Farsha-22. Marco?

21.3K 3.6K 732
                                    

Happy reading!!

***

"Abra sama temen kamu mau kesini ya Ven?"

Arven menunduk sebentar, tanganya tetap mengelus rambut gadis itu lembut. "Katanya iya," jawab Arven.

Farsha mendongak, memeluk Arven dari samping dengan nyaman. "Papa sama Kakak gimana Ven?" tanya Farsha pelan. Setelah kabarnya mengalami kecelakaan hebat waktu itu, dia tak lagi mengunjungi Papanya dan Kak Marco. Selain karena belum ada waktu, larangan keras Arven membuat Farsha lebih memilih diam.

"Gak usah temuin mereka dulu, gue gak larang. Cuma jangan aja, untuk sementara waktu." Arven menoleh kala Farsha melepaskan pelukanya, gadis itu berubah menyender kearah sofa.

Farsha diam, menatap Arven dengan pasrah. Dia tak mungkin bisa menyangkal kecuali kalau Farsha sendiri yang melanggar ucapan Arven maupun Bara. Cowok itu sangat menyebalkan. Mengekangnya membuat Farsha antara geram, marah, dan terlindungi. Entah. Yang pasti Farsha mulai lelah dengan kehidupanya sekarang.

"Kamu sekarang beda," ujar Farsha berat, menatap Arven. Hal itu membuat Arven mengernyit heran.

"Beda gimana hem?" tanya Arven lembut.

"Suka ngekang." Farsha menghela nafasnya pelan. "Asya gak suka dikekang. Arven tau, kan?"

"Gue ngekang?" Arven menatap Farsha tajam. "Gue sayang sama lo Sya. Dengan nyawa lo yang mulai terancam saat kecelakaan, masalah Papa dan Kakak lo, juga orang lain yang ada disekitar. Berhak gak gue jaga lo banget?" sarkas Arven tajam.

"Asya capek. Pengin pulang," ujar Farsha menunduk takut.

"Pulang kemana? Lo nggak punya rumah. Mereka nggak nganggep lo ada, kalau lo lupa."

Farsha makin menundukkan wajahnya. Matanya memanas mendengar perkataan Arven yang sangat tepat menohok hatinya. Dia memang tak memiliki rumah.. selain menumpang disini. Harusnya Farsha sadar hal itu.

"Tapi aku masih punya Abang sama Papa. Mereka yang tetap menjadi keluarga aku setelah semua ini, kan?"

"Lo nganggep kita apa?" tanya Arven. Emosinya tak stabil akhir-akhir ini. Ditambah sikap Farsha yang membuatnya tambah badmood.

"Kalian keluarga Asyaa.."

"Ven, bukan gitu maksud Asya. Asya cuma mau pulang itu salah?" serak Farsha. Tanganya gemetar, menatap Arven takut dengan mata basahnya.

"Pulang buat apa? Disakitin?"

Tak ada yang menjawab, Farsha mengusap air matanya yang turun memasahi pipi, berusaha tak menangis saat mendengar langkah orang datang.

"Arven," panggil Dara. Wanita itu berjalan bersama Cantika disampingnya membuat Arven langsung bangkit. Pergi tanpa sepatah kata dengan tatapan sedih Farsha yang mengiringi.

Salah ya kalau ingin bersama keluarga?, batin Farsha.

Dia mengambil bantal sofa kemudian memegangnya diatas paha. Tersenyum manis kearah Dara dan Cantika. Berusaha menutupi rasa takut dan panik yang hinggap dalam hatinya kala gau respon Arven seperti itu. Yang dia tau, Arven marah.

"Kenapa sayang hem?" tanya Dara lembut. Duduk disamping Farsha mengelus rambut gadis itu pelan.

"Gapapa," jawab Farsha memperlihatkan senyum manis.

Dara hanya tersenyum tipis melihat tipuan dari wajah Farsha. Dia mengenal gadis itu bertahun-tahun. Farsha sering menutupi kesedihanya, dengan senyum manisnya. Tatapan gadis itu saat takut adalah terlihat panik, dan tatapan sedih menjadi satu.

FarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang