2. LAY LOW

285 44 1
                                    

Malam itu, Mean memasuki kolam renang. Ia sudah ada janji dengan Ohm, ketua Klub Renang, untuk mendiskusikan kegiatan promosi klub tahun depan. Ia tak bisa menunggu sampai rapat minggu depan, sebab ada beberapa masalah yang berkaitan dengan dana dan terbatasnya waktu.

Ia membuka pintu masuk dan memasuki deretan kursi penonton dan saat ia akan turun, ia dikagetkan dengan sebuah pemandangan yang ia sendiri tak menyangkanya. Ia mendapati Plan tengah duduk di pinghir kolam renang, memakai baju renang dan menenggelamkan kakinya ke dalam air. Ia menggigit bibir bawahnya dan sungguh di mata Mean, ia terlihat sangat sensual malam itu.

Namun, ada apa dengan raut wajahnya yang tamlak sedih itu? Sorot matanya tampak tak bahagia dan hei, apa yang terjadi? Mengapa ada bulir air mata keluar dari matanya yang indah itu?

Byar! Ia belum selesai dengan rasa herannya yang memenuhi otaknya itu, tetiba ia dikagetkan dengan Plan yang menjatuhkan dirinya ke dalam kolam renang. Ia terus tenggelam ke dalam dan ini membuat Mean panik.

Pikirannya sudah macam-macam. Jangan-jangan ia mencoba bunuh diri. Mean langsung melompat ke dalam kolam renang untuk menyelamatkan Plan. Mean menarik Plan dan Pkan kaget. Ia bergerak dan keduanya kini berada di tengah kolam renang.

"O, kupikir kau tenggelam!" Mean kaget.

"Eh? Aku hanya berlatih pernapasan," ujar Plan. Ia kaget karena Mean tetiba ada di sana.

"O, ah! Syukurlah!" ujar Mean dan ia tergelak.

"Kau pikir aku akan bunuh diri?" Plan menjadi paham sebab dengan cepat ia membaca situasi dan pikiran Mean.

"Uhm," gumam Mean sambil menggaruk kepalanya. Ia berjalan ke pinggir. Plan mengikutinya.

"Terima kasih," ujar Plan. Ia duduk di sebelah Mean di pinggir kolam renang.

"Untuk apa?"  tanya Mean.

"Karena menyelamatkan aku," sahut Plan.

"Tidak! Aku salah paham," ujar Mean, sekali lagi menggaruk kepalanya.

"Bajumu jadi basah karena aku," sahut Plan lagi.

"Tidak apa-apa. Hanya baju," ujar Mean sambil memandang Plan. Ia meneguk ludah melihat tubuh Plan dalam balutan baju renang.

"Sebaiknya aku ganti baju dulu!" uajr Plan sambil beranjak dari duduknya.

"Ya, sebaiknya begitu," ujar Ohm dan Fluke tetiba dari kejauhan sambil menatap Mean dan tersenyum menggoda.

"Kau ikut denganku," ujar Ohm lagi.

"Iya," jawab Mean.

Mereka kemudian berjalan menuju ruang ganti lelaki dan tak lama Mean sudah berganti baju dengan baju seragam anak Klub Renang.

"Kembalikan nanti," ujar Ohm.

"Uhn," sahut Mean.

Mereka berdiskusi soal  klub mereka dan setelah satu jam mereka mencapai sebuah kesepakatan. Mean kemudian pamit. Namun, sebelumnya ia bertanya soal Plan yang menggunakan fasilitas kolam renang di luar jam pengguna kampus secara umum.

Dari Ohm, dia tahu bahwa Plan bekerja paruh waktu membersihkan kolma renang dan oleh karena itu, pelatih dan penanggung jawab kolam renang memberinya izin untuk berenang kapan saja.

"Dia baru saja keluar, kalau kau ingin bicara dengannya," ujar Fluke sambil tersenyum.

"Benarkah?" Mean langsung sumringah dan tanpa pikir panjang, ia segera berlari keluar dan pamit kepada Ohm dan Fluke. Keduanya saling menatap dan tersenyum. Mereka sangat paham arti sikap Mean itu.

***
"Kau belum pulang?" tanya Plan. Ia kaget saat seseorang memanggilnya dari belakang dan saat ia menoleh Mean berlari ke arahnya.

Mean menggelengkan kepalanya seraya mengatur napasnya yang ngos-ngosan karen berlari. Plan memberinya air.

"Kita terlalu sering bertemu secara kebetulan," ujar Plan.

"Di klinik, di perpus, sekarang di kolam renang," sahut Plan lagi sambil tersenyum. Mean diam. Responsnya hanya mengangguk karena ia masih mengatur napas sengalnya.

"Aku menyukaimu. Mau jadi pacarku? Kau sudah punya pacar?" Mean tetiba mengeluarkan semua pertanyaan itu dan itu membuat Plan menganga.

"Pertanyaanmu banyak sekali!" Plan menatapnya dengan wajah malu dan kikuk. Mean juga sama. Keduanya terlihat sangat canggung. Mereka diam dan saling memalingkan wajah sambil tersenyum.

"Aku belum punya pacar," sahut Plan setelah beberapa lama mereka hening.

"Benarkah?" Mean tersenyum.

"Uhm," sahut Plan lagi sambil mengangguk.

"Jadi, uhm..., " sahut Mean sambil menggaruk kepalanya dan dengan wajah yang malu.

"Iya, oke," sahut Plan.

"Oke, apa?" Mean memastikan. Ia menatap Plan dalam dan serius.

"Aku mau jadi pacarmu,  tapi, uhm, bisakah kita simpan untuk kita saja? Aku belum siap untuk membuat semua orang tahu soal kita," sahut Plan menjawab dengan serius.

"Ya, aku tak keberatan," ujar Mean sambil mendekati Plan. Plan diam di tempatnya.

"Jadi, sekarang kita jadian?" Mean memastikan.

"Iya," jawab Plan pelan sambil menunduk.

Mean tersenyum. Ia mendekati Plan. Plan menatapnya. Mean mendekatkan wajahnya. Plan sudah tahu tujuannya. Ia memiringkan kepalanya dan memejamkan matanya dan mereka berciuman. Mereka berciuman cukup lama dan setelah itu saling melepaskan dan menatap sebentar dengan canggung dan malu-malu.

"That was  nice!" lirih Plan sambil berdehem.

"Apa? Kau belum pernah berciuman?" Mean terlihat kaget.

"Hanya belum pernah merasakan yang seperti itu sebelumnya," ujar Plan sambil berdehem malu.

"Aaah! Aku lega kau menyukainya," lirih Mean sambil menggaruk lagi kepalanya.

"Ayo pulang!" lirih Mean sambil menjulurkan tangannya. Plan menatapnya sebentar lalu menerima uluran tangan itu. Kemudian, mereka berjalan bergandengan menuju tempat parkir mobil.

"Mmmmmph," desah keduanya dan bunyi kecipak ciuman terdengar dari dalam mobil  Mean yang terparkir di depan dormitori Plan.

"Sampai jumpa," lirih Plan sambil tersenyum.

"Uhm, Fandinaa, Plan," ujar Mean sambil mencium keningnya lembut dan Plan merasakan kehangatan yang membuat jantungnya berdebar kencang.

"Fandinaa, Mean," bisik Plan.

Mereka berciuman sekali lagi dan kemudian berpisah malam itu. Mean dan Plan  memulai hubungan mereka secara rahasia. Mereka selaly bertemu di luar kampus dan perlahan keduanya saling mengenal dan merasakan nyaman.

Bersambung










Track 6 Mean and Plan Short Stories CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang