Farsha-18. Bangun

30.7K 4.7K 1.5K
                                    

Atu tau aku tukang php.

****

"Papa mau kerumah Asya, kamu mau ikut apa jaga Asya?" tanya Bara sambil memakai jaket miliknya.

Arven menoleh, tanganya mengelus rambut Farsha lembut. Mendaratkan satu kecupan dikening gadis itu kemudian bangkit.

"Arven ikut, disini lagian ada Mama sama Tika," ujarnya menatap Dara dan Cantika yang duduk anteng di kursi.

Cowok itu menyambar jaket disofa. Sekali lagi, matanya melirik Farsha dengan alat medis yang mengelilingi gadis itu. Farsha tak bangun, setidaknya belum. Harapan Farsha bangun masih luas, terbukti selama 5 hari dia menutup mata, kondisinya perlahan makin membaik.

"Hati-hati," ujar Dara saat melihat dua orang itu pergi dari sini.

"Ma!"

Dara menoleh, melihat Ana dengan cengiranya. Wanita itu mengkode Ana agar duduk denganya juga Cantika.

"Kamu kesini, Mama kamu enggak?" tanya Dara. Dia lebih fokus ke Farsha belakangan ini sampai tak sempat berbicara banyak dengan Cantika.

Cantika tersenyum manis. "Enggak Tan, dia setiap Tika ajak pulang gak mau. Masih mau nungguin Papa aja disana," jawab Cantika.

Dara mengernyit. "Bukanya Papa kamu kantor pusatnya malah di Indonesia? Kenapa netep disana coba," gumam Dara yang masih bingung.

Cantika yang dengar hanya menggelengkan kepalanya pelan. "Arven sama Om Bara mau kemana tadi Tan?" tanyanya melirik kearah pintu.

"Kerumah Asya," jawab Dara pelan, tanganya mengelus rambut Ana yang kini menyandarkan tubuhnya ke badan Dara.

"Ngapain?" tanya Cantika langsung. Dara hanya tersenyum menanggapi membuat Cantika sadar bahwa dia tak berhak untuk tau banyak tentang masalah keluarga mereka.

"Sesayang itu ya," gumam Cantika.

"Asya udah sama Tante dari kecil, jadi wajar."

Cantika menoleh kaget, ia kira Dara tak dengar apa yang diucapkanya. Tapi ketika wanita dua anak itu buka suara, hal itu malah membuat Cantika sedikit malu.

Matanya melirik kearah Farsha. Farsha itu sahabatnya, Cantika dengan senang hati mengakui hal itu. Tapi jika melihat kedekatan Arven dan Farsha yang sudah dalam tahap melampaui batas sebagai sahabat, ia sedikit tak rela. Ia tau, dari dulu Farsha selalu jadi prioritas cowok itu ketimbang yang lainya. Cantika juga tak memungkiri bahwa ia pernah suka dengan Arven, setidaknya itu dulu.

"Paling sama Ana juga lebih sayang sama Kak Asya," cibir Ana menatap Farsha yang terbaring lemah.

Ana sedih, dia bahkan langsung menangis keras kemarin saat tau Farsha dalam kondisi seperti ini. Dia kehilangan momen-momen berdebat dengan gadis cantik itu.

Dara terkekeh, mengusap rambut Ana. "Abang tuh sayang kamu, cuma gengsi. Kalau sama Kakak kamu si Asya kan gak gengsi," balas Dara memberi pengertian.

Hening, Dara dengan pikiranya. Farsha memang tak setiap hari menginap dirumahnya saat kecil dulu. Hanya terhitung beberapa hari, tapi Dara bisa mengekang Farsha untuk berada dirumahnya lebih lama saat mendengar tangisan Farsha dengan sedikit luka dibeberapa bagian tubuhnya.

Dia tak akan pernah rela jika Farsha pulang kerumah Papanya, jika kadang kala menemukan Farsha didanau tempat dimana Farsha bertemu denganya. Hanya menangis sendirian, tak ada yang bisa dijadikan tempat mengadu.

Gadis itu bukan anaknya, tapi dia adalah segalanya.

****

"Ada apa Pak Bara?"

FarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang