ML 27

384 81 12
                                    

"Walaupun gue gak pernah ngerasain apa yang lo rasain, tapi gue ngerti apa yang lo rasain. Kita sama-sama perempuan, gue bisa rasain penderitaan lo." Kata Somi juga ikut nangis dan peluk gue.

Gue nangis banget di pelukan kedua sahabat gue itu.

Gak ngerti lagi kehidupan gue kaya gimana kedepannya. Gue bener-bener takut mas Mingyu gak bisa balik lagi ke Indonesia.

Kemarin malam, ayah kasih tau gue kalo sebenernya mas Mingyu nggak sibuk di sana. Tapi dia di tahan sama tentara Israel pas lagi tolongin perempuan dan anak kecil dari serangan tiba-tiba.

Gue mau marah, gue mau nangis, gue sedih. Gue kira setelah gue di karuniai anak, kehidupan gue dan mas Mingyu bakal lebih baik, tapi ternyata Allah punya jalannya sendiri buat gue bahagia.

Dan gue udah cukup kehilangan Zoe, jangan sampek gue harus kehilangan mas Mingyu juga.

Bisa gila gue.

"Inget selalu masih ada orang-orang yang sayang sama lo. Lo harus tetep semangat jalanin hidup walaupun keadaannya sekarang emang gak baik-baik aja. Ada Zoeya yang harus lo rawat, kalo lo sakit siapa yang mau rawat anak lo?!" Ucapan Lami buat gue sadar.

Sekarang gue gak sendirian. Ada anak yang harus gue rawat dengan kasih sayang.

Setelah itu gue usap air mata yang terus turun ke pipi. "Iya gue bisa jalanin ini." Ucap gue dengan senyum yang bener-bener gue paksain.

Setelahnya gue makan dengan di temenin cerita Lami yang seminggu lagi bakal nikah.

Selesai makan, om Dokyeom dan Haechan pun masuk dengan Zoeya yang ada di gendongan om Dokyeom.

Dia bangun dan anteng banget di gendongan om Dokyeom. Baru 2 hari yang lalu dia lahir, tapi dia gak gampang rewel.

"Cantik banget ponakannya om hehe."

"Keponakan aku..."

"Keponakan gue sama Somi kalian kan belum resmi nikah."

"Gue temennya Mingyu!"

"Gue temennya (y/n)! Lo siapa hah?!" Lah Lami kenapa jadi ngegas banget dah.

"Becanda doang ya Allah ngegas amat sih..." Haechan menciut dan lebih pilih berlindung di punggung Somi.

"Heh itu anak gue udah bawa sini!" Gue pun buka suara dan buat om Dokyeom nurut dan kasih Zoeya ke gue.

"Mirip sama bapaknya loh mukanya, kulitanya kayak lo tapi putih." Gue cuma bisa senyum denger pujian dari om Dokyeom.

Emang bener, setiap gue liat Zoeya pasti inget mas Mingyu yang emang mirip. Gue jadi ngebayangin kalo Zoeya aja mirip sama sama mas Mingyu, apa Zoe bakal mirip gue?

Seketika mata gue berkaca-kaca lagi.

"Oh iya tadi di depan ada mbak-mbak duduk di kursi ruang tunggu depan pintu, dia mau masuk tapi kayaknya ragu gitu."

"Siapa?" Tanya gue ke om Dokyeom.

Om Dokyeom keliatan bingung mau jawab apa dan dia garuk tengkuknya yang gak gatel.

"Chayeon di depan, mau masuk tapi minta ijin ke kamu dulu boleh apa nggak."

°°°°

Sekarang udah jam 8 pagi, tapi Mingyu masih tetep jalan gak tau arah.

Dia haus juga laper. Inget ya dia kemaren gak makan dan malamnya malah jebol tembok tahanan. Tenaganya udah tinggal 5%.

Dan yang parah gak ada orang yang lewat dari tadi. Dia cuma jalan ngikutin aspal yang udah rusak. Berharap ketemu pemukiman warga dan minta tolong di sana.

Tapi apa yang terjadi, dia malah pingsan karena udah gak kuat lagi tahan rasa haus dan laper.























































































"Baba, apa itu seorang pemuda yang pingsan?"

"Oh iya... Ayo tolong dia."

Anak gadis dan ayahnya itu tolong Mingyu yang jatuh tergeletak di tanah dengan mukanya yang pucet banget.

"Ya Tuhan, sudah berapa lama dia pingsan disini?"

"Sudahlah Baba cepat tolong dia." Ucap gadis itu lagi ke ayahnya.

Tapi masalahnya, badannya Mingyu itu lebih besar dari pada ayahnya. Agak susah mau bawa Mingyu ke rumah mereka.

Karena gak ada cara lain, mau gak mau Mingyu di bawa dengan kakinya yang terseret-seret karena tinggi badan ayah gadis itu dengan Mingyu beda 15cm.

Setelah sampai di rumah gadis itu, Mingyu pun di tidurin di sofa ruang tamu. Gadis itu dengan telaten rawat Mingyu yang badannya juga agak panas.

"Baba mau pergi lagi kepasar, kalau pemuda itu bangun beri dia maknan dan suruh dia beristirahat. Assalamualaikum."

"Walaikumsalam..." Gadis itu hanya menatap kepergian ayahnya yang pergi ke pasar lalu dia masuk lagi dan ganti kompresan di dahi Mingyu.

Jujur dia terpesona dengan wajah Mingyu yang benar-benar seperti orang Asia timur.

Kulitnya pun berwarna tan yang buat Mingyu keliatan lebih menarik di mata sang perempuan.

"Haruskah aku meminta baba melamar laki-laki ini untuk aku?" Ucapnya dengan tawa kecilnya.

Tapi di tengah kegiatannya yang mandang wajahnya Mingyu, dia liat tangan Mingyu yang genggam erat sebuah foto.

"Dia pingsan, tapi genggaman tangannya sangat kuat." Monolog gadis itu.

Dia coba buat buka genggaman tangan Mingyu, tapi Mingyu perlahan buka matanya.


°°°°

Gue browsing bahasa Palestinanya ayah gak ada, jadi gue pakek bahasa turki

Bagi yang tau kasih tau gue ya biar gue bisa revisi.


Ini visualisasi Alloula yang nolongin Mingyu di Palestina:")

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini visualisasi Alloula yang nolongin Mingyu di Palestina:")

Marriage Life with Mingyu [2] ⛔ IMAGINE KIM MINGYU SEVENTEEN ⛔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang