semalam dan ia tahu persis bagaimana Mean akan selalu memuaskan dirinya.

Namun, malam itu hanya babakmya saja yang sangat banyak, tapi Plan sama sekali tak mendapatkan kepuasan. Yang ada hanyalah penyiksaan. Bahkan Mean sudah menyalahi aturan. Ia tak memakai pengaman dan itu sangat berisiko tinggi baik untuk sang escort maupun sang penggunanya.

Mean sudah puas menyiksanya secara seksual. Lubang depan Plan sudah berdarah. Plan meringis kesakitan. Tak bisa dibayangkan lagi bagaimana perihnya lubangnya itu.

Tidak apa-apa luka itu masih bisa dengan cepat sembuh. Namun, luka di dalam batinnya karena ia harus melihat sisi gelap Mean akan perlu waktu untuk menghapusnya.

"Kenapa kau meninggalkan aku? Apa salahku kepadamu?" Mean melotot. Tangannya yang kekar mencengkeram leher Plan yang jenjang dan begitu rapuh. Plan tak bisa bicara. Beberapa kali ia mencoba melepaskan diri dengan meronta dan memukuli lengan Mean sampai akhirnya Mean tersadar melihat wajah Plan yang sudah memerah dan ia melepaskan dirinya.

Plan terbatuk dan terus terbatuk. Ia mengatur napasnya dan memegang lehernya dan kemudian tak bisa menahan tangisnya. Ia mengurai air mata dan duduk sambil meringis juga.

"Pergi! Aku sudah selesai denganmu!" bentak Mean. Ia beranjak ke kamar mandi. Plan berjalan terhuyung. Ia mengambil pakaiannya dan dengan menaha sakit, ia mengenakan pakaian itu dan pergi meninggalkan kamar hotel.

Air matanya terus mengalir. Selama di dalam taksi, ia hanya bisa meratapi nasibnya. Tahukah Mean yang terjadi kepada mereka dulu? Haruskah ia bercerita tentang semua cerita lama yang ia ingin lupakan.

Plan bukanlah perempuan normal. seperti yang lainnya. Hidupnya penuh dengan lika-liku dan semuanya hanya membuat dirinya mengurai air mata. Mean adalah cahayanya. Meski hanya sekejap, ia bisa merasakan sebuah kehidupan yang ia sebut sebagai kesempurnaan dan kebahagiaan.

Namun, itu hanya berlangsung sekejap sebab mantan kekasih posesif dan obsesifnya yang baru saja bebas dari penjara kembali hadir dalam kehidupannya dan menghancurkannya.

Alasan Plan putus dengan Mean aslah karena mantan pacarnya yang mengancamnya akan membunuh Mean jika ia tak melepaskannya, dan ia tak main-main sebab kenyataanya Mean memang benar-benar dicelakai olehnya. Kecelakaan di lift dan mobil adalah ulahnya.

Plan tak punya pilihan kecuali menghindari Mean. Ia kembali ke kampung halamannya di Kancanaburi. Suatu malam, setelah mengalami penyiksaan fisik dan pelecehan seksual, Plan terlibat dalam pergumulan yang serius di atas ranjang dan itu membuat Plan harus mempertahankan dirinya. Ia mengambil gunting di dekatnya dan menusukkanya ke perutnya dan mantan pacarnya itu mati terkapar.

Gegara ini, Plan dimasukan ke penjara. Seharusnya ia dihukum selama lima tahun, namun karena ia berlaku baik, masa hukumannya dikurangi menjadi 3,5 tahun. Setelah ia keluar dari penjara, ia luntang lantung untuk sementara dan tak ada yang mau menerimanya bekerja kecuali Klub Hive.

Awalnya ia hanyalah seorang cleaning service di sana dan lama kelamaan, ada banyak tamu yang menyukai dirinya dan Phi Gong kemudian melatihnya menjadi seorang escort. Begitulah kehidupannya sampai akhirnya ia disewa oleh Mean malam itu.

Taksi melaju kencang, membuat Plan bangkit dari lamunan masa lalunya yang kelam. Ia tengah memperbaiki posisi duduknya saat taksi tetiba oleng dan jatuh terbalik karena terserempet truk dari arah yang berlawanan tepat di belokan. Mobil menabrak pohon dan Plan dan sang sopir taksi ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri dan bersimbah darah.

***
Mean dan Neena bergandeng tangan berjalan menuju lift rumah sakit dari arah parkiran di basemen. Mereka masuk ke dalam lift bersama beberapa orang lainnya. Mereka hendak melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum melakukan pernikahan.

Lift berhenti di lobi dan membuka. Seorang perempuan dengan tongkat pembantu tuna netra memasuki lift dengan perut yang buncit. Mean menoleh ke arah perempuan itu dan ia menganga. Plan tengah berjalan masuk dan berkata permisi kepada semua orang di sekitarnya sambil tersenyum ramah. Plan berdiri tepat di depan membelakanginya. Mean masih menganga. Ia tak bisa berkata-kata. Hanya diam dan melihat gadis yang berdiri di depannya itu.

Sudab hampir tujuh bulan sejak kejadian itu dan sekarang mereka bertemu lagi dan Plan dalam keadaan hamil? Dan ada apa dengan matanya? Mean hanya bisa menatapnya.

Seorang lelaki yang iba melihat keadaannya bertanya kepadanya mengenai lantai yang ia tuju. Ia mengatakan lantai 7. Sang lelaki kemudian menekan tombol lantai 7. Di lantai 2 lift membuka lagi dan kali ini seorang perawat masuk.

"Khun Plan, apa kabar?" tanya sang perawat yang bernama Mook sambil tersenyum.

"Aku sehat, Khun Mook. Bagaimana dengan Khun?" tanya Plan dengan sopan.

"Aku baik. Sudab waktunya cek? Kau sudah buat janji dengan dr. Nune?" tanya Mook lagi.

"Iya, sudah," sahut Plan ramah.

"Baiklah. Sampai jumpa lagi," ujar Mook saat pintu lift membuka di lantai lima.

"Iya, sampai jumpa," ujar Plan sambil tersenyum.

Mean dan Neena keluar di lantai enam. Mean harus melewati Plan dan Plan agak terhenyak saat ia mencium bau tubuh Mean yang melewatinya. Ia seolah mengenal bau itu dengan baik. Namun, saat Mean keluar dan menjauh darinya, Plan kembali pada keadaannya.

Plan keluar di lantai tujuh dan ia kemudian berjalan menuju sebuah ruangan dengan bantuan tongkatnya. Plan tak tahu Mean mengikuti dirinya setelah ia pamit kepada Neena dengan alasan ke kamar kecil. Mean berlari menaiki tangga darurat dan mencapai lantai tujuh tepat ketik Plan tengah daftar di resepsionis.

"Permisi. Perempuan yang tak bisa melihat tadi kupikir adalah temanku sewaktu SMA. Apakah namanya Plan Rathavit?" tanya Mean kepada sang perawat yang menerima pendaftaran.

Perawat mengiyakan dan ia bahkan menjelaskan bahwa Plan tengah hamil tujuh bulan dan selalu datang sendirian tanpa suaminya. Ia juga menjelaskan mengapa ia sampai tidak bisa melihat. Itu karena Mean bertanya dengan cara yang tak membuat sang perawat curiga dan membuatnya menjelaskan dengan biasa.

Kini Mean tahu bahwa Plan tengah hamil tujuh bulan dan matanya tak bisa melihat karena kecelakaan taksi tujuh bulan yang lalu. Saat sang perawat dipanggil seseorang dan meninggalkan mejanya, Mean melihat buku pendaftaran dan dari sana ia mengetahui alamat Plan.

Mean kembali ke lantai enam dan selanjutnya melakukan yang harus dia lakukan sesuai tujuan datangnya ke rumah sakit.

Bersambung

Track 6 Mean and Plan Short Stories CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang