Bab 18 : Calon menantu idaman

833 152 84
                                    


Kemarin minta love, sekarang boleh minta senyum ga? :)

Btw, mau tahu dong posisi baca dimana nih? spill spill spilll....

***

Bukan waktu yang cepat untuk Ale bersikap normal. Tanpa masa lalu kelam itu, tanpa Randu yang selalu menjadi tolak ukur kebahagiaannya, tanpa Randu yang kini tidak bisa ia lihat lagi. Nyatanya dua bulan berjalan cukup membuat Ale menjadi seseorang yang berbeda. 

"Mbak Ale? Sepuluh menit lagi meeting, ya!" 

Suara Fani terdengar dari ambang pintu setelah sebelumnya ia mengetuk lebih dulu. Ale yang masih duduk di kursi kerjanya menatap Fani sambil menganggukkan kepala paham, lalu Fani menghilang dari balik pintu. Ruangan kembali hening dan hanya menyisahkan Ale dan pikirannya.

Sudah dua bulan Ale menjabat sebagai CEO di perusahaan furniture milik Papa-nya. Sang Papa sudah menyerahkan hak sepenuhnya pada Ale untuk mengelolanya, meski beberapa kali Papa memeriksa hasil kerja Ale dan perkembangan perusahaan. Dan sudah sepatutnya sedari dulu Ale melanjutkan bisnis keluarga mereka.

Jika saja dulu Ale tidak keras kepala untuk bekerja di studio foto milik Randu, pastilah ia sudah sangat berkembang pesat dalam mengurus perusahaan.

Ale berdiri dari kursinya sepatu hak tingginya terdengar membentur lantai ketika ia berjalan keluar. Ketika melihat Ale, Fani -sang sekretaris- berdiri namun tangan Ale terangkat untuk memberi jeda.

"Kasih aku lima menit, ya." Ale tersenyum sambil menunjukkan sesuatu di tangannya pada Fani.

Fani yang melihat itu langsung menganggukkan kepala dan mengangkat ibu jarinya memberi tanda oke. Ale pun melajukan kakinya menuju atap perusahaan. Melihat apakah di sana aman untuk digunakan sebagai waktunya menyendiri dan melepaskan penat. Dan ketika ia menyadari bahwa kini ia bebas berada di sana, Ale maju sampai berada di ujung dinding pembatas.

Ia mengeluarkan sebuah kotak kecil sambil mengambil satu dari isiannya. Ale merogoh pemantiknya dan mulai menyalakan rokok itu. Setelahnya, sebuah kepulan asap mulai ia keluarkan dengan teratur dari bibirnya.

Ale belum lama ini mencoba merokok. Awalnya ia hanya iseng mencoba, namun hari pertama ia mencoba ia terbatuk-batuk dan merasa sangat tidak nyaman. Kemudian di hari kedua ia mencoba lagi namun masih sama. Ia batuk karena asap dan baunya. Lalu di hari ketiga ia mencoba lagi, namun meski terbatuk ia masih bisa menahannya.

Berakhirlah seminggu ini Ale dan rokoknya menjadi teman paling akrab di waktu siang, di waktu menyendirinya. Di waktu ketika segalanya terasa berat dan hanya kepulan asap yang bisa ia keluarkan.

Tidak ada yang tahu kalau Ale merokok. Hanya Fani orang kepercayaannya. Sandra pun tidak, Jefan apalagi, serta kedua orang tuanya. Jika mereka tahu, mungkin Ale akan disidang habis-habisan.

"Lagi apa ya dia?" Ale bermonolog, memandang lurus ke depan, melihat beberapa gedung-gedung tinggi yang menjadi objek matanya siang itu. 

Dua bulan tidak pernah ada kabar dari Randu. Ketika Ale berbasa-basi menanyakan kabar Randu pada Sandra, Sandra hanya menjawab baik. Tidak kurang dan tidak lebih. Ale tahu jika rehab, Randu tidak akan berkomunikasi sebebasnya. 

Di tengah kekalutannya, Ale dikejutkan dari dering telepon dengan nama seseorang yang sudah begitu ia kenali. Ale tidak menunggu lama lagi untuk mengangkatnya.

"Halo, Je?"

"Sayang? Sibuk ga? Aku jemput jam satu, ya?"

"Mau ke mana?" Ale mengernyitkan kening merasa bingung. Seingatnya mereka tidak memiliki janji apapun hari ini.

Randu-Ale [Wenyeol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang