26| Rumah dan segala kenangannya

7.6K 280 4
                                    

Kaisha duduk di tepi kasurnya dengan wajah sembab. Gadis itu baru saja pulang dari pemakaman Adrian saat azan maghrib berkumandang.

Kaisha beranjak dari kasurnya untuk membersihkan dirinya. Setelah itu, ia berwudhu lalu melaksanakan ibadah solat.

Setelah selesai, Kaisha langsung berbaring di atas kasurnya tanpa membuka mukenanya. Gadis itu lalu tidak sengaja melirik sebuah plastik yang berada di bawah mejanya. Kaisha bangun lalu memunguti plastik tersebut.

Kaisha membukanya lalu menemukan baju yang belum sempat Kaisha berikan pada Liliana. Tidak! Kaisha tidak akan memberikan baju itu pada Liliana melainkan akan membakarnya.

Kaisha membuka mukenanya lalu berjalan turun ke bawah. Gadis itu memberikan baju tersebut pada Bu Minah lalu menyuruh wanita tua itu untuk membakarnya.

Setelah itu Kaisha berjalan menuju ke dapur untuk mengambil timun dan pisau lalu kembali naik ke atas kamarnya.

Kaisha memotong timun tersebut dengan potongan tipis lalu menempelnya ke matanya. Setelah itu Kaisha merebahkan tubuhnya hingga akhirnya tertidur.

Keesokan harinya, Kaisha memulai rutinitasnya paginya seperti biasa. Gadis itu menikmati sarapannya dengan tenang, mengabaikan Damian yang sedari tadi meliriknya secara terang-terangan.

"Kaisha abis nangis?" Kaisha melirik Damian sekilas lalu kembali menyantap makanannya. Jika diperhatikan dengan teliti, mata gadis itu memang masih sedikit bengkak, walaupun sudah ditempel dengan irisan timun oleh Kaisha. Sebenarnya sih sudah tidak terlalu bengkak, tapi Kaisha adalah anak Damian, tentu pria itu akan tahu meskipun Kaisha sudah berusaha menyembunyikannya. Walaupun sebenarnya semalam Damian sempat memasuki kamar anaknya untuk memeriksa keadaannya, namun Damian malah melihat mata Kaisha yang sedang ditempeli oleh irisan timun makanya Damian tahu.

"Bukan urusan Daddy." Kaisha berujar dengan raut wajah santai membuat kunyahan Damian terhenti. Pria itu menatap anaknya sedang sorot sendu.

"Mau sampai kapan Kaisha bikin Daddy kayak gini? Mau sampai kapan Kaisha benci sama Daddy?"

Selera makan Kaisha langsung hilang. Gadis itu meletakkan sendok dan garpunya lalu meneguk segelas air susu yang dibuat oleh Bu Minah untuknya. Setelah itu, Kaisha balas menatap ayahnya dengan sorot tajam.

"Harusnya Kaisha yang nanya, sampai kapan Daddy mau bikin aku jadi anak durhaka kayak gini? Selagi wanita enggak jelas itu ada di kehidupan Daddy, maka ... jangan heran kalo Kaisha benci banget sama Daddy atau bahkan enggak menghormati Daddy sebagai ayah Kaisha lagi." Kaisha meraih tasnya lalu pamit terhadap Bu Minah. Setelah itu, ia langsung pergi meninggalkan Damian yang masih terdiam atas perkataan Kaisha.

"Kaisha!" langkah Kaisha terhenti saat Damian memanggilnya. Gadis itu lantas menoleh dengan malas.

"Kamu masih inget 'kan kalo kamu itu masih tinggal di rumah Daddy? Kamu pikir apa yang bakal terjadi kalo Daddy usir kamu dari rumah ini?" Damian berkata dengan tenang membuat Kaisha diam-diam mengepalkan tangannya.

"Jadi Daddy mau usir Kaisha, begitu?"

"Maksud Daddy sebenarnya sih enggak gitu, tapi kelakuan Kaisha sendiri yang bikin Daddy harus memperingati kamu."

"Ok fine. Daddy pikir aku takut?" Kaisha kemudian tertawa sumbang.

"Enggak! Lagian ada bagusnya juga Daddy usir Kaisha, biar Kaisha enggak harus mandang muka Daddy tiap hari yang bikin Kaisha selalu muak." Kaisha berjalan menuju ke atas kamarnya membuat hati Damian mulai dilanda oleh rasa cemas.

Setelah kepergian Kaisha, Pak Dadan menghampiri Damian. "Pak Damian, apa Bapak enggak salah? Bagaimana kalo non Kaisha benar-benar pergi?" Pak Dadan bertanya dengan nada cemas.

Surrender✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang