24| Kaisha menghilang

8.1K 304 0
                                    

Kaisha memutar tubuhnya lalu beranjak meninggalkan Liliana. Gadis itu menghidupkan motornya lalu melaju menuju ke suatu tempat. Tempat yang baru pertama kali akan Kaisha kunjungi setelah sekian lama.

Makam ibu dan adik-adiknya.

Bagaimana Kaisha bisa tahu makam mereka? Damian yang mengatakan sewaktu Kaisha masih dirawat di rumah sakit.

Setelah tiba, Kaisha langsung memarkirkan motornya di luar lalu berjalan masuk ke dalam. Kaisha melirik seorang lelaki tua yang sedang menyapu dedaunan kering, lelaki yang Kaisha yakini adalah penjaga makam. Hingga tidak lama, lelaki tua itu terlihat menyimpan sapunya lalu keluar dari makam menyisakan Kaisha sendiri di sana. Gadis itu lantas kembali meluruskan pandangannya.

Saat tiba di hadapan makam ibu dan adik-adiknya, air matanya langsung menggunung di pelupuk matanya. Sekali saja Kaisha berkedip, air matanya pasti akan luruh. Dan benar saja, air mata Kaisha luruh membuat gadis itu segera menghapusnya menggunakan punggung tangannya.

Kaisha kemudian berjongkok lalu mencabut rumput kecil yang tumbuh. Tangan Kaisha tiba-tiba terulur untuk mengusap batu nisan yang bertuliskan nama Alana, mommynya.

Kaisha menatap nisan ibunya lama. Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha keras menahan tangisnya. Namun saat kembali mengingat kenangannya bersama ibunya, tembok pertahanan Kaisha runtuh. Gadis itu menangis terisak-isak lalu memeluk batu nisan ibunya.

"Mommy ... Kaisha kangen. Apa mommy tau, sekarang semuanya udah pergi
ninggalin Kaisha, dan sebagian justru khianatin Kaisha. Apa mommy enggak kasian sama Kaisha, hm? Kenapa mommy ninggalin Kaisha sendiri? Kenapa mommy enggak bawa Kaisha ikut sama kalian? Kenapa mommy tega ngebiarin Kaisha hidup sendiri di dunia yang terlalu kejam ini? Kaisha enggak kuat, tolong bawa Kaisha pergi juga...," tangisan gadis itu terdengar sangat pilu.

"Sekarang, udah enggak ada lagi yang masakin Kaisha tiap hari. Udah enggak ada lagi yang temenin Kaisha tidur. Udah enggak ada lagi yang nasehatin Kaisha kalo Kaisha buat salah. Bener-bener udah enggak ada lagi Mi...,"

Kaisha beralih menatap makam adik kembarnya yang berada di samping makam Alana lalu berdiri untuk berpindah posisi. Kaisha kini berjongkok tepat di antara makam Aster dan Alder.

Bibir Kaisha tersenyum namun air matanya tidak berhenti mengalir. "Kalian jahat! Kenapa kalian ninggalin Kak Kai? Kenapa kalian enggak bawa Kak Kai ikut sekalian? Sampai akhir juga, kalian tetep jahat banget, ya? Sekarang, siapa yang mau jahilin Kak Kai lagi?" Air matanya merembes. Kaisha memilih menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya.

"Kak Kai bener-bener udah sendiri. Kak Kai butuh kalian. Kak Kai enggak papa kalo kalian ngejek Kak Kai tiap hari, t-tapi kenapa?" jeda sejenak sebelum akhirnya Kaisha berteriak histeris.

"Kenapa kalian lebih milih buat ninggalin Kakak?!!" tubuh Kaisha langsung jatuh pingsan di atas makam Aster, mungkin petanda bahwa gadis itu sedang memeluk tubuh kakak sulungnya yang teramat rapuh.

Kaisha ... gadis yang teramat malang.

***

Ardan sedari tadi tidak tenang. Bel pelajaran pertama sudah hendak berbunyi, namun belum ada tanda-tanda bahkan Kaisha akan datang.

Ardan hendak menghubungi gadis itu, namun katanya, ponsel Kaisha rusak. Saat Ardan menyuruh Kaisha membeli yang baru, gadis itu justru menolak.

Ardan berlari keluar dari kelasnya hendak menemui Gio. Saat tiba di kelasnya, semua siswa langsung kompak menoleh terhadapnya. Ardan langsung menerobos masuk. Dari kejauhan, Ardan melihat Gio yang sedang duduk di meja belakang. Pria itu terlihat sedang berbicara dengan beberapa siswa.

Saat tiba di depan Gio, Ardan langsung bertanya, "Lo lihat Kaisha?" Gio lantas mendongak.

"Kaisha?" kening Gio mengernyit, "Bukannya dia sekelas ama lo?"

Surrender✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang