Bab 4 : Mimpi

1.4K 223 130
                                        

Ale menatap punggung Randu yang mulai bergerak menjauh, dan hampir keluar dari apartemennya. Tangannya hendak meraih kemeja pria itu, berusaha menahan Randu demi menjelaskan apa yang terjadi padanya. Pada Elang. Pada pertemuan mereka malam itu. Faktanya Randu salah paham. Tidak ada yang terjadi padanya dan Elang kala ia mengantar Ale pulang.

Merek hanya sebatas itu. Pulang bersama. Bahkan ketika Ale turun dari mobil, Ale hanya mengucapkan terima kasih dan mengabaikan ajakan Elang untuk bertemu lagi. Semua itu karena ia tahu Randu tidak akan senang jika ia bertemu pria lain. Namun jika tahu mulut Sandra dengansangat bocor memberitahukan hal ini pada Randu, maka Ale sangat menyesal menyetujui pertemuan mereka hari itu.

Randu marah. Sangat marah.

"Mas...," Ale berusaha mengejar Randu yang sudah keluar dan memasuki mobil-nya. Ale mengetuk kaca dan kemudian entah kenapa langit semakin membuatnya terlihat menyedihkan dengan menurunkan hujannya membuat tubuh Ale basah dengan rintikan yang kian deras itu. Namun Ale tidak peduli. 

Ia menggedor kaca mobil Randu makin keras namun Randu tidak memedulikannya. Randu tetap memundurkan mobilnya dan keluar dari halaman apartemen Ale begitu saja. Bahkan untuk sekadar ingin khawatir bahwa Ale akan sakit karena kehujanan pun tidak.

Ale terduduk di bawah dengan hujan yang semakin deras membasahi tubuhnya. Ale menangis dalam guyuran hujan. Pria itu kian menjauh. Padahal baru saja Ale merasakan ia selangkah demi selangkah sudah mulai dekat dengan sosok itu. Namun tetap saja kenyataan menamparnya kuat. Membuatnya tersadar bahwa posisinya bukanlah di samping pria itu. Posisinya bukan sebagai seseorang yang bisa selalu ada untuk Randu dalam keadaan apapun.

Malam ini, ia disadarkan bahwa posisinya hanyalah seorang pelacur. Ia dibutuhkan ketika Randu membutuhkan pelampiasan.

Haruskah ia berhenti sekarang? Berhenti mengejar mimpinya menggapai Randu yang tidak pernah menengok ke belakang?

Haruskah ia berhenti memposisikan dirinya untuk terus mencintai Randu dengan begitu gilanya?

Jawabannya tidak.

Ale tidak akan berhenti.

***

Ale tahu, selain rumah, Randu mempunyai apartemen lain khusus untuk dirinya pribadi. Randu biasanya akan menghabiskan waktunya di sana pada hari Sabtu sampai Minggu. Alasannya sederhana. Sungguh.

Agar di sana ia puas membuat Ale hanya menjadi miliknya. Apartemen itu juga Randu beli khusus untuk mereka tinggali. Khusus untuk melakukan hubungan terlarang mereka. Randu gila, maka Ale lebih gila. Ia bahkan hampir menyetujui untuk pindah apartemen dengan Randu jika Randu mau.

Namun Randu bilang, 'Jangan. Kita ke sini kalau aku lagi butuh kamu aja.' Dan jika Randu sudah berujar demikian. Ale patuh. Tanpa bantahan, tanpa protes, dan tanpa banyak bicara.

Jadi sore itu. Ale memutuskan pergi ke apartemen Randu. Ini bukan hari Sabtu atau Minggu. Ini masih hari Kamis. Tapi mengetahui informasi dari Sandra jika abang-nya tidak di rumah, membuat Ale yakin bahwa Randu ada di sana.

Dengan langkah pasti, dengan membawa sekotak cup cake untuk Randu tanda penyesalannya agar Randu tidak marah lagi padanya, Ale berjalan dengan sangat percaya diri. Memasuki lantai kamar apartemen Randu dengan senyuman dan menekan password apartemen itu seolah sudah menghafalnya di luar kepala.

Namun ketika ia masuk, yang ia dengar pertama kali justru malah mengiris telinganya sangat hebat. Rintihan seorang gadis dan desahan Randu saling bersahut-sahutan di ruangan ini. Di tempat yang seharusnya hanya ada Randu dan Ale.

Ranjang itu harusnya hanya untuk Ale. Bukan wanita lain.

Matanya memanas, memikirkan apa yang sudah terjadi tepatnya di dalam kamar itu. Namun apa Ale akan pergi sekarang?

Randu-Ale [Wenyeol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang