Part 26

5.3K 506 65
                                    

Eh! Itu yang udah vote sama komen, kuyang cntiek ini berterima kasih banyak banyak banyak banyakkkkkk bangetttttt. Ummah***
Sumpah! Tanpa kalian cerita gue gak akan lanjut😭
Bintang dulu gaes, baru lanjut

Sudah lewat pukul 7 malam di Singapura, batang hidung Deva masih saja tak nampak. Perempuan yang tengah menunggunya dengan sabar, kini merasa kesal kemudian bangkit dari duduknya menuju kamar Reta.

Saat Rena membuka  pintu kamar sahabatnya, orang yang dicarinya tidak ada. Kemana Reta? Sudah jam tujuh cewek itu belum pulang juga? Apa dia bersama pacarnya? Oh tidak, Rena harus mencegah sahabatnya itu. Dia masih tidak percaya pacarnya Reta itu. Meskipun Reta telah mengatakan padanya dia baik, Rena tetap tidak percaya.

Saat ia menghubungi Reta, cewek itu tak mengangkat panggilannya. Rena kalut sekarang. Bukan masalah percaya tidak percaya, masalahnya, tak mungkin ia membiarkan sahabatnya berduaan dengan lelaki yang jelas bukan muhrimnya. Pasti ada setan di antara mereka berdua. Dan Rena pernah merasakan hal itu, maka dari itu, sebagai sahabat yang baik, Rena harus memperingati Reta sebelum terjadi apa-apa nantinya.

Rena berdesis, lewat sejam sedari tadi ia menghubungi Reta, sahabatnya masih saja tidak mengangkatnya. Setelah panggilan ke sekian kalinya, akhirnya membuat Rena mendesah lega.

"Halo, maaf, Ren, gue lagi di tempat Septa, nih. Gue lupa ngabarin Lo, gue mau nginap di sini," cerocos Reta dari sebrang sana. Rena yang mendengarnya, pun mengernyit dahi tak suka, tanda tidak setuju.

"Hah? Lo mau nginep di sana?! Jangan bego, Ret! Pulang ke sini! Gue gak mau tau, ya!"

"Aelah, Ren, semalam doang. Tenang, aja kali, Septa kaga bakal ngapa-ngapain."

"Iya kagak ngapa-ngapain, tapi setannya ngapain lu berdua baru tau rasa!"

"Ck. Kita mau nikah, Ren. Lu tenang aja, deh. Gue tau batas, kok."

Rena memejamkan matanya menahan kesal, "Ret, gue peringatin sekali lagi, kalo Lo gak pulang, gue laporin mama sama papa Lo sekarang!"

"Ren! Jangan ngekang gue bisa! Lo ga punya hak, ya! Ngatur-ngatur gue!"

Rena membulatkan matanya yang kini berkaca-kaca, "Reta ..."

Terdengar helaan napas panjang dari Reta, "maaf, Ren. Tapi serius, gue ga suka diatur kek gini. Lo kayak ga percaya sama gue."

"Tapi, Ret, gue cuma khawatir, Ret. Gue ga mau Lo bernasib sama dengan gue--"

"Ren, oke. Gue ngerti, Lo khawatir, tapi jangan kayak gini juga. Lo seakan ga percaya sama sahabat Lo sendiri tau, ga?"

"Gue percaya banget sama Lo, Ret. Tapi kita ga tau--"

"Gue tau! Terserah Lo mau ngapain, gue udah janji sama Septa buat tinggal. Kita punya urusan di sini, Ren."

"Yaudah. Lo baik-baik di sana. Kalo ada apa-apa, telpon gue."

"Hm. Deva udah pulang, kan?"

"Iya. Hati-hati, Ret."

"Hm."

Rena mengangguk pelan, nampak pasrah saja. Raut cemas pada wajahnya masih saja memenuhi. Ia menutup sambungan telepon mereka.

IGNORANT ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang