HOPE WORLD 22

287 48 2
                                    

"Hoseok-ah, selamat malam. Kau tahu ini malam keberapa sejak kau tidur?" Seokjin bergerak kecil, memperbaiki letak duduknya pada kursi jaga itu. "Ini sudah malam ketiga puluh empat." Lanjutnya pelan. Pemuda itu menghela nafas pelan, "Yang lainnya sudah pergi, hanya ada kita berdua." Pemuda tampan itu tersenyum kecil, hampir setiap malam dia melakukan ini.

Suara mesin EKG yang seakan menjadi lawan bicaranya selama sebulan ini. Tapi Seokjin sama sekali belum terbiasa dengan suara mesin menyeramkan itu, terlalu takut jika saja suatu saat mesin itu berhenti berbunyi.

Sudah sebulan, tapi Seokjin masih belum bisa menerima jika Tuhan sedang 'meminjam' adiknya.

Sudah sebulan, tapi bayangan ketika Hoseok melayang dan terjatuh dikerasnya jalanan masih menghantui malamnya.

Sudah sebulan, tapi suara parau Hoseok saat mengeluh kesakitan masih mengiris hatinya.

Ini aneh, Hoseok bahkan bukan adik kandungnya, Tapi kenapa Tuhan seakan benar-benar mengikatnya pada pemuda pemilik senyum hangat itu?

Hoseok datang, membuat hidupnya jauh lebih baik dan jauh lebih bahagia.

Hoseok datang, menyambut pagi Seokjin yang awalnya biasa saja menjadi luar biasa ketika melihat binar mata Hoseok.

Pemuda hangat yang sedang tertidur itu benar-benar membuat semua orang jatuh cinta padanya.

"Hoseok-ah, apakah kau masih lelah?Apakah kau tidak ingin bermain bersama Hyung dan yang lainnya lagi?" Inilah yang setiap malam dilakukannya, bercakap pada raga kosong yang saat ini roh nya entah berada dimana. Ah tidak, bukan bercakap, lebih tepatnya bermonolog. Seokjin akan duduk disana dan bercerita tentang harinya pada Hoseok. Setiap hari, tidak pernah melewatkan seharipun untuk membujuk adiknya itu membuka mata.

Dari dulu ia sering melakukannya, tapi ada sedikit perbedaan. Jika dulu Hoseok selalu menyela ucapannya, kini Hoseok hanya diam mendengarkannya.  "Hari ini ada seorang gadis yang memberi Hyung cokelat, Hyung menerima cokelatnya tapi tidak dengan perasaannya. Hyung menerimanya karena kau suka cokelat, ayo bangun dan makam semuanya." Seokjin memulai ceritanya, berbicara seakan Hoseok mendengarkannya dengan binar indah matanya. "Huhhhh, dulu kau selalu langsung menghabiskan semuanya jika Hyung membawa pulang cokelat." Ia menghela hafas, kemudian tersenyum kecil.

"Sebenarnya itu hal yang biasa, tapi kau harus tahu jika Hyung mu ini luar biasa tampan." Pemuda itu terkekeh pelan. Seokjin tetaplah Seokjin, pemuda yang sering memuji dirinya sendiri. Hening, ia diam selama beberapa saat setelah kekehan hambarnya. "Udara semakin dingin, salju sebentar lagi akan turun. Ayo bangun, dulu kau ingin bermain salju bersama, kan?" Tangan Seokjin bergerak, menggenggam erat telapak tangan adiknya. Netranya lagi-lagi berkaca, berusaha mengatur nafasnya agar isakannya tidak lepas.

Ia menghembuskan nafasnya kasar, "Bangunlah, Hyung dan yang lainnya menunggumu. Sangat." Seokjin berdiri Dari duduknya, tangannya ia gerakkan  untuk mengusak surai legam milik Hoseok. Tangan itu terhenti, Seokjin terdiam. Matanya menjadi semakin buram ketika melihat beberapa tetes air mata yang mengalir disudut mata Hoseok.

Hoseok menangis.

Ini pertama kalinya dalam sebulan, ini pertama kalinya Hoseok memberikan respon.

"Eoh, H-Hoseok-ah kau mendengar ku..... K-Kau mendengarkanku. Hoseok-ah...... ayo bangun." Suara dan tubuh Seokjin bergetar. Tangannya bergerak, kembali menggenggam erat tangan Hoseok. "Hoseok-ah, ayo bangun. H-hyung disini." Ia terus bergumam, memanggil nama Hoseok dengan harapan besar adiknya itu akan membuka mata dan menjawab panggilannya.

HOPE WORLD [JHS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang