Saat masuk ke ruangan yang Soobin tunjukkan, Kai memandang takjub pada deretan pakaian yang dikenakan oleh patung buatan. Model dan warna pakaiannya berbeda-beda dan terlihat sangat elegan.
"Untuk bisa menjadi kandidat yang meyakinkan, pertama-tama kita harus mengubah penampilanmu."
Soobin melipat kedua tangan di depan dada, mengucapkan kalimat itu sambil memperhatikan Kai dari atas hingga bawah. Sejujurnya itu membuat Kai sedikit malu karena ia sadar pakaiannya sedikit kusam dan sangat ketinggalan dari pada orang-orang yang ia lihat di jalanan—saat sesekali menyelinap ke kota.
"Mengubah penampilan? Dengan pakaian-pakaian ini?"
Kai memandang wajah Soobin, lalu memandang deretan pakaian. Ia menggeleng kecil, "Tapi aku tidak punya uang," ucapnya lagi dengan nada yang lebih pelan. Melihat sekilas saja sudah pasti Kai tahu pakaian itu semua berkualitas bagus dengan harga yang tinggi. Ia sudah sangat bersyukur selama ini tidak perlu mengeluarkan uang untuk tinggal di menara—meski secara pas-pasan dan sederhana—tapi kalau untuk membeli beberapa potong pakaian, uang simpanan Kai pasti akan lenyap dengan cepat.
"Aku yang akan membayarnya."
"Kenapa? Pakaian ini kan mahal sekali."
Soobin terdiam sesaat, berusaha untuk sabar dengan Kai yang seperti punya banyak sekai pertanyaan setiap ia membuka mulutnya. "Memangnya kenapa lagi? Aku ingin kau menang dan aku harus mengeluarkan uang untuk mendapatkannya. Bukankah itu sudah pasti?"
Kai menelan ludah, merasa mungkin sudah mengatakan hal yang salah.
"A-aku pasti akan membayarnya kembali padamu nanti."
"Tidak perlu. Bayarlah dengan menjadi pemenang."
Kai mengatupkan bibirnya, tidak berniat untuk memperpanjang debat. Selagi mereka terdiam, seorang laki-laki berparas indah dengan pakaian yang modis masuk ke ruangan itu dan menyapa Soobin dengan riang.
"Ah, Soobin!"
Senyum laki-laki itu begitu cerah seperti melihat tumpukan emas di depan mata—dan memang itulah tujuannya datang ke istana sekarang ini. Dia mendekati mereka berdua dan menatap Kai penuh semangat.
"Ah... jadi ini Pangeran Marseil kita? Indah sekali." Tubuh Kai menegang saat laki-laki itu dengan begitu ramah memeluk pundaknya. Sadar dengan respon kaku Kai, laki-laki itu berucap, "Ah! Maaf. Seharusnya aku bersikap sopan pada Pangeran dari kerajaan lain."
Ia mundur dengan cepat dan membungkuk hormat, sementara Kai menggoyangkan tangannya di depan dada. "Tidak masalah, sungguh." Kai bukan keberatan dengan keramahan itu, justru terkejut karena di pertemuan pertama mereka, laki-laki ini justru merangkulnya seolah mereka telah akrab bertahun-tahun lamanya.
"Park Jimin, tolong jaga sikapmu."
Park Jimin, namanya.
Sekali lihat pun Kai tahu laki-laki itu pasti pemilik sebuah butik ternama yang diminati banyak bangsawan. Penampilannya sendiri saja sudah menggambarkan hal itu. Rambut licin yang ditata rapi, satu set pakaian mahal yang melekat dari atas hingga ke bawah, dan sebuah meteran kecil yang tergantung di pundaknya saat ini.
"Bukan sikapku yang perlu dijaga, tapi wajah kakumu itu yang perlu dilunakkan." Jimin membalas sengit, membuat Kai menggigit bibirnya untuk menahan tawa. Sebelum siapapun sadar kalau ia menganggap kalimat Jimin itu lucu, Kai mengubah mimik wajahnya kembali menjadi datar.
"Lakukan saja tugasmu dari pada menceramahiku, Jimin."
"Panggil aku 'kakak'. Aku ini jauh lebih tua dari padamu, adik Soobin."
KAMU SEDANG MEMBACA
OLEANDER | SooKai
Fanfiction"Di ujung jalan ini, akankah aku menemukan kebebasan? Atau malah rantai lain yang semakin mengekang?"