2. GOING DEEP

435 53 3
                                    

"Mean, buruan! Ini di kelas, nnnngh, aaah, sssh, hmmmm!" rintih Plan. Mereka melakukannya di atas meja guru di ruang kelas.

Sore itu, Mean bergegas menuju klinik. Ia mendengar Neena jatuh dan ada di klinik. Saat ia memasuki klinik, alih-alih mendengar rintih kesakitan Neena, ia malah mendengar rintih kenikmatannya dan perlahan ia mendekati ruangan tempat suaranya berasal dan mengintip Neena dan Joss yang tengah asyik bercocok tanam du atas ranjang klinik.

Itu pertama kali ia melihat Neena yang binal dan dipenuhi dengan berahi dan tetiba ia mengingat wajah Plan dan ia juga ingin melakukan hal yan sama yang Joss dan Neena lakukan kepada Plan.

Mean melihat mereka berciuman hangat dan ia bahkan kaget setelah mereka selesai, Neena memintanya lagi dan Neena bahkan sangat brutal menunggangi Joss. Mean meneguk ludah, ia mundur perlahan dan meninggalkan ruangan.

"Ada apa?" Plan menerima telepon dari Mean.

"Di kelas. Guru memintaku mengecek beberapa dokumen. Kenapa?" tanya Plan. Jelas itu bukan jadwal mereka bertemu.

"Tunggu di sana," ujar Mean dan ia langsung menutup telepon. Tak lama kemudian, Mean muncul di hadapan Plan. Plan kaget. Ia belum semoat berkata apapun sebab Mean sudah menaikkanya ke atas meja dan menangkup wajahnya lalu hampir akan mencium bibirnya jika saja Pkan tak mendorongnya.

"Sudah kubilang jangan menciumku! Brengsek kau!" nada Plan kesal.

"Kenapa? Kau menyukaiku, bukan?" Mean mengernyitkan alisnya.

"Tapi kau tak menyukaiku. Nikmati saja yang bisa kau nikmati sekarang," ujar Plan kesal dan akhirnya Mean hanya melakukan rutinitas biasanya, menikmati bagian leher sampai bawahnya saja. Mereka berbenah seusai bermain. Plan kembali pada pekerjaannya.

"Kau tak akan pulang?" tanya Mean saat Plan malah kembali menuliskan sesuatu pada dokumen.

"Ya, nanti, setelah selesai. Aku harus menyelesaikan ini. Besok aku ada janji dengan Est dan An," ujar Plan sambil masih pada pekerjaannya.

"Est dan An!" Mean menatap Plan dan berkata dengan nada heran.

"Temanku waktu di Prancis. Mereka sedang liburan. Aku mau menemani mereka besok," ujar Plan lagi.

"Uhm," gumam Mean.

"Aku duluan," ujar Mean.

"Uhm," gumam Plan. Ia sama sekali tak melihat Mean pergi. Ia masih berkutat dengan dokumen di depannya.

Mean tak tahu, air mata Plan berlinang. Semakin hari semakin berat menjalani cinta bertepuk sebelah tangan itu. Dulu, ia pikir, mungkin dengan koneksi di bagian bawah itu, Mean bisa menyadari cinta yang begitu besar darinya. Namun, tampaknya perasaan hatinya itu sama sekali tak tersampaikan pada hatinya. Benangnya benar-benar putus dan entah terkapar di mana. Setelag hampir satu tahun berjalan, Plan tak bisa meluluhkan keteguhan cinta Mean kepada Neena.

Sementara itu, Mean berjalan menuju tempat parkir. Ia melajukan mobilnya dengan otaknya yanh diokupasi banyak pertanyaan. Est dan An itu lelaki atau perempuan? Jika lelaki, apakah hmmm, mereka pernah melakukannya dengan Plan?

Kenapa berpikir seperti itu, Mean?

Masih ada banyak lagi pertanyaan di otak Mean. Kenapa Mean menjadi lebih hapal bau Plan daripada Neena? Lebih sering membayangkan atau berfantasi dengan Plan dan bukan Neena? Lebih selalu ingin bertemu Plan setiap harinya daripada Neena? Dan sungguh ia penasaran dengan bibir Plan yang merah dan penuh itu. Pernahkah bibir itu menyentuh bibir lainnya selain naganya?

Mean sudah gila. Ia hampir menabrak seseorang jika saja ia tak segera sadar dari lamunannya itu bahwa ia tengah menyetir. Ia merebahkan dirinya di atas ranjang memegang pelipisnya dalam-dalam dan memejamkan matanya.

Track 6 Mean and Plan Short Stories CollectionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang