Farsha-19. Sesuatu

28.5K 4.5K 638
                                    



****

"Terjadi kecelakaan di jalan Cempaka Indah menelan empat korban. Dua diantaranya luka parah, satu luka ringan, dan satu dikabarkan tewas dini hari."

"Diduga supir truk yang memang mengantuk dan kelebihan muatan, menabrak seorang gadis yang menyebrang. Berusaha menghindari, truk oleng kesamping menabrak pedagang kaki lima. Kecelakaan maut itu terjadi malam hari, sehingga pandangan jalan juga terlihat buram."

"Ledakan kecil berasal dari truk, supir truk dikabarkan meninggal setelah mendapat perawatan dari rumah sakit. Luka bakar dan cukup parah, mereka berempat diungsikan kerumah sakit yang sama."

"Menurut saksi mata ha—"

Klik!

Televisi yang semula menampilkan berita itu mati menjadi layar hitam. Pria paruh baya itu tampak tak suka, meminum teh hangat yang tersaji diatas meja.

"Darimana Kamu?" tanya pria itu. Menatap tajam seorang wanita yang baru saja menginjakkan kaki dirumah besar ini.

"Dari rumah temen," jawab wanita itu pelan.

Bibirnya menyeringai. "Teman? Siapa?"

"Mas. Asya kritis," jawab wanita itu tanpa dikomando.

"Farsha? Peduli apa? Sudah aku bilang jangan pergi ke anak itu lagi. Mau kamu apa sih?!"

"T-tapi Mbak Sandra udah pas—"

"Nggak peduli sama Sansra atau siapapun itu. Yang pasti jangan deketin Farsha!! Kamu mau kita jadi korban lagi?!"

"Mas.. Asya ponakan aku, ponakan kita, aku sayang sama Asya. Bisa nggak sih kamu ja—"

"Kita udah di klaim jahat dimata mereka. Buat apa dibaikin?"

***

Arven tersenyum lembut mengecup pipi Farsha kencang sampai bunyinya terdengar jelas. Bibirnya tersunging senyum bahagia sedari tadi melihat gadis yang diharapkanya membuka mata.

"Kangen tau," serak Arven mengusap pipi Farsha lembut.

"Asya bangunya kapan? Arven kesini lagi pas Subuh. Habis nganterin Cantika pulang, maaf kalau Asya bangun gue gak ada. Kasian Tika nggak ada yang nganterin," ujar Arven penuh sesal. Matanya menatap Farsha yang hanya diam membisu.

Tak mau larut, Arven kembali berbicara. "Dengerin gue.."

"..gue mohon, kalau mau pergi kemanapun besok, Asya seenggaknya telfon Arven dulu. Jangan kaya gini, kamu bikin takut semua orang," ujar Arven lembut.

Farsha diam tak menanggapi. Bibirnya masih kelu untuk berbicara, tubuhnya juga masih sakit jika digerakkan. Dia tak marah, hanya saja pikiranya tak terfokus pada Arven kali ini.

"Asya ketemu Mama.." gumamnya lirih memotong ucapan Arven yang sedari tadi panjang lebar berbicara.

Kali ini Arven yang terdiam. Mengelus rambut Farsha, "gimana?" tanyanya sedikit tak mengerti. Walau dalam hati paham, tapi itu terkesan tak mungkin.

"Disana, Mama disana. Senyum natep Asya, Mama yang ada pas pertama kali Asya bangun."

Membayangkan raut wajah Mamanya yang kembali hadir dalam ingatanya membuat Farsha bisa tersenyum  bahagia kali ini.

Hanya sedetik, tatapanya berubah sendu, menoleh kearah Arven dengan sorot mata sedih yang kentara. "Kenapa Asya masih disini? Mama pasti nungguin Asya," gumamnya membuat Arven memejamkan mata, sakit.

"Ngomong apasih," gumamnya terkekeh, pelan. Mengecup pelipis Farsha singkat.

"Asya pengin sama Mama," ujarnya lirih.

FarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang