"are you oke"
"i'm not oke"
mereka larut dalam diam, tak ada suara apapun, bahkan nafas merekapun tidak terdengar melalui telfon. ara diam sambil berfikir apa yang akan ia katakan lagi. ia tak tahu apa yang terjadi dan ia tak terlalu ingin tahu, ia merindukan alan, namun ia tak ingin lagi masuk kedalam kehidupan alan kembali.
"kamu masih ditempat andre? pergilah pulang, istirahat, itu akan membantu" ara telah memikirkaan baik-baik apa yang akan ia katakan.
alan diseberang sana yang sudah duduk diatas ranjang apartemen nya, tersenyum mendengar itu, ia sudah bersiap untuk telfonan tersebut akan dimatikan ara setelah ia mengucapkan kalimat tersebut, namun ternyata tidak, ia mendapat balasan kalimat yang cukup panjang.
"udah pulang" alan menjawab singkat, ia sudah terlalu merindukan suara ini, hingga ia tak bisa menahan untuk tak menelfon setelah tadi sore mereka bertemu.
"oh gitu, yasudah, istirahat" ara sudah tenang, setelah pikiran dan nafasnya kacau sejak menjawab telfon, ia kembali merebahkan badannya, dan berusaha tetap santai dan singkat menjawab.
"ga bisa"
dan yang ara fikirkan setelah mendengar kata-kata tersebut hanyalah, oke saatnya mematikan telfon. tapi ia tak ingin seperti itu lagi, ia malas dan sudah sangat sering disalahkan orang-oarng tentang kebiasaan mematikan telfon sembarangan.
"aku akan matikan ini lagi"
dan alan terdiam masih dengan senyum diwajahnya, "masih sama, namun dengan cara yang sedikit sopan hari ini" ia bergumam di dalam hati.
"hmm" ara mengecek apakah alan tidak akan berbicara apapun lagi.
"aku masih ingin bicara" alan dengan cepat menjawab.
"ya, silahkan"
"kenapa tadi ga mau diantar pulang" alan berujar dengan suara kecil, ini salah satu alasan ia berani menelfon karna tadi mereka bertemu, ia tak bisa menahan keinginannya tersebut. dan itu juga bisa menjadi pertanyaan untuk ara, orang yang selalu berfikir bahwa menelfon hanya untuk hal penting, ia tak habis fikir bagaimana selama ini ara selalu deg-degkan karna menerima telfon, dan selalu dengan pertanya, "ada apa?" kepada setiap orang yang menelfonnya.
"karna udah ada mbak nadia yang akan ngantar, jadi ga perlu" ara menjawab jujur.
"kalau ga ada tante nadia tadi, mau diantar pulang", tanya alan
"ga tau juga" jawab ara.
"are you fine about that?" tanya alan kembali
"about what?" ara kembali menjawab, ia jujur tak paham maksud dari pertanyaan alan barusan.
"kita bertemu tadi setelah sekian lama" ujar alan, alan tak merasa bahwa ia tak pantas untuk menanyakan ini, karna ia paham mereka telah lebih paham dan dewasa dengan apa yang sedang terjadi.
"that's oke, i'm fine, i know, someday we will meet, dan ya hari ini kita ketemu" ara menjawab dengan tenang dan mengutarakan apa yang ia pikirkan.
"ya, aku juga berfikir begitu, kita masih di kota yang sama, dan sutau hari pasti akan bertemu, senang bertemu dengan mu" alan berkata dengan jujur juga, walaupun banyak yang ingin ia katakan lagi, namun ia rasa cukup untuk sekarang.
"me too" ujar ara
"bye"
"bye"
telfon mati begitu saja, ara terdiam sambil menatap walpaper handphone yang hanya berlatar hitam. ia tak mau memikirkan apapun untuk saat ini, ia hanya ingin diam dan termenung sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
another time
Romancearindra bekerja sebagai editor di salah satu perusahaan penerbit, orang yang introvert dan hidup dengan zona nyamannya sendiri. alan seorang cowo yang bebas, tidak ada yang rumit dihidupnya, atau mungkin ada yang rumit,yaitu bekerja sebagai arsite...