ML 3

629 112 2
                                    









Karena malam ini istrinya dapat shift malam Mingyu akhirnya pergi cari angin sendiri.

Entah kemana yang penting ia tidak sendirian di rumah. Sebenarnya dia paling benci sendirian dan tidak suka kesepian.

Kondisinya saat ini tidak kesepian, hanya saja di rumah tidak ada orang makanya ia mencari suasana yang menurut ia ramai.

Tidak jauh dari asrama, Mingyu lebih memilih pergi kerumah adiknya tinggal di perumahan. Tempatnya tidak jauh dari rumah (y/n) yang dulu.

"Assalamualaikum, adek." Mingyu mengetuk pintu rumah adiknya dengan kantung plastik berisi mainan anak.

"Walaikumsalam, oh mas Mingyu masuk mas." Siyeon mempersilahkan kakanya untuk masuk.

Begitu Mingyu masuk, ia langsung mencari keberadaan anaknya Siyeon dengan Jeno yang masih berumur 1 tahun.

"Tania mana? Kok sepi banget rumah?" Tanya Mingyu sambil cari-cari Tania.

"Ada di kamar." Gak pakek lama Mingyu langsung masuk kamar Tania dan langsung bermain bersama dengan Tania.

Di gendongnya Tania sambil sesekali di ajak main.

Gak lama Siyeon datang dengan gelas kopi untuk Mingyu.

"Mbak (y/n) kemana, kok tumben sendirian?"

"Dia dapat shift malam jadi mas sendirian di rumah. Tau sendiri kan mas paling gak suka sendirian." Siyeon cuma nganggukin kepalanya aja.

Gak mau berkomentar lebih tentang kakak iparnya yang masih saja bekerja. Tidak jarang Siyeon kadang memberi wejangan untuk kakak iparnya yang umurnya masih di bawahnya untuk jangan terlalu banyak aktivitas di luar jika ingin memiliki anak.

Tapi itu semua seolah hanya angin lalu, (y/n) tidak mengindahkan ucapan adik iparnya.

"Kakak gak mau punya anak apa?"

Seakan tau arah pembicaraannya kemana, Mingyu menjawab dengan santai dan tidak mau terbawa emosi karena ia tau ini adalah hal yang sensitif untuk ia bahas.

"Ya mau lah, ya kali gak mau punya anak. Terus tujuannya nikah apa dong kalo gak memperbaiki keturunan?"

Siyeon menghelakan napas panjang sebelum berucap. "Suruh mbak (y/n) berhenti kerja lah."

Mingyu senyum lalu simpan ponselnya di dalam saku setelah ia memotret Tania bersama dengannya lalu dikirim ke (y/n).

"Kita emang belum di kasih sama Allah Siyeon. Ya mas sama mbak cuma bisa sabar lah sambil do'a sambil usaha juga. Mungkin Allah kasih waktu buat kami pacaran dulu." Tutur Mingyu lembut agar Siyeon juga dapat mengerti kondisinya saat ini.

"Mas, apa gak sebaiknya mas nikah lagi? Atau paling gak asuh anak dari panti asuhan." Ucapan Siyeon buat Mingyu berhenti bermain dengan Tania, dan memberikan Tania pada Siyeon.

Buat Siyeon kebingungan lalu menerima Tania yang sudah ingin di gendong Siyeon.

"Tania, om pulang dulu ya. Besok kita main lagi."

"Loh kok pulang sih, aku belum selesai ngomong."

"Udah ya, kalo kamu ngomongin yang kaya gini mending mas pulang aja. Assalamualaikum."

Siyeon cuma bisa menatap punggung Mingyu dan membiarkan Mingyu pulang.

°°°

Di jalan tidak sengaja ia malah terjebak macet di jalan. Padahal sudah tengah malam, tapi jalan masih macet.

Karena Mingyu gabut, jadi ia putar-putar Bogor dan sesekali melewati RSAD tempat istrinya bekerja untuk menghilangkan rasa rindunya malam ini karena harus tidur sendirian.

Mingyu pun berhenti di pinggir jalan untuk melihat kejadian apa yang membuat jalanan macet di jam segini.

"Maaf mas ini ada apa ya? Kok rame-rame." Tanya-nya pada orang yang mengelilingi keramaian tersebut.

"Katanya ada korban tabrak lari mas, kasian padahal cantik banget."

Karena penasaran, Mingyu mendekati keramaian itu dan membelah jalan agar bisa sampai pada titik pusat perhatian tersebut.

Karena tubuhnya yang tinggi, jadi mudah bagi Mingyu untuk membelah keramaian.

"Chayeon!" Mingyu langsung menghampiri Chayeon yang tidak sadarkan diri tergeletak di aspal dengan darah yang mengalir dari kepalanya.

Tidak ada dari satupun orang yang ada di kerumunan tersebut yang berinisiatif untuk menolong Chayeon. Mereka hanya melihat saja seakan itu sebuah tontonan yang menarik.

"Cepat panggil ambulans! Ini bukan tontonan, kenapa kalian gak ada yang inisiatif bantuin sih?!" Mingyu jadi emosi karena rasa simpati orang-orang harus di dorong lebih dahulu baru mereka bertindak.

Mingyu masih terus mengecek apa masih ada denyut nadi Chayeon. Setelah itu iya langsung melakukan pertolongan pertama untuk Chayeon agar bertahan.

Untungnya, tempat kecelakaan tidak jauh dari rumah sakit jadi ambulans tidak perlu waktu lama untuk datang.

"Bapak wali dari korban?" Tanya perawat yang baru saja membawa Chayeon masuk ambulans.

Mingyu diam sejenak sebelum menjawab.

"Bukan, saya hanya kebetulan nolongin aja." Ucap Mingyu dengan senyumnya.

Setelahnya perawat itu pergi masuk kedalam ambulans.

Mingyu sengaja berbohong kalau ia hanya sengaja menolong, padahal ia kenal dengan Chayeon. Bukannya apa-apa, tapi kalau ia mengaku kenal pasti ia disuruh untuk ikut ke rumah sakit dan akan bertemu istrinya.

Ia tidak mau terjadi salah paham, jadi ia menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Paling tidak, Mingyu sudah membantu Chayeon untuk segera mendapatkan pertolongan pertama.

Itu sudah cukup kan?

°°°

Marriage Life with Mingyu [2] ⛔ IMAGINE KIM MINGYU SEVENTEEN ⛔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang