Bab 16 : Ingin bertemu

780 152 58
                                    


2 Tahun lalu

Randu menatap Ale di sebelahnya yang tertidur pulas setelah beberapa saat yang lalu, ia dengan begitu mudahnya menyerahkan tubuhnya pada Randu hanya karena Randu berkata hari ini cukup berat. Ale menawarkan diri tanpa diminta, berusaha membuat Randu merasa lebih baik jika mungkin melampiaskan padanya. Namun setiap kali Randu melakukan semua ini, ia selalu merasa detik-detiknya bersama Ale adalah momen terbaik.

Kadang jika Ale tidak tertidur setelah kegiatan mereka, Randu akan mengajaknya mengobrol lama, tentang apapun, kadang juga Ale bercerita dan Randu mendengarkan. Akhir-akhir ini Ale sedang suka makan cokelat, perempuan itu tidak meminta, namun pasti Ale selalu menemukan satu bungkus cokelat di dalam tasnya.

Ale tahu, siapa yang memberikan. Dan Randu cukup bahagia melakukan hal kecil itu untuk Ale.

Randu pun menaikkan selimut pada tubuh mungil yang sedang meringkuk kedinginan. Randu mengusap lengan itu sekali lalu memberikan kecupan pada pundak terbukanya. Setelah itu ia bangun dan berjalan keluar kamar setelah memakai celana pendeknya.

Apartemennya memang memiliki akses bebas untuk teman-temannya juga Ale. Seperti malam itu, Kalil tiba-tiba menyelonong masuk setelah baru saja tiba dari Bandung sehabis mengikuti undangan pernikahan temannya. Padahal Kalil mempunyai unit sendiri.

"Ngapain, lo?" tanya Randu agak kesal sendiri ketika tempat-nya kini seperti menjadi markas anak-anak rantau.

"Numpang. Males banget gue balik ke apartemen. Masih jauh." Kalil melepaskan sepatunya dan merebahkan dirinya pada sofa. Ia menarik napas lelah kemudian menoleh pada Randu yang sudah berjalan ke arah kulkas untuk mengambil minuman. "Gue satu, ya!" pintanya dengan suara agak keras membuat Randu panik dan menatapnya dengan mata melotot.

Telunjuk Randu diarahkan pada bibirnya, menyuruh Kalil untuk tidak berisik. Ada makhluk cantik di dalam apartemen ini yang sedang tidur dan Randu tidak ingin suara Kalil menganggu waktu istirahatnya.

"Siapa?" tanya Kalil berbisik setelah menerima satu kaleng minuman dari Randu. Wajahnya ikut penasaran.

"Ale. Lagi tidur dia, lo jangan berisik." Randu bergabung di sofa yang sama dengan Kalil kemudian mulai meneguk kaleng bir-nya setelah ia buka.

"Gue heran, deh. Lo sama Ale nih kayak apa sih? Pacaran? FWB-an? Atau apa?"

Randu mulai malas juga jika disinggung tentang ini. Karena jika pertanyaan ini muncul, hatinya mulai gelisah dan berkecamuk. "Topik lain bisa ga, sih?"

"Ga bisa sayangnya." Kalil menolak. Ia memaksa untuk ingin mengetahui hal yang membuatnya sangat penasaran sejak mengetahui hubungan Randu dan Ale mulai tercium di permukaan.

"Lo suka sama dia, kan?" Kalik menyuarakan suaranya lagi. 

"Tolol sih gue kalau ga suka sama dia."

"Nah... kenapa ga lo pacarin?"

Randu mengembuskan napas. "Mungkin terdengar sangat bajingan, tapi gue ga ingin menjanjikan apapun untuk Ale selain hal ini. Cukup dia tahu kalau gue ada buat dia, dan gue ga mau dia pergi. Gue rasa Ale juga merasa ga butuh kejelasan dalam hubungan kita. Dia ga pernah ngomong apa-apa soalnya." Itu adalah simpulan Randu. Ia merasa memang sepertinya status pacaran itu tidak begitu penting. Sekarang yang penting bagaimana ia memperlakukan wanita itu, kan?

Randu juga yakin bahwa Ale bisa menilai bagaimana perasaan Randu padanya tanpa Randu harus mengatakan apapun, atau bahkan tidak perlu lagi untuk mengesahkan hubungan keduanya.

"Anjing juga, lo." Kalil menggeleng heran.

Randu terkekeh. "Sekarang dinikmatin dulu aja ga, sih?"

"Tapi ya, Ndu, dengan lo mempertahankan status kalian yang kayak gini tuh lebih mudah membuat Ale pergi tahu."

Randu-Ale [Wenyeol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang