Z|30

71.2K 5.7K 111
                                    

Zergio mengemudikan mobilnya dengan kecepatan penuh. Untung saja jalanan yang ia lewati memang sepi.

Zergio seolah tidak tau ingin ke mana sekarang. Ia butuh sesuatu yang bisa menghilangkan kesadarannya. Zergio tertawa kecut, lelaki itu melajukan mobilnya untuk menemui seseorang.

Berselang beberapa menit saja, Zergio sudah sampai. Zergio memarkirkan mobilnya di garasi samping karena sepertinya ia tidak akan pulang hari ini.

Tanpa mengucapkan salam atau mengetuk pintu, Zergio langsung masuk seperti yang sering ia lakukan.

Zergio memasuki sebuah ruangan bawah tanah yang memang tersedia di tempat itu. Di dalamnya ada begitu banyak minuman beralkohol dengan kandungan alkohol yang tinggi.

Zergio dan teman-temannya memang terkadang mabuk-mabukan, tapi tenang saja mereka tidak sampai ke club, tempat itu sangat mereka hindari sebenarnya. Dan untuk minum-minum juga yang mereka lakukan bisa dihitung jari dalam setahun.

Zergio mengambil sebuah botol Vodka dan menuangkannya di gelas yang memang sengaja disediakan di sana. Entah berapa kali tegukan yang masuk ke tenggorokannya, Zergio hanya butuh pelampiasan saja saat ini.

Sebelum benar-benar kehilangan kesadarannya, Zergio sempat menghubungi Rafa agar datang kemari menemaninya. Karena di antara teman-temannya hanya Rafa yang akan mendengar keluh kesahnya dalam diam. Rafa tidak akan pernah berkomentar, karena memang sifat pria itu yang irit bicara dan tidak suka memberi masukan, katanya ia takut salah.

Sementara itu di lain tempat, Ghea bersama Sasa tengah berjalan di koridor rumah sakit. Kata Sasa mereka akan ke ruangan yang Ibu nya gadis itu tempati. Jujur, Ghea sangat terkejut saat mengetahui jika Ibu Sasa ada di tempat ini.

"Mmm. Sasa, Mama kamu kerja di sini ya?" Tanya Ghea yang sedari tadi mencoba berpikir positif. Tapi Sasa membalasnya dengan senyum tulus.

"Mama gue pasiennya" Jawab Sasa terlihat santai. Seolah yang baru saja ia katakan barusan bukanlah hal besar.

Sasa tidak tersinggung saat melihat raut wajah bersalah Ghea atau raut wajah prihatinnya. Sasa sudah terbiasa sekarang.

Saat dan Ghea akhirnya sampai di depan kamar rawat inap ibunya. Sasa tidak langsung masuk begitupun dengan Ghea yang hanya mengikut karena merasa tidak berhak untuk mengeluarkan pendapat.

"Gue mau cerita dulu sebelum kita masuk ke dalam" Ghea menatap Sasa bingung.

Sasa duduk di kursi depan ruangan ibunya, diikuti Ghea yang juga duduk di sampingnya. "Tentang apa?"

Sasa tersenyum tipis. "Gue... Gak pernah dapet kasih sayang Mama, meskipun dia masih hidup. Sejak lahir, gue udah di rawat sama Bunda Andrea. Psikis Mama gue mulai terganggu setelah gue lahir, gue gak tau kenapa Mama gue bisa gitu. Bunda juga gak mau cerita, katanya akan ada saatnya gue tau nanti" Gumam Sasa terdengar tenang. Tapi matanya tak bisa berbohong, Ghea bisa lihat dengan jelas mata Sasa yang berkaca-kaca. Jika mata Sasa berkedip, air matanya pasti akan tumpah.

"Sedangkan Papa gue? Gue bahkan gak tau dia siapa? Gue juga gak tau gimana wajah dia. Jamgankan wajahnya, namanya aja gue gak tau."

Ghea menunduk. Ia juga tidak tau siapa Mama nya tapi apa benar jika Papanya--Tama--juga adalah ayah kandungnya? Bagaimana jika selama ini Tama bukanlah ayah kandungnya?

"Ghea gak tau ini cuma kebetulan atau apa. Tapi, Ghea juga gak tau siapa Mama kandung Ghea. Namanya juga Ghea gak tau. Mami Relia sering bilang kalo Mama Ghea pencuri, katanya Mama kandung Ghea udah nyuri Papa dari dia" Jelas Ghea yang juga ikutan sedih. Ia kembali mengingat perlakuan Relia dan Natya yang begitu kejam padanya, dan ayahnya yang justru tidak melakukan apa-apa, ia hanya menatap Ghea dingin.

ZERGIO•| [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang