Kebahagiaan mungkin adalah hal yang mudah untuk dirasakan. Tapi, kesedihan adalah hal yang jauh lebih mudah untuk dirasakan. -Hope World-
Mata itu menjelajahi ruangan kecil yang terlihat rapi, ia tersenyum sendu. ''Huhh, sampai jumpa lagi. Kau akan terus menjadi saksi bisu kehidupanku.'' Hoseok tersenyum sambil terus menjelajahi ruangan itu.
Didepan lemarinya terlihat Seokjin sedang memilah-milah barang yang akan Hoseok bawa ketempat tinggalnya yang baru.
Rumah Seokjin.
Setelah perdebatan dan perseteruan yang cukup lama dan panas, akhirnya Hoseok mengalah pada Seokjin dan yang lainnya. Bukan karena tidak mau, ia sangat ingin memiliki kehidupan yang baik, tapi ia takut Seokjin akan merasa memiliki beban. Apalagi dirinya yang seperti ini.
Sekolahnya pun dipindahkan, kesekolah yang sama dengan tempat Namjoon, Taehyung, dan Jungkook bersekolah. Dengan alasan agar Namjoon dapat menjaganya. Ia sempat membantah dan menolak. Sekolah yang Namjoon tempati adalah sekolah yang diisi oleh murid-murid kelas atas, mendengar namanya saja sudah membuat Hoseok ngeri.
Ia bahkan meringis saat melihat betapa mewahnya seragam sekolah itu, hidup dipanti asuhan sejak kecil membuat Hoseok tumbuh sederhana. Disekolahnya yang lama ia menjadi siswa berprestasi dan mendapatkan beasiswa, jika tidak ada beasiswa ia mungkin akan putus sekolah dan menjadi pemuda miskin tanpa pendidikan.
''Hyungg! apa kau yakin akan membawaku? bagaimana dengan orang tuamu? kau juga punya saudara laki-laki, Hyung! Bagaimana jika mereka tidak menyukaiku?'' Hoseok menghampiri Seokjin gusar, ia meremas tanganya sendiri.
''Tenang saja, Ibuku ingin mengasuh seorang anak. Jadi dia akan baik-baik saja." Seokjin berusaha menenangkan Hoseok, sementara tangannya memilah pakaian Hoseok yang masih layak untuk digunakan, karena sebenarnya sebagian besar dari pakaian pakaian itu sudah tidak layak pakai atau lebih cocok dibuang saja.
''Hyungg! aku seorang pemuda. Bukan anak-anak." Hoseok berujar dengan tangan yang memeluk piala, setengah merengek.
''Tenang saja, mereka orang baik. Jika mereka tidak menyukaimu, aku akan membawamu keapartemenku dan tinggal bersama disana, ''Seokjin berbalik, tersenyum kecil guna menyakinkan Hoseok sekali lagi. ''Piala apa itu? Kau memiliki banyak penghargaan, tapi kenapa kau terus memeluk yang itu?" Seokjin beralih kemeja belajar Hoseok, tempat itu penuh dengan buku dan penghargaan. Tangannya mulai memasukkan penghargaan itu kedalam kotak secara hati-hati.
''Eohh, ini piala menari pertamaku.'' jawab Hoseok sambil mengusap piala yang masih ada dalam pelukannya.
''Kau sangat berbakat, Hyung bangga padamu." Ujar Seokjin.
Hoseok tersenyum dan berjalan kearah meja belajarnya, ''Aku tidak pernah betul-betul bahagia saat menerima semua penghargaan ini.'' Hoseok menatap semua piala dan penghargaan miliknya.
''Kenapa? aku sangat bahagia ketika mendapat penghargaan.'' Seokjin mendudukkan dirinya dikasur single milik Hoseok, ingin mendengarkan cerita sang adik lebih jauh.
Hoseok mengikuti Seokjin, ikut duduk diatas kasurnya. ''Karna aku hanya sendiri diatas panggung besar itu. Tidak ada orang yang mendampingiku saat aku menaiki panggung untuk menerima semua penghargaan ini." Ucapnya. Ia melipat bibirnya, tersenyum miris.
Seokjin menatap Hoseok dan tersenyum sendu, tangannya ia gerakkan untuk mengusap rambut Hoseok. ''Hasilkan banyak penghargaan setelah ini, aku dan yang lainnya akan mendampingi mu diatas sana. ''
Hoseok tersenyum lebar dan mengangguk semangat.
''Tunggu, aku akan memasukkan semua ini dan kita pergi." Seokjin akhirnya beranjak, dan kembali memasukkan penghargaan-penghargaan Hoseok.
Hoseok tersenyum, entah mengapa tindakan-tindakan yang dilakukan Seokjin membuatnya begitu bahagia.
Ia merasa bahagia saat mengingat bagaimana Seokjin mengelus lembut rambutnya.
Bagaimana Yoongi mengeluarkan kata-kata pedas untuk menyemangatinya.
Bagaimana Namjoon memperlihatkan tingkah konyolnya agar ia tertawa.
Bagaimana Taehyung yang selalu membawa hal yang menyenangkan setiap harinya.
Bagaimana Jungkook yang menghiasi harinya dengan rengekan dan tingkah jahil setiap hari.
Dulu, hidupnya tidak pernah benar-benar bahagia. Ia pikir Tuhan memang tidak ingin ia berbahagia, tapi dia salah. Tuhan ingin ia lebih dulu menghabiskan stok kesedihannya kemudian memberikan stok kebahagiaannya.
Hanya dengan perhatian-perhatian kecil, Hoseok dapat tertawa lebar, Bukan lagi tawa palsu, tawa itu kini nyata.
Hanya dengan perhatian-perhatian kecil, kini ia mampu mengukir senyum indahnya.
Karena mereka, Hoseok kini mampu mengukir tawa dan senyum tanpa memikirkan kenangan menyakitkannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.