Yang nungguin?____
.
.
Hening.
Keadaan disini hening, Arven menghentikan motornya didepan rumah besar milik Papanya. Menatap Farsha yang sedari tadi hanya diam membonceng, tanpa bicara satu patah katapun.
"Ayo," Arven mengulurkan tanganya ke Farsha. Berniat membantu gadis itu turun.
Dari tadi perjalanan pulang atau bahkan sejak kejadian disekolah membuat Farsha menjadi pendiam. Berbeda dengan biasanya yang merengek minta ini itu sepanjang jalan.
Farsha menoleh, tatapanya kosong menatap Arven. Tak membalas uluran tangan Arven, Farsha turun dari motor dengan cepat dan berlalu kedalam membuat Arven menghela nafasnya pelan.
Farsha itu susah. Kadang semuanya dipendam sendiri walaupun Arven tau kalau gadis itu sedang jatuh paling rendah. Farsha juga baru mau cerita setelah Arven mendiamkanya ataupun Arven mulai emosi. Cowok itu hanya memancing Farsha. Dia tak suka melihat Farsha yang biasanya ceria menjadi seperti itu. Sesak, dan Arven ikut merasakanya.
"Asya kenpa Ven?" tanya Dara panik melihat Farsha yang hanya menyaliminya kemudian pergi kekamar gadis itu.
Arven memijat keningnya pusing. "Nanti Arven cerita Ma," ujarnya menenangkan.
Mamanya memang seperti itu, selalu panik terhadap hal apapun. Terlebih menyangkut keluarganya.
Setelah memberi pengertian kepada Dara, Arven berjalan pelan mencari Farsha. Awalnya pergi kekamarnya. Namun Farsha tak ada didalam, kaki Arven melangkah ke kamar Farsha. Membukanya yang langsung disambut suara isakan pelan Farsha.
Mata Arven terfokus pada sato objek. Farsha menangis keras dengan posisi tengkurap, menenggelamkan wajahnya dalam bantal.
Diam-diam Arven tersenyum tipis, seberapa tak maunya Farsha menceritakan perasaanya pada Arven tapi gadis itu tetap sama. Ceroboh. Bahkan lupa mengunci kamarnya jika tujuan Farsha untuk menyendiri.
"Kata siapa boleh nangis?" ujar Arven pelan. Duduk sambil mengelus rambut Farsha lembut.
"A-asya nggak kuuaat," tangis Farsha maeih tetap tak mau menatap Arven.
Arven terdiam. "Ada Arven," ujar Arven pelan menenangkan.
Bukanya malah diam, tangis Farsha semakin menjadi. Bagaimana sih rasanya Kakak sendiri menganggapmu sebagai jalang? Bahkan diumbar seenaknya didepan teman-temanya. Walau nyatanya Farsha tak seperti itu, dia dijaga ketat.
"Sya," peringat Arven pelan. Cowok itu memajukan wajahnya. Mengecup rambut Farsha singkat. "Gue gak suka, lo tau apa yang bakal gue lakuin nanti kan?" ancam Arven tajam.
Farsha mendongak, menggeleng keras sambil menangis sesenggukan. "Jangan sakitin Papa sama Abang, atau Asya yang bakal pergi dari Arveenn," rengek Farsha pelan.
Gadis itu terlalu berharap, sampai lupa kenyataan siapa yang menyakitinya kini. Dan Farsha akan terus keras kepala seperti itu, tak mau melihat mereka sakit saat dirinya disakiti. Fisik dan mental.
Arven diam, tak menjawab. Tentu saja dia tak menjanjikan itu. Cowok itu menyandarkan tubuhnya kekepala ranjang. Menatap Farsha yang menangis pelan menatapnya.
"Lo tau kelemahan gue kan? Cuma satu Sya," lirih Arven tak tau harus bagaimana lagi.
Farsha diam, tubuhnya kaku. "Asya, iya. Asya kelemahan Arven. Arven bakalan maju kalau Asya kenapa-napa. Dan Asya tau itu, tapi jangan Abang sama Papaa," rengek Farsha yang mengerti arah pembicaraan Arven.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farsha
Teen FictionGadis cantik dengan sejuta rahasia. Dia tak punya keluarga, atau tak pernah dianggap oleh keluarganya. Nakal, bodoh, itu sangat melekat padanya. Sama-sama Bad. Tak ada yang tau hubungan mereka, walaupun hanya sebatas sahabat. Tapi Arven selalu ada d...