ML 25

383 87 0
                                    

Terhitung udah hampir seminggu Mingyu di tahan di sel tahanan itu dengan penerangan yang minim, makanan yang gak layak makan, dingin tanpa selimut, bahkan tulang pipinya hampir keliatan.

Dia emang gak di siksa disana kayak tahanan yang lain, tapi dia perlakuan mereka juga kasar ke Mingyu.

Pernah Mingyu berontak dan coba kabur, tapi dia balik lagi di tahan. Porsi makanannya makin jadi sedikit, bahkan kadang gak dia makan dan makanan itu berujung di makan tikus.

Tempatnya bener-bener dingin dan gak terawat.

Sehari-harinya cuma di habiskan dengan berdo'a dan wiridan setelah sholat. Minta sama Allah supaya di kasih jalan keluar dan minta untuk keadaan kamu di Indonesia.

Bahkan foto kamu yang dia bawa gak pernah dia lepas di genggaman tangannya.

"Kapten, apa kamu sudah sholat ashar?" Tanya orang di sebrang sel tahanannya padahal orang itu non-muslim.

Mingyu hanya menjawab dengan deheman. Selama satu minggu memang hanya orang itu yang mengajak Mingyu bicara, cuma cara dia ngomong gak bisa nyantai dan cenderung ngegas. Padahal setiap ucapannya selalu baik-baik karena selalu ingetin Mingyu untuk gak berputus asa minta sama Allah.

"Sudah satu Minggu kamu ada di disini, sepertinya kamu mulai betah."

"Apa kau tidak lihat kantung mata ku yang menghitam ini dan tulang pipi ku yang mulai terlihat?!" Kata Mingyu sambil tarik kantung matanya yang kendur. Dia kesel tapi orang yang itu selalu main-main sama dia.

Orang itu cuma ketawa liat Mingyu.

"Aku yang hampir 1 tahun di sel ini saja sudah gila." Ucapnya yang sambil senyum.

Mingyu cuma gelengin kepalanya. Pantesan mukanya penuh jenggot, dia sudah hampir satu tahun di tahanan itu. Padahal umurnya lebih muda beberapa tahun dari Mingyu.

"Kapten... Kau ini kapten tapi untuk lepas dari sini kau tidak bisa. Bagaimana kau bisa jadi kapten untuk tim mu?" Orang itu terus ngoceh gak jelas.

Tapi Mingyu tetep gak bergeming dan coba buat tutup kuping. Mulutnya pedas tapi itu buat Mingyu terprovokasi buat cepet-cepet keluar dari sana.

"Seorang kapten otaknya harus pintar, bisa mengayomi bahwahannya, memimpin jalannya misi. Kamu tidak mau menjalan misi lagi ya? Sudah lelah dan memilih untuk bersantai di dalam sel tahanan tidak layak huni ini. Pensiun dini saja."

Lama-lama Mingyu geram juga tapi ia hanya tatap tajam orang itu. Kuncinya menghadapi orang gila adalah sabar.

"Hey, kenapa tidak kau jebol saja tembok rapuh itu dan pergi dari tempat ini? Jika kau jebol tembok itu, maka kau langsung keluar kawasan tahanan ini dan kau bisa melarikan diri HAHAHAHAHAHAHA!" Ucap orang itu dengan lirih dan di akhiri dengan tawa yang mengerikan.

"HEI DIAM KAU!" Itu bukan Mingyu, tapi tentara Israel yang kebetulan lewat untuk patroli tahanan.

Mingyu lagi mikir, gak buruk juga saran dari pemuda gila itu. Nanti malam harus dia coba saran dari si gila itu.

°°°

Kamu baru bangun dari koma. Iya, kamu koma setelah operasi itu karena kecelakaan itu dari satu minggu yang lalu.

Kamu pun udah di pindahin ke ruang rawat inap karena keadaan mu cepat membaik.

"Ibu... Anak aku baik-baik aja kan? Mereka masih hidup kan? Dua-duanya sehat kan?" Tanya kamu yang baru di pindah dari ICU ke ruang rawat inap di bangsal perwira.

Oci yang lagi ganti infus kamu, cuma bisa diam. Dia mau peluk kamu saat itu juga dan kuatin kamu tapi dia tahan biar ibu kamu sendiri yang kasih tau.

"Mbak Oci... Nanti bisa anterin aku liat anak-anak aku kan?" Tanya kamu ke Oci.

"Sampek keadaan kamu membaik dulu ya." Jawab Oci.

Ibu kamu yang ada di samping kamu juga masih terus usap kepala kamu berniat untuk memberikan rasa tenang.

Gak lama Jeonghan masuk dengan seragam loreng yang berlapis jas dokternya. Tak lupa stetoskop yabg menggantung di lehernya.

"Udah di ganti infusnya?"

"Udah dok." Terus Oci keluar dari ruangan itu.

Terus Jeonghan beralih ke kamu. Kamu cuma bisa natap Jeonghan yang lagi periksa keadaan kamu.

"Banyakin istirahat ya, jangan mikir yang berat-berat. Mau cepet ketemu anak kamu kan?" Kamu cuma jawab dengan anggukan kepala.

"Mau di kasih nama siapa?" Tanya Jeonghan yang kelepasan.

Udah di bilangin jangan pernah bahas topik pembicaraan yang bakal ngarah ke Mingyu. Takutnya setelah Jeonghan tanya begitu, nanti kamu malah minta telpon Mingyu buat rundingan kasih nama.

Padahal Mingyu masih gak tau keberadaannya dimana.

"Mas Mingyu belum kasih nama bu?" Ibu kamu keliatan panik kamu tanya begitu sedangkan Jeonghan lagi tabokin mulutnya.

"Ah... Mingyu terlalu sibuk di Lebanon sayang, akhirnya ayah sama ibu yang kasih nama. Gak apa-apa ya?"

Kamu mengernyitkan kening. Sesibuk apa Mingyu sampai gak bisa di telpon cuma buat kasih nama anaknya?

"Gak ada yang ibu tutupin dari aku kan?"

"Nggak kok, ibu kapan pernah bohong sama kamu? Ibu sama ayah kasih nama yang perempuan Respati Zoeya Qassema." Kamu senyum dengar nama yang di kasih ibu kamu untuk anak perempuan kamu.

"Yang laki-laki?" Lagi-lagi ibu kamu dan Jeonghan bungkam.

Bingung harus jujur sekarang atau nanti saat kamu berkunjung ke ruang bayi.

"Respati Zoe Qarriem." Bukan ibu kamu atau Jeonghan yang biacara, tapi ayah kamu.

Dia keliatan keringetan banget dan mukanya merah. Buat Jeonghan agak merinding liat atasannya abis marah-marah tadi di depan.

Ya Jeonghan liat Taeyong marah-marah tadi sebelum masuk keruangan kamu.

"Kalau begitu saya tinggal dulu, nanti saya balik lagi setelah akan malam." Jeonghan pun pergi dari sana. Kamu mau tahan tapi gak sempet karena ayah kamu udah ada di samping kamu.



"Nanti malam... Kalau keadaan mu udah lebih baik, dokter mau bawa bayi kamu kemari."

°°°°

Marriage Life with Mingyu [2] ⛔ IMAGINE KIM MINGYU SEVENTEEN ⛔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang