Bab 2 : Tujuh menit

1.7K 260 118
                                    

Tidak ada yang salah dari mencintai seseorang. Itu bisa dibilang suatu hak yang dimiliki masing-masing manusia untuk memilih akan jatuh cinta pada siapa saja. Tapi, akan lebih sehat jika keduanya saling mencintai. Bukannya satu mencintai dan yang satu hanya memanfaatkan perasaan cinta itu. 

Cerita Ale kali ini tragis, itu yang Sandra katakan. Tragis, kah? Ale berpikir keras, di mana letak ke-tragisannya? Dia cinta Randu, dan Randu memperlakukannya dengan baik. Randu tidak kasar, bahkan Randu membuatnya menjadi perempuan paling sempurna kala pria itu menyentuhnya. Ale tidak paham kenapa Sandra selalu menilai hubungannya dengan Randu dari satu sisi. Kenapa Sandra tidak mau melihatnya dari sisi Ale juga? 

Ale bahagia, kok bersama Randu. Ah, mungkin bersama saat Randu membutuhkannya saja.

Ale tidak merasa dirugikan tapi. Ia merasa diuntungkan. Randu mendapat pelepasannya, dan Ale menjadi lebih dekat dengan pria itu. Ale merasa ia kembali dipenuhi hasrat melihat lihainya tangan Randu mengarahkan kamera-nya dan memotret seorang model berpakaian ketat di depannya. Bagaimana bisa Randu sangat menggairahkan ketika suara seraknya menyuruh Velia bergaya lebih natural lagi?

Ya, Ale memuja pria itu. Taraf jatuh cintanya sudah berada pada titik klimaks dari rantai perbucinan di otak kecilnya. Dia menggilainya. Menggilai Randu, bukan hanya mencintai. Tapi Ale sangat memuja pria itu. Sangat.

"Oke. Break sepuluh menit, terus kita lanjut lagi, ya!" teriak Randu sambil memandang hasil jepretannya beberapa saat yang lalu. Ale di sana, tepat di belakang layar monitor yang memperlihatkan gambar Velia dengan wajah cantiknya.

Siapa yang bisa menandingi Velia Amanda memangnya? Semua media bahkan menggosipkan model yang baru saja naik daun itu dengan Randu. Velia dan Randu serasi. Velia cantik, sangat. Ale mengakuinya sebagai seorang perempuan. Jika ia penyuka sesama jenis, maka Ale akan dengan senang hati menjadikan Velia fantasinya.

Tapi tidak karena Randu di sana. Randu-lah yang menjadi fantasi-nya. Fantasi liar-nya setiap malam ketika mengingat tangan Randu menyentuhnya di...

"Le?"

Ale tersentak dan bahkan memundurkan langkahnya terkejut melihat Randu ada di hadapannya. Memerhatikannya melamun dengan tatapan tidak jelas. Randu menyugar rambutnya ke belakang. Demi Tuhan, ingin rasanya Ale merasakan jemarinya berada di sana dan meremasnya lembut.

"Iya, Mas? Kenapa?"

"Ngelamunin apa? Aku manggil dari tadi kamu ga denger." Randu mengerutkan keningnya.

Ale menggelengkan kepala. Selalu merasa tidak percaya diri di tengah kerumunan seperti ini untuk berbicara leluasa dengan Randu. Ia hanya bisa merasa percaya diri ketika hanya ada ia dan Randu.

"Enggak. Hanya kagum aja. Mas Randu keren banget kalau lagi foto-foto gitu." Ale tersenyum membuat si pria di hadapannya juga tersenyum, kemudian melirik arloji di tangannya. Memeriksa waktu yang tersisa dari jam istirahat yang ia serukan.

"Le? Sandra udah pergi?"

"Udah, Mas. Tadi di telepon manager-nya untuk syuting."

Randu mengangguk sekali. Tanda ia sudah sangat paham bahwa Sandra tidak akan mengganggu Ale dan ia untuk ke depannya. "Masih sisa delapan menit."

"Ya?" Ale menatap Randu tidak paham. Kemudian beberapa detik selanjutnya Ale mengerti apa yang pria itu inginkan. Ale memandang sekitar, beberapa staff  tidak terlalu memerhatikan mereka.

"Harus sekarang?"

Randu tersenyum kecil, tapi begitu sialan menggoda pikiran Ale. Bahkan pagi saat keduanya datang Randu sudah mendapatkan kepuasannya. Pria ini... apa tidak pernah lelah?

Randu-Ale [Wenyeol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang