Siang ini Doni membawa bekal sendiri, bersama Jeffrey. Ini belum tanggal tua, sebenarnya mereka hanya mengadu kemampuan memasak. Semalam keduanya saling menyalahkan satu sama lain dalam permainan memasak di ponsel. Wandi yang mendengar perdebatan tidak berguna itu melalui discord mengatakan kalau sebaiknya menunjukkan kemampuan masing-masing dengan membawa bekal.
Maka siang ini Jeffery membawa masakan nasi goreng ayam, sementara Doni dengan nasi putih beserta ikan bakar nila. Keduanya meminta mas Bounji termasuk Wandi untuk menilai.
Mas Bounji satu divisi dengan Wandi, ciri khasnya selalu membawa makan siang buatan sang Istri. Biasanya Jeffrey menghindari laki-laki itu, sebab berbicara padanya diluar pekerjaan hanya akan diisi dengan petuah pernikahan, atau betapa dia mencintai istrinya.
Jeffrey 'kan nggak relate sama begituan.
Iri sih sebenarnya.
"Waduh. Sudah duduk rapi semua. Saya berasa jadi guru sekolah." Mas Bounji sumringah meletakkan bekalnya yang berwarna ungu itu. Warna kesukaan sang Istri. Sampai Jeffrey sudah terbiasa melihatnya. Mirip terong nggak sih? bisik Doni.
"Mas tinggal nyicip aja masakan mereka." Wandi mengambil duduk di sebelah mas Bounji dan memberikan sendok makan untuk laki-laki itu. "Saya yang nilai visual."
"Kenapa nggak ikut makan juga, Wan?"
"Saya udah makan, Mas. Lagian, saya buta rasa." Wandi melirik kedua temannya yang duduk di seberang meja, sedang mengeluarkan kotak bekal masing-masing. Sebenarnya Wandi belum makan, tapi dia lebih memilih untuk berbohong daripada harus menyicipi masakan teman-temannya. Sudah cukup satu kali saja kedua temannya itu menjadi chef dadakan ketika dirinya sakit. Wandi tidak ingin masuk ke lubang sekarat yang sama. "Di lidah saya semua makanan enak, jadi bingung kalau dihadapkan soal begini. Kalau Mas 'kan istrinya koki, jadi pasti tau lah ya gimana ngasih penilaian untuk rasa masakan mereka."
"Hooo ... kamu bisa aja." Mas Bounji mengusap janggut tipisnya dengan kedua alis naik turun. "Jadi makanan siapa dulu yang saya rasain?" Doni dengan cepat menggeser piringnya ke hadapan mas Bounji.
"Punya saya aja dulu, Mas. Saya ada hmm ... janji."
"Sama siapa?" Jeffrey bertanya dengan kerutan dahi. "Sok penting banget lo."
"Anak baru yang baru masuk di sini itu, ya? Emma bukan? Tadi pagi saya lihat kamu boncengan motor sama dia." Mas Bounji tersenyum nakal. "Doni seleranya yang muda-muda, ya."
"Oooooohhhh, sama Emma." Jeffrey dan Wandi melihat laki-laki bermata kelinci itu dengan seringaian menyebalkan. "Biasanya divisi Doni memang sering nerima anak-anak baru sih, Mas, mana dominan cewek. Yah, kita yang divisinya yang kebanyakan cowok, can't relate." Wandi mengusap dagunya yang baru saja dia cukur beberapa hari yang lalu.
"Nggak puas satu atap, ya?" Jeffrey berbisik, Doni mendelik.
Untuk sesaat, mas Bounji melihat masakan Doni dan berkata kepada Wandi, "Menurutmu gimana dari segi visual?"
"Saya sih suka liat nila bakarnya, Mas. Enak gitu. Cuma karena ditaroh di kotak bekal jadi nggak menarik. Mirip mi goreng keras yang dibawa pas mau berenang." Mas Bounji dan Jeffrey terbahak pada pernyataan spontan Wandi. "Sorry, Don. Emang kenyatannya gitu. Nasi lo emang nggak menarik. Ikan nila lo yang nyelamatin."
Di sela-sela tawanya, Jeffrey melihat kotak bekal Doni berwarna hijau cerah itu, lalu tawanya semakin pecah. "Bener kata Wandi, mirip anak-anak SD yang mau berenang."
"Kotak bekal nggak masuk penilaian, ya," protes Doni. "Cuma visual makanan sama rasanya."
Wandi mengangguk. "Next time, lo pilih-pilih lah warna kotak bekalnya. Hijau begini cocoknya isi jajanan ringan, atau buah-buahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SECRETARY
RomanceBukan, ini bukan cerita cowok jadi CEO dan cewek jadi sekretarisnya. Tapi ini kebalikannya. y e l l o w ㅡ p r o j e c t (1)