ANPANMAN

300 66 4
                                    

Mereka semua merenung didepan pintu ruang operasi itu.

Didalam sana, pemuda dengan senyuman hangatnya tengah berjuang. Memilih antara bertahan atau pergi meninggalkan orang terkasihnya.

Jimin, Taehyung, dan Jungkook terdiam didepan ruangan operasi, mereka menunduk dalam. Kekhawatiran tercetak jelas diwajah tiga pemuda itu. Kenangan-kenangan mereka bersama Hoseok berputar bagai film dikepala mereka, tangisan yang tadinya deras kini telah kering. Tidak lagi sanggup mengeluarkan air mata.

Doa-doa mereka panjatkan, meminta pada seluruh Tuhan untuk menguatkan Hoseok didalam sana.

Jimin's Anpanman

"Hyung, Eomma tidak mengizinkanku." Jimin tersenyum sendu kearah Hoseok yang duduk disampingnya.

"Eoh, kenapa?" Hoseok menoleh heran, "jangan sedih, kau terlihat jelek." Tangannya bergerak mencubit pipi Jimin.

"Aku tidak tahu," Jimin melepaskan tangan Hoseok dari pipinya dan menghempaskan tubuhnya pada kursi yang ia duduki. Pemuda itu menghela nafas pelan.

"Mungkin mereka khawatir." Hoseok mengikuti gerakan Jimin, bersandar dikursi.

"Huh, aku kesal. Mereka selalu melarangku melakukan apapun, tapi mereka tidak peduli padaku. Yang mereka lakukan hanya terus bekerja, dulu mereka meninggalkan ku dirumah sakit sendirian." Ujar Jimin kesal. Bibir pemuda itu maju beberapa senti, alisnya bertaut. Ujaran penuh kekesalan yang Jimin keluarkan membuat Hoseok menatap Jimin penuh arti.

"Jimin-ah, apakah Eomma-mu sering memarahimu?" Pertanyaan itu meluncur tiba-tiba dari bibir Hoseok. Jimin lantas mengangguk, tentu saja.

"Jimin-ah, apakah Appa-mu pernah mengeluarkan lelucon garing?" Jimin mengangguk cepat, membuat Hoseok tersenyum lembut.

"Jimin-ah, orang tuanmu terlalu sayang padamu. Mereka takut kau akan menghadapi sesuatu yang sulit, mereka hanya takut kejadian buruk menimpa kesayangan mereka." Hoseok mengalihkan pandangannya kedepan, masih dengan senyum menawan miliknya. Menatap kosong kearah papan tulis kelas yang dihinggapi rumus-rumus pelajaran.

Jimin terdiam, "Mereka tidak meninggalkan mu sendirian, mereka sedang berjuang untuk kesembuhanmu. Mereka bekerja untuk dirimu, agar kau hidup dengan layak." Hoseok mengalihkan tatapannya pada Jimin, senyumnya semakin lebar. "Kau tahu? dari dulu aku selalu ingin dimarahi Eomma saat melakukan kekacauan kecil, tapi aku tidak memilikinya. Dulu, ketika semua temanku bercerita dengan kesal tentang betapa garingnya candaan Appa mereka, aku hanya diam ditempat didudukku sambil menguping pembicaraan mereka." Senyum yang tadinya terlihat menawan itu perlahan berubah menjadi sendu, seakan mewakili betapa menyedihkannya Hoseok.

"Kau seharusnya bersyukur, Tuhan menitipkanmu pada Eomma dan Appa yang baik. Kau harus menghormati dan menyayangi mereka, jangan memperlihatkan wajah kesal mu pada mereka." Hoseok berdiri dari duduknya, mengusak surai Jimin kemudian pergi menuju kelasnya, meninggalkan Jimin yang masih terdiam. Merenungkan ucapan Hoseok.

Keesokannya, orang tua Jimin yang awalnya menolak keras niat Jimin untuk memasuki club menari berubah.

Orang tuanya memberinya izin untuk mengikuti club dance.
Perkataan orang tua Jimin pagi ini membuatnya senang. Benar-benar senang. Bergabung dengan club dance seperti Hoseok benar-benar mimpinya sejak melihat Hoseok menari keren.

"Kami mengizinkan mu, lakukan hal yang kau suka. Selama itu baik, kami mendukung. Seorang kakak kelasmu datang tadi malam, memberi tahu jika kau sangat menginginkannya. Gunakan kemampuan mu sebaik-baiknya, jangan kecewakan kami." Nyonya Park mengelus lembut surai lembut Jimin.

HOPE WORLD [JHS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang