Part 38

4.1K 355 18
                                    

Kacau sudah.

Rencana tinggal rencana. Niat yang sudah disusun rapih-rapih oleh Rena, tak mampu direalisasikan akibat Pramudi menjemput cewek itu tanpa perasaan.

Rena sudah dibawa pergi oleh Ayahnya.

Deva duduk meratapi nasib ia ke depannya tanpa sang Istri dan Anak-anaknya. Cowok itu meremas rambutnya frustasi dengan keadaan yang baru beberapa menit menimpa dirinya, dan juga keluarga kecilnya.

Deva dalam keadaan gamang. Baru kali ini, berpisah dengan seseorang rasa sakitnya seolah menusuk sampai ke tulang. Meskipun mereka bisa komunikasi melalu elektronik, namun bagi Deva itu tidak cukup jika Rena tidak di sampingnya.

Sekali lagi, Deva menghela napas gusar mengusap wajahnya kasar. Andai saja ...

Deva mendesah pelan, kemudian menunduk beristighfar. Andai tidak akan mengembalikan semuanya. Deva seharusnya bersyukur, Pramudi tidak memaksa mereka untuk berpisah di pengadilan agama.

Beberapa menit yang lalu ...


Brak! Brak! Brak!

Ketika sedang enak-enak nya bergelung dalam selimut, Rena dikagetkan dengan ketukan pintu seperti ingin didobrak.

Rena bangkit merapihkan rambutnya dahulu. Ia menoleh ke samping pada Deva yang masih tidur. Ni anak pules banget tidurnya. Rena membatin.

Cewek itu turun memakai pakaiannya satu persatu, lalu disusul kerudung instan. Setelah itu ia berjalan menuju pintu keluar kamar mereka.

Saat membuka pintunya, mata Rena spontan melotot melihat siapa yang datang. Ia berjingkrak girang menerjang pria di depannya dengan pelukan.

"Papaaahhh!" Rena memeluk manja Ayahnya yang sangat dia rindukan ini. Rencana yang ia susun buyar sudah ketika bertemu sang Ayah.

Niatnya, ia ingin menutup kembali pintu. Namun melihat tatapan sendu beserta rindu dari Ayahnya, tentu Rena tidak tega. Ia lebih memilih Ayah dari pada Suaminya. Haha

Pramudi tertawa pelan sembari menepis air di sudut matanya. Kedua tangannya membalas pelukan sang Anak. Meski perut buncit anaknya kini menjadi pemisah. Pramudi mengelus kepala putrinya sayang.

"Assalammualaikum," kata Pramudi setelah pelukan mereka terlepas. Pria itu berdecak melihat air mengalir di pipi Putri sulungnya.

"Kenapa nangis?" Jemari keriputnya mengusap pipi sang Anak.

"R-rena kangen. Kangen Papah sama Bunda." Suara Rena seperti dicekat, hingga ia nyaris tak bersuara. Rena menangis tersedu-sedu menjawab pertanyaan Ayahnya. Kembali ia memeluk Ayahnya.

"Papah ..." Bahu Rena naik turun akibat isak yang ditahannya.

"Papah di sini, Papah di sini." Pramudi menepuk-nepuk punggung sang Putri berharap agar tangisnya reda. Namun tak disangka, justru kian mengencang.

Karena jarak kasur dengan pintu tidak terlalu jauh, Deva yang tidur mendengar suara tangis, pun membuka matanya. Mengernyit dahi ketika ia tidak merasa ada Rena di sampingnya. Deva panik, bangun dengan sigap membuka selimut yang melilit tubuhnya yang bugil itu.

Deva seperti orang kesetanan mencari Rena di penjuru kamar. "Ren! Kamu di mana, Ren?!!"

Rena dan Pramudi yang mendengar suara Deva melepas pelukan rindu mereka. Rena menggaruk kepalanya menatap sang Ayah dengan raut tidak enak. Ia menyengir kala Pramudi menggelengkan kepala melihat Deva berlarian dalam kamar seperti balita yang hendak mau dimandi.

IGNORANT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang