14| Kunjungan Gioffrey

9K 338 0
                                    

Keesokan harinya, Gio mengenakan setelan hitam yang terlihat sangat kontras di kulitnya.

Setelah selesai, Gio menyemprotkan sedikit parfum di bagian tubuhnya lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

Gio berjalan menuruni tangga. Di bawah, sudah ada ayahnya yang duduk seraya menunggu kedatangannya. Di samping ayahnya, terlihat ibunya yang sibuk bermanja-manja tanpa mengingat umur. Gio terlihat acuh tak acuh.

Melihat kedatangan Gio, Rafael perlahan berdiri dari duduknya. "Udah siap Gi?" Gio mengangguk.

***

"Sha, Daddy keluar dulu ya bentar? Kaisha mau nitip?"

Hening.

Damian kembali mengela napas lelah. Sebenarnya hari ini, ia harus keluar sebentar menemui Rania untuk membahas perihal pernikahan mereka. Damian juga akan singgah sebentar bersama Pak Dadan di supermarket untuk membeli beberapa bahan masakan untuk tamunya nanti.

Dulu, Alana itu terlalu rajin mengurusi rumah mereka makanya setiap Damian berinisiatif ingin mengambil pembantu, Alana pasti akan selalu mengomel. Wanita itu tidak ingin sama sekali ada pembantu di rumahnya, makanya Damian menurut saja. Namun kali ini, mungkin Damian harus mencari seorang pembantu agar bisa mengurusi rumah serta anak sulungnya, Kaisha.

"Sha, Daddy pergi dulu ya? I love you."

Sedangkan di dalam sana, Kaisha masih tertidur nyenyak seraya memeluk bingkai foto ibu serta adik-adiknya.

Selang beberapa menit kepergian Damian, tidur Kaisha terganggu saat mendengar suara bel berbunyi. Gadis itu dengan malas bangun dari tidurnya lalu mengintip lewat jendela.

'Apa tamu Damian?'

Kaisha melangkahkan kakinya keluar dengan malas. Setelah tiba di bawah, Kaisha meraih knop pintu lalu membukanya. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah seorang pria paruh baya yang kini sedang menatapnya dengan raut wajah sedikit terkejut. Di sampingnya justru terlihat seorang pria remaja menatapnya lurus.

"Masuk dulu, Damian lagi enggak ada di rumah," ujar Kaisha dengan senyum tipis, sangat tipis.

Rafael dan Gio pun melangkahkan kaki mereka masuk lalu duduk di sebuah sofa.

"Om tau kok, tadi daddy kamu sempet nelpon, katanya mau keluar bentar."

"Oh ya? Mungkin dia lupa sama saya." Rafael mengernyit bingung saat mendengar kalimat ambigu dari Kaisha. Sedangkan Kaisha bersikap biasa saja. Toh Damian pasti sudah tidak menganggap Kaisha penting, itu sebabnya Kaisha dilupakan.

Andai saja Damian mengetahui isi hati Kaisha saat ini, pasti Damian akan menangis histeris, mengingat ia tadi sempat pamit terlebih dahulu pada Kaisha namun gadis itu sama sekali tidak memedulikan keberadaan Damian yang berada di luar kamar.

Kaisha lantas ikut duduk di sofa.

"Mana mungkin daddy kamu bisa lupa sama kamu. Kamu 'kan anak satu-satunya." Kaisha menanggapi perkataan Rafael dengan senyum tipis.

"Maaf ya Om, Kaisha enggak bisa bikin minuman apalagi masak. Tapi bentar, Kaisha mau liat di dapur dulu, siapa tau ada yang bisa masuk perut." Rafael tertawa lalu mengangguk.

Kaisha berdiri lalu melangkahkan kakinya menuju ke dapur. Namun saat tiba di dapur, Kaisha justru hanya diam seraya mengamati sekitarnya. Gadis itu kembali mengingati almarhum ibunya.

"Mommy jangan khawatir ya, Kaisha sehat-sehat aja kok di sini. Dan mommy tenang aja, Kaisha bakalan bales dendam sama mereka semua," gumam gadis itu.

"Oi!" Kaisha spontan menoleh.

Surrender✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang