Prolog

2.6K 232 59
                                    

Anak-anak menyukainya.

Entah saat ia sedang bercerita atau mendengarkan mereka bercerita, anak-anak itu tetap mengelilinginya. Kalau ia tidak datang, anak-anak itu terlihat bersedih dan kehilangan semangat.

"Kami suka mendengarkan Kakak bercerita! Lebih dari pada paman berkumis tebal yang terlihat menyeramkan," kata mereka saat Kai bertanya kenapa mereka selalu menungguinya datang.

Mereka hanya tak tahu, atau mungkin belum paham kalau itu semua adalah bakat alami yang dimiliki semua omega di dunia ini untuk mempunyai sifat penyayang dan lemah lembut yang begitu besar. Terlahir sebagai omega bukan berarti ia lemah, hanya saja mempunyai kepekaan yang jauh lebih besar terhadap perasaan.

Sejujurnya, Kai membenci dirinya ini. Bukan salahnya terlahir sebagai omega. Bukan salahnya juga ia sekarang dibuang. Dan bukan salahnya pula ia melakukan berbagai cara untuk bisa kembali pulang.

Pulang pada keluarga yang telah membuangnya.

Kai menepuk puncak kepala salah satu anak yang mengelilinginya. "Tapi kakak tidak bisa setiap hari bermain bersama kalian," ia berusaha menjelaskan kenapa akhir-akhir ini ia jarang bertandang.

Satu per satu wajah anak-anak itu terlihat sedih. Anak yang paling kecil—yang paling imut dan lucu yang pernah Kai temui—langsung memeluk lengan Kai, mendongak dan berujar dengan mata yang berkaca-kaca, "Kenapa? Kenapa tidak datang setiap hari? Kakak membenci kami?"

Hati Kai sakit. Ia tidak bisa melihat anak-anak ini sedih. Ia juga ingin bersama dengan mereka, bermain sepanjang waktu dan berbagia dengan hal-hal kecil. Tapi dirinya juga punya sebuah tujuan yang ingin ia capai. Tanah tempat ia berpijak bukanlah tanahnya, bukanlah tanah tempat ia lahir. Dan Kai juga tidak ingin mati di tanah ini.

"Mana mungkin kakak membenci kalian." Berubah cepat, wajah anak-anak itu terlihat kembali penuh harap. "Kakak cuma..." ayo, berpikir cepat, "Cuma punya tugas. Jadi tidak bisa bermain sesering dulu kesini."

"Tugas?" Seorang anak yang lain membeo ucapan Kai. "Apa itu tugas?" tanyanya lagi, tampak sangat penasaran. Belum sempat Kai menjawab, seorang wanita paruh baya yang menenteng keranjang besar berisi pakaian untuk dijemur muncul dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Kai mengenalinya sebagai Madam Ran—pemilik panti asuhan, ibu sekaligus kakak bagi semua anak yang ada di sini.

"Ya ampun kalian ini! Masih saja menempeli Kai seperti perangko. Lihat, kalian bahkan tidak memberikan ruang untuk Kai bernapas. Dari pada menempeli Kai, ayo kemari bantu Ibu menjemur pakaian. Anak yang menjemur paling banyak akan mendapat tambahan roti untuk makan malam nanti."

Anak-anak itu sontak melompat dari sofa-sofa panjang yang mereka tempati. Kendati sofa itu terlihat lusuh dan robek di beberapa bagian kecil, sofa itulah tempat Kai mendongengkan mereka kisah pengantar tidur yang sangat anak-anak itu sukai. Mereka tertawa riang sembari berlomba siapa yang lebih dulu tiba di tempat penjemuran.

Madam Ran menoleh pada Kai. "Kali ini pulang saja lebih cepat. Istana sedang sibuk belakangan dan kalau ada yang sadar kau tidak ada di tempat, aku tidak bisa membayangkan hal buruk apa yang akan terjadi padamu."

Perkataan Madam Ran ada benarnya. Maka Kai bangkit berdiri dari sofa yang ia tempati, menepuk-nepuk paha dan tersenyum kecil pada wanita berhati mulia yang ia kenal beberapa bulan belakangan.

"Baiklah, Madam. Aku akan kembali."

Madam Ran tentu membaca dengan sangat jelas raut keengganan yang ada di wajah Kai—tentang betapa ia tidak ingin berada di tempat yang bukan miliknya hanya sebagai sandera. Tentang betapa tinggi keinginan Kai untuk melewati lautan dan kembali ke tempat asal—hanya untuk diusir dan tidak diterima oleh keluarganya.

"Jangan bersedih. Anak-anak itu, biar aku yang akan menangani mereka nanti. Sekarang, pergilah."

Kai mengangguk kecil. Berucap terima kasih dengan nada begitu pelan dan ia keluar dari pintu belakang dengan diam-diam. Tawa riang anak-anak yang menjemur pakaian di halaman samping panti terdengar jauh seiring langkah kaki Kai yang masuk ke dalam hutan.

Istana, huh?

Bagi Kai, istana tak lebih dari sekedar menara tempat ia ditahan—persis seperti kisah seorang Putri di buku dongeng yang pernah ia baca. Bedanya, Kai adalah laki-laki dan ia tidak punya rambut yang menjuntai hingga ke tanah. Putri itu tidak bisa keluar dari menara, sementara ia bisa berkeliaran bebas menemui anak-anak seperti sekarang ini, tak terkekang oleh sihir di dalam fantasi.

Di ujung jalan ini, akankah aku menemukan kebebasan? Atau malah rantai lain yang semakin mengekang?

.

.

.

a/n:

Hallo!

Selamat datang di book sookai Sora yang ke-5!

Book ini mengandung trope omegaverse versi Sora yang mungkin akan berbeda dengan book lain yang pernah kamu baca. Omegaverse itu include keadaan dimana laki-laki bisa hamil dan melahirkan. Jadi kalau kamu kurang suka jenis cerita seperti ini, silahkan cari cerita lain yang berkenan di kamu :)

Semoga book ini bisa jadi hiburan untuk kamu. Kalau berkenan dan tidak berat hati serta jarinya, tinggalkan jejak ya. Penyuntik semangat Sora itu datangnya dari kalian <3

See you~

Ixora Kim

©2021

OLEANDER | SooKaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang