Di dalam sebuah bunga tidur yang kelabu, Kai kembali ke masa kecilnya saat ia sering duduk di pangkuan sang ibu, mendengarkan dengan saksama bait per bait kalimat dongeng yang ibunya bacakan. Tentang kesatria kuat yang melindungi kerajaan, tentang siluman jahat yang hendak menguasai dunia, atau bahkan tentang semut yang mempertanyakan bagaimana rasanya bisa terbang melintasi awan.
Ibunya selalu mengajarkan hal-hal baru pada Kai kecil. Tentang sikap baik hati yang harus selalu dijaga, tentang kepercayaan kuat yang sebenarnya rapuh, dan tentang hal yang Kai ingin ketahui tentang dunia.
"Kalau omega itu... apa, Ibu?"
Sang ibu menundukkan wajahnya, mengecup pipi Kai kecil dengan gemas. "Kamu dengar dari mana tentang omega, Kai sayang?"
Kai kecil mendongak, mencapai kedua netra ibunya dengan tatapan berbinar yang berbalut rasa penasaran. Di mata sang ibu, tak ada yang lebih menggemaskan dari pada anak yang ia cintai ini. "Kemarin di kelas belajar Kak Lea, aku dengar mereka menyebut-nyebut omega, alipa, dan deta? Apa itu makanan, Ibu? Enak?"
Sang ibu tertawa renyah mendengar pernyataan Kai. Ia menutup buku yang terbuka di atas paha Kai—yang masih berada di pangkuannya. Ia letakkan buku itu di atas rerumputan beralaskan kain yang mereka gunakan sebagai tempat bersantai sore ini. Kemudian ia meraih kedua tangan Kai, menggenggamnya hangat. Rasa gemas kembali mencubit hati, ibunya menciumi pelipis Kai sebelum menjawab dengan nada riang.
"Karena Kai masih kecil, jadi pelajaran itu mungkin belum kamu terima. Tapi ibu akan beritahu lebih dulu. Mau?"
Anak rambut Kai di dahi bergoyang-goyang seiring anggukan sang empu yang tampak antusias. Ia mulai memasang ekspresi serius saat Ibunya mulai menjelaskan dengan penjelasan yang mudah ditangkap.
"Kamu tahu, Kai? Selain laki-laki dan perempuan, kita semua punya peran sampingan. Ada tiga peran dan semuanya sama penting. Ada alpha."
"Alipa?"
Kekehan geli sang ibu kembali terdengar, dan ia menyambung kalimat dengan senyuman. "Alpha. Dia yang paling kuat, bisa menjadi pemimpin dan disegani oleh pengikutnya nanti. Lalu ada Beta."
"Deta?" Satu gelitik ringan bersarang di bawah ketiak Kai, membuatnya tertawa terpingkal-pingkal karena dengan sengaja mengucapkan Beta dengan pelafalan yang salah. Setelah tawa keduanya reda, barulah sang Ibu kembali menjelaskan.
"Beta ini adalah pendamping Alpha. Biasanya dia jadi penasihat, memberi saran, menjadi orang yang dipercaya Alpha. Dan kalau omega... dia akan dilindungi oleh Alpha dan Beta karena keberadaannya sangat berharga."
"Berharga?"
Bagai burung beo yang penasaran, Kai sedari tadi hanya mengulang ujung kalimat sang Ibu dengan lucu. Meski sejujurnya ia tidak paham, tapi pembahasan kali ini jauh lebih menarik daripada dongeng di dalam lembar buku. Ternyata ada banyak hal yang belum Kai ketahui tentang dunia. Dan itu membuatnya sangat bersemangat untuk menyimak kalimat sang ibu selanjutnya.
"Iya, mereka sangat berharga. Karena itu Kai, kalau suatu saat kamu menjadi Alpha atau Beta, sudah menjadi tugasmu untuk melindungi omega yang ada. Karena mereka rapuh meski terlihat kuat."
Waktu itu, Kai hanya mengangguk seolah mengerti dan dengan semangat penuh berkata bahwa ia akan menjadi kuat untuk melindungi omega. Baginya di umur yang masih belia, peran Alpha dan Beta sama kerennya seperti kesatria di dalam dongeng yang berhasil melindungi putri yang terkurung.
"Baiklah, aku akan menjadi pelindung yang hebat, Ibu!"
Waktu itu, Kai benar-benar tidak mengerti kenapa seorang omega disebut rapuh. Sekarang ia mengerti. Sebagai seorang omega laki-laki, Kai mengerti bahwa yang rapuh bukan fisiknya, melainkan perasaannya yang mudah terkoyak. Nyaris setipis benang laba-laba, sangat mudah dihempas dengan satu ayunan ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLEANDER | SooKai
أدب الهواة"Di ujung jalan ini, akankah aku menemukan kebebasan? Atau malah rantai lain yang semakin mengekang?"