2 | Mampusin Jangan?

34.1K 6K 781
                                    

"Andrea." Athena memanggil tunangannya ketika telah berada di ruang tunggu. Andrea berdiri dari duduknya dan mengerutkan dahi tidak suka ketika menemukan sekretaris Athena berdiri tepat di belakang wanita itu dengan pandangan lurusnya.

"Athena." Andrea menarik wanita itu kepadanya dan berkata kepada Jeffrey, "Tolong buatkan kopi."

Jeffrey menatap sekilas Athena, dan wanita itu mengangkat kedua alisnya memintanya untuk segera melakukan apa yang dikatakan oleh Andrea. Jeffrey kemudian sedikit membungkuk lalu menutup pintu ruangan itu.

"Ada apa?" tanya Athena langsung. Andrea menarik sedikit sudut bibirnya ke atas memuji bagaimana netra wanita itu terlihat menakjubkan.

Andrea tersenyum heran dengan pertanyaan lawan bicaranya. "Nggak boleh ya, datang ke tempat kerja tunangan sendiri?"

Athena menepis pelan tangan Andrea yang akan mengusap kepalanya. "Aku sibuk. Kamu juga, kan?"

"Kopiku juga belum datang. Nantilah."

Athena memerhatikan laki-laki itu duduk di sofa sekarang sementara dirinya tetap berdiri melipat kedua tangannya ke depan.

"Kenapa di situ? Sini duduk. Kita ngobrol-ngobrol," bujuk Andrea menepuk sebelah sofanya yang kosong.

"Langsung saja. Kamu mau ngomong apa? Aku sibuk sekarang.""

"Iya deh yang sibuk." Andrea menyilangkan kaki kirinya di atas kaki kanan dan mulai berbicara dengan serius.

"Kamu nggak bisa ganti sekretaris perempuan aja?"

Athena menghela napasㅡsudah menduga, laki-laki itu pasti akan membicarakan hubungan omong kosong antara dirinya juga Jeffrey.

"Jeffrey itu kerjanya bagus, Andrea. Dia cepat juga teliti. Bukannya aku meragukan kemampuan perempuan, tapi mengingat Jeffrey itu laki-laki, fisik dia jauh lebih kuat dari perempuan. Dan aku sering kasih dia tugas tambahan di luar kewajiban dia dimana aku sangat yakin kalau sekretaris perempuan nggak akan bisa melakukannya."

"Tugas apa memang yang kamu kasih diluar kewajiban dia itu?" tanya Andrea sinis.

Bantuin penjaga di depan gedung biar wartawan nggak masuk kantor. Athena tidak mungkin mengatakan itu. Sangat aneh, menurutnya.

"Intinya aku sama dia nggak ada hubungan yang aneh-aneh. Kamu sebaiknya berhenti berpikir seperti itu."

Lalu tiba-tiba pintu diketuk dua kali dan menampakkan Jeffrey dengan dua cangkir kopi di tangannya.

"Kamu keluar." Jeffrey awalnya terkejut, karena mengira dirinya yang diusir oleh Andrea. Ternyata dia salah. Pria itu mengusir Athena. Gila, tunangan sendiri diusir.

Eh bentar, terus ini kopi satunya gimana?

"Aku mau ngomong empat mata sama sekretaris kamu ini," lanjut Andrea dengan pandangan merendah ke arah Jeffrey.

Jeffrey meneguk air liurnya susah payah dan Athena menatap kepadanya sebentar. "Aku nggak mau dengar keributan apapun." Athena memberi peringatan kepada Andrea dan meninggalkan kedua laki-laki itu di dalam ruang tunggu.

Mampus gue, mampus gue! Jeffrey membatu di tempatnya ketika Andrea menatapnya seperti bos mafia yang ada di film-film action. "Nggak duduk, Jeff?" Andrea berkata dengan suara yang baik tapi ekspresi wajah laki-laki itu begitu jelas tidak menyukainya.

Sesaat Jeffrey berpikir, dirinya sekarang sedang dalam adegan drama dimana dirinya adalah orang ketiga dari kedua tokoh utaman ini. Kemudian akan memperebutkan si tokoh wanita dan berakhir dimana dia yang memenangkan hati wanita tersebut. Iya, mengkhayal aja terus, Jeff!

Jeffrey kemudian duduk di seberang laki-laki itu dengan wajah yang masih samaㅡkaku.

"Jadi, Anda mau bicara mengenai apa?" tanya Jeffrey mencoba profesional mengingat pekerjaannya saat ini.

"Santai aja ngomongnya. Nggak usah formal gitu." Andrea mengubah posisi duduknya menjadi kedua tangan yang saling bertaut di atas kedua paha memamerkan otot lengannya yang terbentuk jelas dalam balutan kemeja biru mudanya.

Cih, masih keren punya gue. Jeffrey menyindir tunangan atasannya itu dalam hati.

"Lo sudah ngapain aja sama tunangan gue?"

Jeffrey mengerutkan dahi terkejut dan bingung secara bersamaan.

"Maaf, saya tidak mengerti kemana arah pembicaraan Anda." Jeffrey tidak akan mengubah pembicaraan formalnya selama itu masih di kantor karena atasannya sendiri yang berpesan demikian kepadanya.

"Nggak usah pura-pura nggak ngerti. Masa perlu gue jelasin lagi? Lo kan, sekretaris kebanggaan tunangan gue. Masa gue ngomong yang kayak gitu aja nggak paham?"

Gue paham maksudnya, tapi kenapa lo ngomong gitu tiba-tiba?!

Jeffrey sedikit mencari posisi nyaman duduknya dan mencoba berpikir sebentar menyusun kata-katanya.

"Saya paham maksud Anda. Tapi, saya tidak mengerti kenapa Anda menanyakan hal itu, dengan mengaitkan nama Ibu Athena."

Andrea mendecak hampir mengeluarkan emosinya. "Ruangan lo dan ruangan dia itu cuma bersebrangan dan untuk naik lift ke ruangan kalian butuh kartu pengenal khusus, nggak semua karyawan di sini bisa masuk. Nggak ada cctv juga di sana. Jadi sudah sangat jelas, alasan gue nanya ke lo sudah ngapain aja lo sama tunangan gue."

Jeffrey mengerutkan dahinya tidak suka dengan bagaimana laki-laki di depannya ini menilai Athena begitu buruk.

"Saya dan Ibu Athena tidak melakukan apapun. Saya hanya melakukan apa yang sudah menjadi tugas saya."

"Ngomongin soal tugas, tadi Athena bilang, dia sering ngasih lo tugas di luar kewajiban lo sebagai sekretaris. Dan gue sangat penasaran itu tugas apa. Aneh aja gitu, masa dia bilang sekretaris perempuan nggak akan bisa ngerjain tugas itu. Kan, gue mikirnya yang iya-iya. Lo tahu kan, maksud gue? Kayak lo kasih serviceㅡ"

Tangan Jeffrey spontan bergerak menumpahkan isi kopi yang ada di depanya ke arah Andrea.

"Ibu Athena suka kopi, jadi saya sering kasih service kopi nggak pakai gula. Tapi kalau kasih service numpahin kopi di kemeja mahal, kayaknya lebih cocok ke Anda."

*

"Itu bibir kenapa jadi ungu biru gitu?" tanya Doni yang membersihkan tangan di wastafel memerhatikan Jeffrey membersihkan wajahnya dengan air.

"Habis melakukan tindakan heroik buat Ibu CEO."

Doni tertawa lalu Wandi keluar dari salah satu toilet dan bergabung dengan dua temannya di wastafel. Melirik sebentar wajah Jeffrey melalui kaca, Wandi menggelengkan kepalanya.

"Mampusin jangan?"

Jeffrey mendecak kepada Wandi, "Diem lo sipit."

"Mending gue sipit, daripada kulit lo, keputihan."

"Ini anugerah dari Tuhan, bego." Jeffrey meringis saat merasakan lukanya sedikit terbuka karena berbicara dengan mulut yang terbuka lebar.

"Mampusin jangan?" Wandi kembali mengoloknya dan Doni semakin keras tertawa.

Sebenarnya Doni dan Wandi tahu penyebab luka di wajah Jeffrey. Berita Andrea yang keluar dari ruang tunggu dengan tumpahan kopi yang mencolok di bajunya dan Jeffrey yang keluar dari ruangan itu bersama wajah lebamnya, tersebar dengan cepat. Berterima kasihlah kepada mulut-mulut karyawan perempuan yang begitu hebatnya menyampaikan berita dalam waktu kurang lebih setengah jam hingga sampai ke telinga CEO mereka sekarang.

Dan setelah ini, Jeffrey harus menyiapkan dirinya menerima kata-kata menyakitkan telinga dari atasannya itu.

"Jeff," Doni menepuk bahu temannya itu dan berbisik ke telinganya.

"Gue cuma mau bilang, mampus."

SECRETARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang