part 3

64 2 0
                                    

alan apartemen

"alan, kamu pagi ini berangkat sama pak dias?" teriak emili dari telfon kepada kakak laki-lakinya itu.  yang diteriaki oleh gadis itu hanya diam dan berfikir sebentar "ya, karna nanti malam ada acara makan malam sama klien jadi kakak sama pak dias aja,"

"Bagaimana jika sendiri saja? karna aku butuh sopir hari ini?"

"Kemana supirmu?" Tanya alan dengan wajah binggung menatap handphonenya.

"Sedang sakit, aku tidak ingin naik taksi online hari ini, jadi pinjamkan aku supir, oke alan?"  jawab emili panjang lebar menjelaskan

"Ok," singkat dari alan.
Lalu telfon terputus.

Alan sanjaya anak pertama dari keluarga sanjaya, pemilik perusahaan arsitektur di indonesia. Dan alan bekerja sebagai arsitek di perusahaan keluarganya tersebut. Tidak mudah untuk mengalahkan egonya sendiri untuk bekerja disini, namun dia dengan segala pemikiran yang sudah dipirkan nya bertahun-tahun akhirnya mau untuk bekerja di perusahaan milik ayahnya tersebut. Dia memiliki seorang adik perempuan, emili sanjaya yang sedang menempuh pendidikan kedokteran di inggris, dan sedang berlibur di indonesia.

Sampainya dikantor alan langsung membaca berkas dari klien terbarunya hari ini.
"Apakah hari ini aku bertemu klien?" Tanya alan kepada sekretaris pribadinya, 
"Ya, hari ini anda bertemu dengan klien setelah makan siang diruangan meeting seperti biasa" jawab tika dengan lancar, tika adalah sekretaris alan sejak 4 tahun yang lalu, tika sudah menjadi sekeretaris dari awal alan bekerja di kantor ini.

"Baiklah, hanya itu untuk hari ini?" Tanya alan kembali

"Ya hanya itu, selebihnya anda hanya akan membaca berkas-berkas ini" jawab tika sambil memandang berkas-berkas yang ada dimeja alan.

"Baiklah tika, aku akan membacanya" alan menjawab dengan senyuman yang dipaksakan.

"Ok bapak, semangat bekerja" tika langsung keluar setelah mengucapkan kalimat tersebut, dan tertawa diluar ruangan alan. Rekan kerja selama bertahun tahun membuat mereka kadang berbicara informal terhadap satu sama lain.

Alan sibuk dengan berkas yang ada di mejanya, hingga telfonnya berdering, dan ia segera memgangkatnya. "Ya, emili ada apa? " tanya alan langsung.

Emili yang ditanya hanya diam cukup lama hingga kemudia alan langsung menanyakan kembali "what wrong emili? Kau membuatku khawatir".

"Alan aku tak tahu apakah ini benar atau salah tapi aku tak bisa untuk tak menelfon, aku melihat kak ara di mall barusan, dan aku terkejut hingga tak sadar menelfonmu begitu saja" jawab emili dengan tenang, mungkin setelah dia menenangkan dirinya sendiri.

"Ya emili kamu salah menelfonku hanya untuk mengatakan itu, dan kenapa kamu begitu kaget, kamu tahu dia masih hidup dan mungkin saja dia bisa bertemu denganmu dimana saja" alan berusaha tenang menjawab adiknya tersebut.

"Yah bagaimana aku tak kaget, ini sudah 3 tahun aku tak bertemu dengannya, aku kira dia tak di jakarta lagi" dia menjawab dengan wajah cemburut dan berusaha agar tak mengeraskan suara.

"She still in jakarta, dia bekerja disini, sudahlah" alan langsung mematikan telfon dan meletakkannya dengan keras.

"Emili,emili, kamu benar benar merusak mood ku hari ini" alan berkata lirih.

Alan hanya diam setelah itu, dia hanya termenung dan tak melakukan apapun, alan merasa senang arindra baik-baik saja, dan selama ini dia percaya bahwa mantan kekasihnya itu memanglah wanita kuat, dan akan selalu baik-baik saja.

Alan tetap melanjutkan pekerjaannya hari ini dengan lancar, setelah makan siang dia menemui klien dan setelah 4 jam ia selesai, kemudian pulang kerumah.
"Tika aku pulang cepat hari ini, Have a nice weekend," ujar alan seraya tetap berjalan tanpa menghentikan langkahnya.
"Ok sir".

Apartement alan

Alah sedang menonton serial netflix di salah satu ruangan didalam apartementnya. Tak lama ia mendengar suara bel.
"Siapa lagi  yang menggangu weekend tenang ku sekarang" ia mengeluh sendirian namun tetap berjalan kearah pintu.

"Oh emili"
Kemudian membukakan pintu untuk adiknya tersebut
"Halo brother, bagaimana minggu ini, apakah pekerjaanmu menumpuk?"
Ujar emili seketika itu juga.

"Not bad" alan hanya menjawab singkat.
"Apakah karna kabar dariku tadi siang, membuat mood mu buruk?" Tanya emili langsung.

"Kamu benar benar tak punya penyaring ucapan ya" alan terkekeh melihat bagaimana adiknya dengan tenang membicarakan hal yang sangat sensitif untuknya.
"Aku hanya berkata yang aku fikirkan, apakah benar?"

"Ya, aku hanya terfikirkan sedikit, tidak terlalu membuatku marah padamu"
"Ya, aku tau, demi dia kau bisa marah padaku"

Alan hanya tertawa mendengar itu.
"Apakah melupakannya selama itu?"
Emili kembali bertanya dengan pertanyaan tajamnya.
"Apakah kamu belajar bagaimana menyakiti hati orang lain selama kuliah sister?"
Alan membalas dengan pertanyaan, tidak menjawab.
"No, of course no. I just ask you, kalau tidak mau jawab, it's ok"
Alan hanya diam kemudian menjawab
"Jika mudah, kamu telah memiliki kakar ipar hari ini"








another timeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang