Bab 19 : Bukan aku yang di sana

832 157 129
                                    


Tahu lagu dia masa lalumu aku masa depanmu, ga? Kira-kira lagu itu lebih cocok buat siapa? Jefan atau Randu? ayo komen... wkwk

Boleh minta love nya lagi ga sih... aku update nya rajin banget loh... :)

Aku lihat ternyata masih banyak yang suka berdiam diri loh.... :)

Btw... posisi baca lagi dimanose nih....  spill spilll spilll 

***

"Mbak Ale?" Fani memilih masuk ke ruangan itu ketika tidak kunjung mendapat respon saat ia sudah mengetuk tiga puluh detik yang lalu.

Ketika kepala Fani mengintip dari balik pintu, sosok yang ia cari ada di dalam sana. Namun posisi wanita itu sekarang sedang tertidur di atas meja kerjanya dengan nyaman, tidak peduli jika kepalanya mungkin akan sakit karena kesalahan dalam memposisikan tidurnya. 

Fani mendekat diam-diam setelah menutup pintu ruangan Ale. Takut menganggu makhluk cantik itu yang terlihat begitu lelah setelah seminggu ini Ale disibukkan oleh banyak hal. Pekerjaan kantor dan juga rencana pernikahannya yang hanya menghitung minggu.

Jika dipresentasekan mungkin sudah lima puluh persen persiapan yang Ale dan Jefan lakukan. Tidak heran jika Ale sudah dua kali Fani temukan tertidur di ruangannya sendiri.

Fani pun mendekat kemudian tangannya terangkat untuk menyentuk pundak Ale. "Mbak...," panggilnya sambil menggoyangkan sedikit bahu itu.

Ale terbangun tidak lama kemudian. Ia mengerjap lucu dengan rambut yang berantakan dan sudah terkumpul di depan. Matanya menyipit sambil menatap Fani di depannya yang nampak tidak enak sudah mengganggu waktu istirahat Ale.

"Kenapa?" tanya Ale kemudian merapikan rambutnya yang berantakan.

"Itu... Mas Jefan ada di lobi," ujar Fani.

Ale nampak bingung sebentar kemudian menyalakan layar ponselnya dan ternyata ada lima misscall dari Jefan yang tidak ia jawab karena nyenyaknya ia tidur. Atau mungkin ia sangat nyenyak dalam tidur karena mimpi yang begitu indah.

"Jam berapa sih ini?" Ale membunyikan lehernya dengan cara menekuk ke arah kanan dan kiri secara bergantian. Lehernya sakit juga ternyata.

"Jam dua belas. Udah masuk jam makan siang juga."

Ale mengangguk-angguk. "Kok... dia ga masuk aja?"

"Ga tahu, mbak. Tadi nelepon Fani karena katanya hp mbak Ale ga aktif." 

"Oh. Ya udah, bilang ke dia lima menit lagi aku turun." 

Fani mengangguk lalu keluar tanpa bersuara lagi. Ale pun menarik napas dalam-dalam dan menepuk pipi-nya sendiri agar lebih segar sedikit. Kemudian ia meraih tasnya, mencari rokok dan pemantik lalu mengeluarkannya dari sana dan menyimpannya di dalam laci meja kerjanya. Bisa berbahaya jika Jefan tahu. Apalagi setelah bertemu Oma Jefan minggu lalu, kepercayaan dirinya sangat sangat menurun drastis. 

Setelah merasa dirinya siap, Ale keluar dari ruangan dan menaiki lift. Menekan nomor lantai menuju lobi di mana Jefan menunggu. Ketika keluar, beberapa orang memberikan salam padanya dengan ramah dan Ale pun membalas seramah mungkin juga.

Dan sampailah ia pada sosok tegap yang sudah menunggunya sekitar dua puluh menit Ale rasa?

"Hp kamu mati?"

Baru saja tiba di depan pria itu, Ale sudah disuguhkan pertanyaan yang kurang mengenakkan untuk ia dengar.

"Enggak." Ale jujur. Hp-nya tidak mati, namun ia memberikan silent mode hingga ketika Jefan menelepon ia tidak sadar, apalagi saat sedang tidur dalam mimpi.

Randu-Ale [Wenyeol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang