+6281527******
Dev, gue mintol ya.
Kirimin duit dikit aja. Sebagai
Sedekah, ya. Untuk anak gue doang kok.
Gue Vonny.Vonny?
Deva mengangkat satu alisnya memandang layar ponselnya dengan tatapan bertanya. Si jahat itu buat apa menghubunginya. Tak tahu kah dia bahwa Deva telah mengetahui siasat cewek notabene mantan pacar sekaligus yang membuat dia dan Rena jadi menjalani situasi sekarang? Deva berdecih, helo? Anda siapanya Deva?
Tak mau peduli, Deva menghapus pesan tadi kemudian menyimpan ponselnya dalam saku celana.
Tepat di hari kedua dia tinggal menjaga Rena di rumah sakit, pagi ini cewek yang telah dia hamili syukur Alhamdulillah sudah mulai sehat dan diperbolehkan dokter untuk pulang. Dengan syarat, tidak membuat cewek cantik nan seksi di mata Deva itu lelah atau merasa stres.
Maka dari itu, sebagai lelaki yang mesti bertanggung jawab, Deva dengan sikap siap siaganya melindungi calon istri dan anak-anak dalam perut sang wanita.
Yah, calon istri dengan title kemungkinan sudah dimakan habis oleh kata Rena yang menyetujui lamarannya. Semalam, Rena dan dia beserta anak-anak dalam kandungan tengah merundingkan sesuatu. Tentu tentang masa depan keduanya. Dan keputusan akhirnya adalah, mereka akan menikah, dan merawat anak bersama.
Dan Deva, cowok itu jangan ditanya seberapa bahagianya dia. Awalnya sih memang rada ragu mau menikahi cewek. Dari pada kawinin cowok? No no no, Deva bukan orang begitu, ya. Maksudnya ada sedikit rasa tidak siap sewaktu dia memutuskan untuk ke Singapura menyusul Rena. Namun, calon bayi-bayi di perut cewek itu dan cewek itu sendiri entah mengapa merubah haluan pikiran Deva buat bertindak jadi cowok brengsek dan tidak bertanggung jawab.
"Hati-hati!" tegur Deva, dia kemudian memapah Rena turun brankar.
"Makasih."
Deva mengangguk tak acuh sambil langsung mengambil tasnya dan tas Rena. Ia meraih tangan Rena lalu keluar bersama. Dan Rena tentu hanya diam saja, dia tertawa dalam hati. Sebenarnya, cowok itu semenjak dia menerima lamarannya, cowok itu berubah menjadi lebih santai, keren dan semakin perhatian. Dan sifat mesum dari cowok itu pasti berkurang sedikit, lah, ya. Pasti tidak maksudnya. Justru semakin membludak, kawan-kawan.
Rena saja hampir dikawini lagi jika teman-teman mereka kala itu tidak datang menghampiri. Rena jadi merinding sendiri. Meskipun Deva itu ganteng, dan termasuk kriteria suami idamannya, tapi sifat mesum dari laki-laki itu yang Rena tidak suka. Kacau balau tubuhnya nanti.
"Nanti singgah di supermarket dulu, ya. Mau beli buah," pinta Rena di sela perjalanan menuju lobi rumah sakit.
Mereka kemudian keluar dari tempat Rena dirawat menuju mobil cewek itu. Lalu masuk ke dalam dengan Deva membantu si calon istri membuka pintu mobil.
"Dev?"
Deva yang sedang menyalakan mobil menoleh. "Kenapa?"
Rena menggeleng, ia tidak jadi mengutarakan keinginannya.
"Kenapa? Lo mau apa?"
Rena menggigti jarinya nampak tegang, "Em, Bismo masih marah, gak?"
Deva yang sedang menyetir itu diam sejenak, lalu menyahut ringan, "gak tau. Emang kenapa?"
"Kepikiran aja."
"Emang Lo mikir apa? Dia juga gak mungkin mau marah sama Lo lama-lama," balas Deva sambil meraih tangan calon istri. Namun apalah jika gerakan refleks Rena membuatnya menarik tangannya sendiri kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNORANT ✓
General Fiction[TAMAT] lagi repisi, jadi simpan ke perpus dulu aja, ya. Ini tentang RENATA ALEWIES dengan segala kecuekannya. Dia hamidun saja cuek dan tidak peduli. Deva, sebagai tersangka yang menghamilinya saja dibuat termangu, dia ingin bertanggung jawab atas...