Farsha-24. Teka-teki

17K 2.7K 392
                                    


"Salah ya kalau bodoh?"

"Ngga," ujar Arven sabar. Tanganya tetap mengelus rambut Farsha lembut. Gadis itu hanya duduk diam dibangku taman sesekali mengoceh tentang kejadian tadi.

"Asya punya orang tua, tapi gak pernah ngerasain jadi anak Papa, tanpa mereka ingetin Asya juga udah sadar kalau Asya bukan siapa-siapa," ujar Farsha lirih. Dia memang memiliki Papa, tapi dia tak pernah merasakan kasih sayangnya kan?

"Udah, gak usah dipikirin. Urusan Imelda biar gue yang urus," ujar Arven mencoba menenangkan.

Farsha langsung duduk menghadap Arven. Gadis itu mengerucutkan bibirnya. "Arven bisa gak sih ngajarin Asyaa?! Ayo, kita ke perpus!!" Farsha menarik tangan Arven agar berdiri.

"Kalau diajarin gue gak bakalan fokus. Tiap hari diajarin gak mudeng juga."

"TUH KAN!! ARVEN JUGA NGATAIN ASYAA!!"

Arven meringis mendengarnya. "Maaf." Mulutnya memang selalu tak bisa terkondisikan.

"Ayo, perpus," rengek Farsha, gadis itu mengerucutkan bibirnya sebal menatap Arven.

"Mau ngapain sih?" tanya Arven malas. Cowok itu memejamkan matanya menikmati semilir angin taman belakang.

"Belajar," Farsha tersenyum manis dibuat-buat.

"Alah, belajar nanti cuma cari novel," cibir Arven. Tak ayal tetap menuruti permintaan Farsha, cowok itu berdiri menatap Farsha. "Duluan, nanti disamperin. Mau ke kamar mandi dulu."

Farsha mengangguk sambil tersenyum manis. Gadis itu berjalan menuju perpustakaan dengan riang. Arahnya berlawanan dengan Arven yang pergi ke kamar mandi.

Farsha akan berusaha untuk bangkit, dicaci? Semoga kali ini tidak lagi.

***

Masuk perpustakaan langsung disuguhkan dengan bau yang khas. Gadis itu tersenyum ramah pada penjaga perpustakaan, lalu mulai mengelilingi rak rak yang berjejer dipenuhi berbagai buku. Pelajaran, kamus, novel, dan lainnya.

Gadis itu mengambil beberapa buku pelajaran yang memang dia tak mengerti. Matanya menatap rak buku yang menampilkan beberapa jajaran buku novel. Tanganya mengambil dua novel sekaligus. Bodoamat,  jika nantinya tak fokus. Novel lebih menggiurkan. Labil sekali.

Menaruh buku-buku yang dibawanya sedikit keras keatas meja. Farsha duduk disalah satu kursi, membaca novel terlebih dahulu sambil menunggu Arven datang. Perpustakaan tampak sepi, hanya dia dan satu orang perempuan yang duduk di meja panjang ini. Tapi beberapa orang tadi sempat Farsha lihat di rak rak buku.

Farsha langsung mendongak kala satu buah buku disodorkan kearahnya. Gadis itu mengernyit heran menatap laki-laki yang berdiri disampingnya.

"Apa?" tanya Farsha menatap Vernan, teman sekelasnya.

"Catatan rumus Matematika, gue pinjemin." Cowok itu menaruh bukunya didepan Farsha.

"Pinjemin?"

"Gue disuruh Pak Tatam pinjemin lo buku catatan Matematika," jelas Vernan menatap Farsha datar.

"Oo.." Farsha mengambil buku milik Vernan. Dia kira laki-laki itu sendiri yang berinisiatif. Tak mungkin juga, dia dan Vernan hanya kenal sebagai teman sekelas, berbicara juga mungkin hanya sepatah dua patah kata.

"Makasih, nanti kalau gue udah nyalin. Tak kembaliin," ujar Farsha sambil tersenyum manis menatap Vernan.

Cowok itu mengangguk. "Oke," ujarnya lalu pergi begitu saja digantikan wajah Arven yang tampak menatap Farsha datar.

FarshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang