3. ROLLING

243 40 7
                                    

Plan duduk di sebelah Tee yang tertidur lelap dengan Gucci. Ia menatap keduanya seraya tersenyum. Perlahan tangannya mengelus kepala anak lelakinya itu dengan lembut.

"Dia anakku?" suara Mean membuat Plan menghentikan kegiatannya. Mean berada di ambang jalan masuk gazebo.

"Anak kita," ujar Plan dengan lirih. Ia menyimpan jari telunjuknya di bibirnya, meminta Mean untuk mengecilkan suaranya.

Mean menurut dan ia berjalan mendekati Plan. Mereka kemudian berjalan keluar dari gazebo dan berbicara tak jauh dari sana. Pemandangan anaknya tidur masih bisa dilihat dengan jelas dari taman itu.

"Apa kabar?" ujar Plan dengan ramah. Mereka berdiri berhadapan.

"Kaget, kurasa!" jawab Mean dengan agak sedih dan kesal.

"Ya, dunia selalu dipenuhi dengan kejutan," jawab Plan.

"Aku sempat mencarimu, tapu kau seperti hilang ditelan bumi," sahut Mean.

"Wah, itu aku kaget! Kupikir kita menikmati waktu kebersamaan kita. Kurasa aku harus merasa tersanjung," sahut Plan sambil tersenyum.

"Di mana kau kenal kakakku? Dia tahu tentang kita?" tanya Mean lagi.

"Dunia ini sempit, na! Aku bahkan tak tahu dia kakakmu. Wajahnya memang mengingatkan aku kepadamu, tapi sikap kalian jauh berbeda. Jangan khawatir, dia tak tahu. Kalaupun jika ia tahu, kurasa ia tak akan peduli. Kau jelas tahu dia," sahut Plan lagi.

"Ah, hampir lupa!" sahut Plan. Ia mengambil sebuah kotak kecil dari tasnya.

"Ini," ujar Plan.

"Apa?" tanya Mean sambil menerimanya.

"Kado pertunanganmu, tentu saja," ujar Plan.

Mean menerimanya lalu membukanya dan ia membelalakkan matanya.

"Ini cincin," ujar Mean.

"Iya, untukmu," sahut Plan.

"O, dan ini," ujar Plan. Mean mengangkat kepalanya melihat Plan dan ia kaget saat bibir Plan sudah berada di bibir Mean. Mean melotot.

"Plan!" Mean kaget.

"Semoga kau bahagia!" ujar Plan sambil mengedipkan satu matanya dan tersenyum. Ia hendak berbalik, tapi Mean menarik lengannya dan ia memeluk Plan dan mencium bibirnya.

"Aku mau lebih dari ini!" desah Mean.

"Sampai jumpa di Peninsula, kalau begitu. Malam ini kutunggu kau di sana kamar 304, na!" bisik Plan. Ia kemudian mendorong Mean dan tersenyum.

"Bye," ujar Plan sambil dengan cepat berbalik dan melambaikan tangannya. Mean menatap punggungnya dan ia kemudian tersenyum.

Plan memasuki gazebo. Ia menggendong Tee dan mengelus Gucci sejenak. Ia pergi ke ruang tamu utama dan menghampiri Lee. Mereka berbicara sejenak dan Lee lalu menganggukkan kepalanya.

Lee pamit kepada semuanya termasuk Mean. Plan juga melakukan hal yang sama dam sejenak menatap Mean dengan pandangan yang penuh makna. Mereka kemudian pergi meninggalkan tempat acara.

***
"Mmmmph, mmmmph!" Mereka berpelukan seraya berciuman lama dan dalam. Mereka benar-benar saling merindukan. Kegiatan ini berlangsung cukup lama dan tak ada apapun yang menghalangi.

Saat ini mereka merebah di ranjang. Keduanya masih mengenakan pakaian. Mean berada di atas Plan dan mereka saling menatap dengan penuh kebahagiaan.

"Kenapa kau harus jadi kakak iparku? Aku mencintaimu," lirih Mean sambil membelai kepala Plan dengan lembutnya.

"Aku juga sangat mencintaimu," bisik Plan sambil menarik wajah Mean ke dekatnya dan mengangkat kepalanya untuk menggamit bibir Mean. Mereka berciuman lagi dan setelah agak lama mereka saling melepaskan dan kemudian mulai saling menanggalkan pakaian.

Track 6 Mean and Plan Short Stories CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang