GLOOM

443 40 3
                                    

"Ada apa denganmu, Mean? Kenapa wajahmu kau tekuk seperti itu?" Plan menatapnya. Mean baru sampai si kondo dan ia mengamati Plan yang sejak tadi mempersiapkan makan malam di dapur.

"Nanti saja bicaranya. Sekarang kita makan malam dulu!" ujar Mean. Wajahnya masih tampak sedih. Mereka makan dalam hening. Beberapa kali, Plan mencuri pandang ke arah Mean yang duduk di depannya dan kali ini wajahnya serius murung.

Seusai  makan mereka berbicara di ruang tengah sambil menikmati kudapan.

"Ada apa? Wajahmu lebih serius daripada biasanya," ujar Plan lagi sambil menatap Mean.

"Plan, kenapa bicara seolah kita tak akan bisa bersama di masa depan? Aku sedih dengan pernyataanmu ke media," ujar Mean.

"Hah! yang mana?" Plan kaget dan wajahnya terlihat bingung.

"Anak-anak kita berkenalan dan menjadi teman dan itu pasti menyenangkan. Aku sedih kau bilang seperti itu seolah kau dan aku akan berpisah. Dan seolah kau tak percaya soal kelanjutan hubungan kita. Apakah kau berpikir akan berpisah denganku, Plan?" tanya Mean lagim sorot matanya terlihat sangat sedih.

Plan tampak sangat kaget. Ia menatap Mean sambil berpikir. Pernyataan dia ke media karena ia khawatir orang akan membaca tentang hubungan mereka yang sebenarnya. Fans sudah terlalu banyak menemukan bukti tentang kebersamaan mereka. Jika mereka mengendus kebersamaan mereka dan kemudian kedua orang tua mereka tahu, ini akan runyam. Telebih jika media tahu. Mereka menunggu dan sudah berniat akan mengatakan yang sejujurnya kepada semuanya saat Mean berusia 26 tahun. Jangan tanya alasannya, tapu itulah keputusannya.

Plan menjelaskan alasannya. Diwawancarai oleh banyak media, Plan selalu mengalihkan jawaban dengan bilang lebih dari teman tapi bukan pacar, apalagi kalau bukan suami istri.

Faktanya memang mereka menikah secara diam-diam di luar negeri dan mereka sudah resmi  menjadi suami istri. Namun  karir mereka dan kedua orang tua mereka yang melarang saling dekat jika tak serius juga menjadi pembatas langkah mereka. Akhirnya, mereka bersepakat untuk membukanya saat Mean berusia 26 tahun.

"Maafkan aku kalau kau tersinggung soal itu. Aku tak akan  bicara lagi seperti itu jika ditanyai media. Kau memaafkan aku, bukan?" tanya Plan lagi juga dengan nada sedih.

Mean tersenyum sekarang. Ia menganggukkan kepalanya dan langsunh memeluk Plan.

"Aku sangat khawatirkan saat kau bicara seperti itu. Kupikir kau akan lari dariku," sahut Mean.

"Aku tak pernah berpikir seperti itu. Tapi, masa depan siapa yang tahu, Mean. Kau juga bisa saja tertarik dengan orang lain dan meninggalkan aku, bukan?" tanya Plan. Mereka masih dalam posisinya, saling memeluk.

"Tidak sama sekali. Hanya kau. Aku hanya cinta kau," sahut Mean dan mengeratkan pelukannya.

"Uhm, sama," sahut Plan. Mereka berpelukan lama dan kemudian saling melepaskan. Plan tersenyum sambil membelai wajah Mean lembut.

"Sekali lagi, maafkan aku!" sahut Plan. Nadanya menyesal.

"Uhm," gumam Mean. Ia mencium kening Plan dengan lembut dan kemudian memeluknya lagi.

"Ke kamar, na! Aku mau jatahku," bisik Mean.

"Uhm," gumam Plan.

"Tapi dua kali saja, ya! Aku harus pulang. Mae semakin curiga," sahut Plan.

"Iya," ujar Mean.

Mereka pergi ke kamar. Tak perlu waktu lama untuk mendengar desahan yang berlomba dari balik kamar dan setelah beberapa jam mereka keluar bersama dan Plan sudah dalam keadaan siap pulang.

"Aku pulang, ya!" ujar Plan.

"Hati-hati di jalan," ujar Mean sambil mencium kening Plan.

"Rak, Mean," lirih Plan.

"Rak, Plan," ujar Mean.

Mereka berpelukan dan berciuman sebentar dan sesudah itu Plan pergi meninggalkan kondo.

Baiklah setidaknya Plan tak akan lagi bilang hal-hal yang membuat Mean sedih. Iya, dia sudah janji.

Tamat

🎉 Kamu telah selesai membaca Track 6 Mean and Plan Short Stories Collections 🎉
Track 6 Mean and Plan Short Stories CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang