13 | Dua Hal

19.6K 4.3K 528
                                    

"Eh, eh, mau kemana?" Tevan Benjamin Caridad menarik tangan Athena tiba-tiba ketika wanita itu ingin mendekati Jeffrey dan Andrea di sana yang sedang berbicara. "Kamu nggak lihat mereka lagi bicara?"

"Aku takut kejadian siang tadi keulang, Van," kata Athena dan Tevan mendecak. Tadi siang ketika Andrea kembali ke restoran dengan wajah lukanya, Athena menjelaskan kepada semua orang tentang perkelahian salah paham itu. Orangtua Andrea tentu saja tidak terima, tapi Andrea berhasil mengendalikan semuanya baik-baik saja. Dan Tevan sampai sekarang tidak mengerti kenapa sekretaris Athena itu begitu marah ketika melihat wajah sepupunya mendapati luka kecil.

Bohong. Tevan tahu jawabannya. Dia laki-laki, dan dia tahu maksudnya. Tapi dia tidak akan mengakuinya.

"Nggak lihat kamu muka mereka sudah sama-samaa bonyok begitu? Ya, mana mungkin lah mereka bertengkar lagi. Mana ini di Mall."

Tevan menatap Athena yang terlihat khawatir. Lalu pada akhirnya Tevan menepuk bahu sepupunya. "Kamu masuk aja ke dalam. Biar aku yang ke sana."

"Nggak, Van. Aku mau ke sana." Athena tetap dengan kepala batunya dan Tevan menyerah.

"Sepuluh menit Athena. Sepuluh menit aku harus melihat kamu di dalam lagi, mengerti?"

Athena mengangguk, dan dia berjalan cepat menuju kedua pria di sana. "Jeffrey," Jeffrey terkejut ketika namanya adalah kata-kata pertama yang diucapkan oleh atasannya. Rasanya Jeffrey ingin sekali membalasnya dengan kata, "ya sayang?" tapi itu hanya akan terjadi di dalam kepalanya saja. "Iya, bu." Pada akhirnya dua kalimat itu yang keluar dari mulutnya.

"Kamu sudah selesai bicara sama dia, Andrea?" tanya Athena tiba-tiba kepada mantan tunagannya. "Karena kalau sudah, aku mau berbicara sebentar dengan Jeffrey. Sepuluh menit."

"Ambil waktu kamu." Andrea tersenyum lalu menepuk bahu wanita itu kemudian berjalan kembali masuk ke dalam restoran.

Sebelum Athena memulai kata-katanya, Jeffrey mendahuluinya, "Maaf karena perlakuan saya tadi siang, bu. Saya sedikit emosi."

"Tapi yang saya lihat adalah, itu bukan sedikit Jeffrey. Kamu justru terlihat hilang kendali. Kamu dengan lancang bertanya apa yang terjadi dengan wajah saya, lalu mengangkat tangan ketika saya mencoba untuk mengambil map dari tangan kamu, dan yang terparah adalah, tanpa jelas kamu menghajar Andrea seperti orang kesetanan."

"..."

"Kamu tahu, saya berteriak berkali-kali memanggil kamu ketika kamu menghajar Andrea seperti orang gila, Jeffrey. Semua karyawan yang ada di parkiran melihat kamu. Apa kamu sadar?"

"..." Jeffrey tidak bisa menemukan kata-katanya dan hanya mendengarkan Athena menghela napas panjangㅡmencoba untuk tidak berteriak karena emosi.

"Ternyata Wandi memang lebih baik daripada kamu," Athena memijit pelipisnya sendiri dan pada saat itu Jeffrey sama sekali tidak menyukai apa yang dikatakan wanita itu kepadanya.

Maka selanjutnya Jeffrey mengangkat suara dengan frontal, "Maaf, tapi saya menunggu Ibu di kantor seperti orang bodoh. Dari pagi saya menunggu Ibu hanya untuk memastikan pekerjaan yang sudah saya selesaikan tanpa tidur itu apakah sudah benar atau belum. Menunggu sampai pada akhirnya Ibu memerintahkan saya untuk datang ke parkiran saat itu juga. Tapi apa saya yang temukan? Yang saya temukan adalah, Ibu dengan pakaian kebaya juga luka biru di wajah. Saya jelas berpikir buruk tentang itu. Dan ketika Bapak Andrea datang bersama pakaian yang  sama dengan Ibu, saya berpikir dia yang menampar Ibu."

"Dan kenapa kamu marah kalau Andrea memang benar-benar menampar saya?" Athena melempar pertanyaan yang membuat sekretarisnya itu menutup mulutnya tiba-tiba.

"Kamu memiliki perasaan kepada saya, Jeffrey?" tanya Athena lagi. "Karena, dari semua kemungkinan jawaban dari tindakan kamu tadi siang, hanya itu yang masuk akal di kepala saya. Apa saya benar?"

Ya.

Jeffrey membalas, "Kalau Ibu memang punya acara mendadak seperti ini, saya rasa Ibu tahu bagaimana cara menghubungi saya. Bukannya terburu-buru datang ke kantor dan membahayakan diri Ibu sendiri."

"Itu bukan jawaban yang saya inginkan, Jeffrey. Jangan berputar-putar."

"Saya hanya merasa tidak dihargai sebagai seorang sekretaris. Saya menelpon Ibu seperti orang bodoh, dan Ibu dengan mudah memerintahkan saya datang ke parkiran bawah dari lantai lima puluh. Dan ketika saya mencoba untuk bertanya keadaan wajah Ibu, Ibu justru menjawab dengan memberikan ultimatum."

"Jeffrey kamu berhenti sampai di sana." Athena mencoba menghentikan pembicaraan sekretarisnya ketika menemukan Doni berjalan ke arah mereka. Tapi Jeffrey tidak mendengarkan.

"Ibu memandang saya seperti seseorang yang harus selalu bisa dalam segala hal, memastikan setiap pekerjaan saya apakah sudah benar atau tidak seperti seorang guru SD. Sementara Ibu tahu saya juga tidak bisa selalu mengerjakan semuanya dengan sempurna, saya memang tidak akan pernah sehebat Wandi. Tapi menurut saya, perkataan itu tidak pantas keluar dari mulut seorang wanita berpendidikan seperti Ibu. Membandingkan satu orang dengan yang lainnya menurut saya adalah hal yang paling bodoh yang pernah saya lihat dari seorang Athena Briza Caridad."

"..."

"Ibu bertanya apakah saya memiliki perasaan kepada, Ibu?" Jeffrey tidak peduli Doni telah berdiri di sampingnya, perhatiannya sekarang hanya terfokus kepada Athena, "Jawabannya, ya. Saya memilikinya. Dan karena alasan itu saya menjadi hilang kendali."

"..."

"Tapi sekarang, ketika saya melihat Ibu yang seperti ini, saya harus berpikir ulang. Saya akan mencoba untuk bersikap profesional sebagai sekretaris Ibu. Jadi, Ibu tidak perlu memikirkan itu."

"Jeff," Doni menepuk bahu Jeffrey untuk berhenti, dan laki-laki itu mengabaikannya.

"Ada seseorang di luar sana yang mengagumi Anda. Dan ketika dia melihat ini, dia pasti kecewa dengan bagaimana seseorang yang dia kagumi justru bersikap demikian kepada orang yang bekerja di bawahnya."

Sebelum menyelesaikan kata-katanya, Jeffrey menghela napas panjang. "Sekali lagi saya meminta maaf atas perlakuan yang saya perbuat tadi siang. Saya siap jika harus menerima surat peringatan besokㅡatau lebih." Jeffrey menatap mata Athena sebentar lalu menundukkan sedikit kepalanya. "Permisi."

Doni tidak berkata-kata kepada Athena, dia hanya mengangguk dan menyusul Jeffrey. Athena kemudian menutup matanya dengan memijat pangkal hidungnya sendiri.

Lalu, Ema datang dengan siulannya, "Belum sampai sepuluh menit, Athena. Dan kamu sudah berhasil menyakiti dia."

Athena melirik sepupunya dengan satu alis terangkat. Wajahnya terlihat tenang, tetapi Ema tahu wanita itu begitu frustasi sekarang.

"Maksud kamu apa?"

"Ya kamu menyakiti dia. Paham nggak sih?" Ema mendecak dengan kedua tangan dilipat. "Hebat kamu, bisa buat dua laki-laki sakit hati sekaligus."

"Terserah."

Ema menahan lengan Athena yang akan kembali ke dalam restoran. "Athena, biar aku kasih tahu dua dari tiga hal yang laki-laki tidak suka dari wanita."

"Pertama, mereka tidak suka diremehkan. Kedua mereka tidak suka dibandingkan dengan yang lainnya. Dan kamu baru saja melakukan dua hal itu sekaligus kepada sekretaris kamu sendiri. Kesalahan kamu semakin fatal ketika kamu menganggap perasaan dia untuk kamu seperti angin lewat. Kamu menebak apakah dia memiliki perasaan kepada kamu atau tidak seperti kuis jenaka. Otak kamu dimana Athena?"

"Aku harus ke dalam." Athena menarik pelan tangannya, sama sekali tidak peduli dengan apa yang baru saja dikatakan Ema untuknya, wanita itu kemudian berjalan memasuki restoran kembali. Dan Ema memutar kedua matanya jengah. Nggak Ibu, nggak anak, sama aja. Batin Ema.

*

Tevan Benjamin Caridad ➡ Moon Taeil

SECRETARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang