Tidak perlu waktu lama bagi Kai untuk memahami bahwa Bin menyukai anak-anak. Bagaimana caranya bermain dan berbicara dengan mereka menggunakan nada yang menyenangkan atau mengabulkan permintaan satu per satu—meski artinya Bin harus memanjat pohon untuk mengambil boneka yang tak sengaja tersangkut di sana.
"Tuh, lihat! Bonekanya kan jadi tersangkut!"
Pemilik boneka, seorang gadis cilik berambut ikal menatap sebal pada anak laki-laki berbadan gembul yang kini menggaruk belakang lehernya salah tingkah. Padahal ia hanya bermaksud menggoda si gadis cilik dengan merebut bonekanya lalu melempar ke udara saat mereka berlari-larian di bawah pohon. Siapa sangka, boneka itu justru tersangkut di dahan yang mencuat.
Mata si gadis cilik mulai berkaca-kaca.
Nyaris sedetik sebelum si gadis cilik menangis, Bin menghampiri keduanya. Ia menyentuh pundak si gadis cilik dan juga pundak si laki-laki gembul, lalu berlutut untuk menyamakan tinggi mereka berdua.
"Biar kubantu ambilkan bonekanya, kamu jangan menangis, ya?" Si gadis cilik mengangguk lucu dengan wajah memerah menahan tangis. Lalu Bin menoleh pada si anak laki-laki gembul, "Nanti setelah bonekanya diambil, kamu harus janji untuk tidak melemparkannya seperti tadi. Setuju?"
Si anak laki-laki tadi mengangguk dengan senyuman salah tingkah yang masih terpasang di wajah. Dan dengan demikian, satu masalah selesai tanpa harus ada drama air mata yang memusingkan penghuni panti. Boneka kembali ke tangan di gadis cilik dan anak laki-laki gembul tadi meminta maaf dengan kepala tertunduk malu.
"Maafkan aku."
"Aku maafkan. Tapi besok kau harus membantuku mencuci boneka ini."
Wajah si anak laki-laki berubah sumringah, diikuti dengan anggukan lucu dan mereka kemudian berbaikan.
Kai memperhatikan semuanya dari kejauhan. Si gadis cilik dan si anak laki-laki berbadan gembul melambaikan tangan pada Bin yang berjalan mundur meninggalkan mereka di bawah pohon. Setelah menurunkan tangannya, barulah Bin berbalik, menatap Kai yang duduk di kursi panjang, dengan seorang anak kecil yang terlelap di pangkuannya.
Bin tertawa renyah saat mendaratkan bokong di samping Kai dan menatap anak-anak yang berlarian di halaman panti. "Rasanya menyenangkan sekali bermain bersama mereka," ucapnya masih dalam senyuman puas.
Kai bisa melihat titik keringat di pelipis Bin, memberitahukannya bahwa ada banyak energi yang terkuras saat bergabung dengan sekelompok anak yang tak kenal lelah. Tapi titik keringat itu tidak mengurangi sedikitpun rona cerah di wajah Bin, sebab itulah yang selalu Kai rasakan saat ia menghabiskan waktunya di sini.
"Bin?"
Yang dipanggil menoleh, memberikan tatapan tanya di kedua mata yang membentuk sabit. "Ya?"
"Sebentar lagi waktunya makan siang." Kai berusaha merangkai kalimat di dalam kepala, masih berhati-hati dalam ucapan sejak ia sadar Bin bukan sembarang orang. "Aku akan membantu pekerja dapur untuk menyiapkan makan siang. Apa boleh kau bantu aku memindahkan anak ini ke ruang tidur?"
Kai mengelusi punggung si anak kecil yang mendekap tubuhnya erat. Tampak sangat lelap dalam tidur yang bahagia meski teriakan anak-anak di lapangan sana terdengar bising. Bin mengangguk, tak merasa keberatan. Ia mengulurkan kedua tangan, menunggu Kai untuk menggendong si anak kecil dan memindahkannya ke kedua lengan Bin yang terbuka.
Di dalam gendongan Bin, anak itu menggeliat pelan, mencari posisi nyaman sebelum kemudian kembali tenang dan damai. Kai tersenyum melihat pemandangan itu. Bin benar-benar terlihat sangat handal dalam menangani anak-anak. Sudut hati Kai entah kenapa terasa hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLEANDER | SooKai
Fanfiction"Di ujung jalan ini, akankah aku menemukan kebebasan? Atau malah rantai lain yang semakin mengekang?"