Chapter sixteen

221 8 6
                                    

Besok Yoga akan segera meninggalkan Amerika dan pindah ke Indonesia. Entah sampai kapan dia menetap disana. Apakah dia sempat berpikir untuk menetap di Amerika? Untuk nggak meninggalkan Vanisa sampai kapanpun? Dia kira semua nggak akan terjadi seperti ini. Dia kira akan terus bisa sama Vanisa. Tapi sekarang apa? Dunia berkata sebaliknya dan Yoga nggak bisa berbuat apa-apa.

Apa mungkin jodohnya bukanlah Vanisa, melainkan orang Indonesia? Apa iya? Mungkin. Yoga tau hubungan jarak jauh nggak akan bertahan lama dan dia pasrah. Mungkin hubungan ini hanya dapat bertahan selama beberapa hari. Bagaimana bisa mereka berpacaran tapi nggak pernah ketemu? Itu semua nggak akan bisa. Mungkin hanya 0,0000000001% dari 100%.

"I'm gonna miss you. So bad." kata Vanisa.

"I'm gonna miss you, too." balas Yoga.

Lalu mereka berdua diam.

"I hate this. I really hate this. I mean, I know how this relationship going to end. I knew it already. And it's really hard because there are so many things that we've been through together. I can't just forget like it never happened." kata Vanisa membuka pembicaraan.

"It sucks."

"I know, right?"

"Okay, here." Yoga menoleh ke arah Vanisa dan menggenggam tangannya. "I know it'll be hard for us. But if we try to contact each other for as long as we could, that would be great. But I know it won't be long. It's not that I'm not fighting for our relationship but this is hard for me, too. For us. God, Vanisa, I don't know what to do. I can't think clearly right know. I wish that you could understand but I don't know how to expalin it, either."

"I get it. I get it, Yoga." kata Vanisa. "I'll try, too, okay? We both will try."

"Is it okay to let go?"

"Um, you know, I don't know. But I've been thinking that letting go is harder than moving on."

"Yup. That's what I'm afraid of. I'm afraid that it's true."

***

Vanisa memberi tau Cassadey kalau Yoga akan segera pindah beberapa hari yang lalu. Cassadey langsung memeluknya dan merasa bersalah karena udah marah-marah ke Vanisa. Cassadey mencoba melupakan apa yang Vanisa lakukan dan menganggap kalau Vanisa hanyalah mencoba untuk membantu Cassadey.

Sekarang Cassadey sedang bersama dengan Andrew. Menceritakan semua ke Andrew. Andrew pun agak kaget dengan ceritanya. Tentunya Andrew kenal dengan Yoga tapi hanya sekedar kenal. Nggak ada hubungan pertemanan yang lebih.

"Wow, that's... I mean, it's gonna be hard for both of them."

"Yeah." kata Cassadey.

"What if I am the one who's going to leave to Indonesia?"

"You're kidding me, right?"

Andrew hanya mengangkat bahunya.

"Um, maybe I'll find a new guy."

"No, you can't."

"Of course, I can. I have my right." kata Cassadey sambil mengangkat alisnya.

"Okay, then. I'll cancel my flight to Indonesia."

"Are you willing to do that for me?"

"Of course, I am. I have my right."

Lalu mereka berdua tertawa.

***

Yoga's POV

Hari ini, sekarang ini, gue udah menginjakkan kaki di bandara Soekarno-Hatta, Indonesia.

Gue udah resmi putus sama Vanisa. Kaget? Don't be. Dia memutuskan untuk memutuskan hubungan kita pas di Amerika. And I got it. Mau nggak mau, suka nggak suka, gue sama dia nggak akan bertahan lama.

Yup, mungkin jodoh gue bukan dia. It's okay. Mungkin juga hubungan kita kurang baik atau apapun itu yang nggak bisa kita perbaiki. Tapi dengan begini, gue harap gue bisa lebih free lagi buat ngelakuin apa yang gue suka. Bukannya pas gue sama Vanisa, gue nggak bebas. No, bukan gitu.

Mungkin di lingkungan yang baru ini, gue lebih bisa belajar kalo apa yang gue punya atau bahkan yang gue belum punya sebelumnya, gue bisa cari atau ubah disini.

And maybe this is a gift to make a new path for me. Without hesitation. Without feeling guilty.

Yoga's POV end

***

Cassadey's POV

Gue baru sadar kalo selama ini Raffa cuma mainin perasaan gue. Nggak peduli gimana rasa sayang yang dulu gue punya ke dia. Tapi dulu Vanisa juga pernah bilang ke gue kalo Raffa juga sayang sama gue. Tapi apa Vanisa bohong atau emang Raffa yang cepet move on? Tapi gue lebih percaya Vanisa daripada Raffa. Vanisa adalah sahabat gue dan nggak mungkin dia mau bohongin dan nyakitin perasaan gue. Kalo Raffa? Bisa jadi.

Kemunafikan yang dia bawa selama ini buat gue ngerasa tertipu banget. Gue benci sama dia. Terus apa yang gue lakuin selama 2 tahun belakangan sementara dia udah ngegebet cewe sana-sini. Selama 2 tahun itu gue bisa perlahan-lahan lupain dia dan bisa ngebuka hati gue buat orang lain. Tapi yang ada gue malahan bengong nggak jelas, mikirin dia kapan balik ke Amerika dan kita bisa balikan kayak dulu.

Dan sekarang gue baru sadar betapa bodohnya gue dan itu semua bullshit. Sampe Andrew dateng ke kehidupan gue dan mulai ngebuka hati gue dan finally gue bisa nerima dia. Of course, dia jauh lebih baik dibanding Raffa. Tentunya Andrew lebih dewasa dibanding Raffa.

Tapi sekarang gue baru sadar and I'm thankful--oh, I'm very thankful--kepahitan masa lalu yang gue punya sama Raffa membuahkan hasil yang manis antara gue sama Andrew. Ini adalah sebuah hadiah buat gue, hadiah yang indah, yang gue miliki sekarang. Yaitu Andrew.

"Do you mind?" tanyanya.

Gue menggeleng. "Not at all."

Dia memakaikan gue sebuah kalung yang sangat cantik. "You look beautiful."

Gue tersenyum. "Thank you."

Dia menangkup pipi gue dan mencium gue sekilas. "I love you."

"And I you. I love you."

Cassadey's POV end

***

A/N

Maafkan kalo terlalu gajeee:'

Maaf juga kalo ada typo sama bahasa ngaco

Makasih buat yang udah mau bacaaa!

Vote comment?

The Truth HonestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang