21

507 69 60
                                    

(Mulmednya bisa sambil diputar, ya)

^^^

Cuaca mendung seperti ini membuat suasana hati siapapun mungkin akan resah. Seperti Aneska saat ini. Gadis itu memfokuskan pandangan mata pedihnya pada satu titik dengan pikiran berkecamuk. Banyak sekali hal yang tengah ia lamunkan. Kegiatan di kelasnya yang sangat ribut pun sama sekali tak gadis itu pedulikan.

Dua malam yang lalu, Aneska tertidur sangat larut akibat memikirkan kejadian yang melibatkan Anna dan Ravindra saat itu. Ia tak habis pikir, apa motif cowok itu? Apakah ia sebal karena sikap dingin Aneska? Salah apa ia sebenarnya?

Aneska tadinya berencana pergi dari rumah keluarga Paul. Ia tak ingin cowok itu menguntitnya dan mencelakainya sewaktu-waktu. Namun, rasanya tak enak juga tiba-tiba pamit ingin pergi dari rumah. Ia juga belum menemukan alasan yang pas untuk pamit. Terlebih lagi, Aneska sudah banyak sekali ditolong oleh keluarga itu. Ia harus membalas budi mereka terlebih dahulu.

"Aneska, ada yang nyari lo," panggil seorang yang kini tengah berada di atas meja, tengah berkumpul dengan kawan-kawannya.

"Siapa?"

"Lo samperin aja katanya," ucap cowok tersebut.

Aneska membuang napas kasar dan berdiri dengan malas, bergegas menghampiri orang yang mencarinya tersebut.

"Nes," Aneska seketika memutar bola matanya malas kala melihat seorang cowok yang tengah berdiri di ambang pintu dengan wajah dingin.

"Kejadian semalam, gue benar-benar gak ada campur tangan. Ini semua akal-akalan Anna biar lo benci sama gue. Gue berani sumpah. Gue gak sekongkol sama mereka, Nes." Jelas Ravindra to the point dengan wajah dinginnya. Meskipun begitu, pupil matanya yang melebar sungguh menampakkan sebuah pengharapan.

"Lo pikir gue bakalan percaya gitu aja?" tanya Aneska sinis.

"Nes. Tolong percaya sama gue. Lo salah paham. Ini semua udah direncanain sama Anna. Dan asal lo tau, orang yang lo percaya sekarang adalah otak dari semua rencana itu,"

"Sekarang lo nyalahin orang lain biar lo nampak suci di mata gue, gitu?"

"Nes, percaya sama gue. Kevin bukan orang baik seperti yang lo kira. Anna kemarin bilang semuanya sama gue,"

"Gue gak akan pernah percaya lagi sama lo. Sekarang lo pergi dari sini. Gue muak liat muka lo,"

"Lo dengar 'kan dia minta lo buat pergi dari sini?" timpal seseorang yang baru saja datang ke arah mereka.

"Diam lo, bangsat!" hardik Ravindra emosi dengan wajah pukul-able laki-laki dihadapannya.

"Lo harusnya malu, bro. Rencana busuk lo udah ketauan sekarang," ucap Kevin sinis.

"Cih! Harusnya lo ngaku aja, bangsat! Lo yang sebenarnya punya rencana busuk disini!"

"Ravindra! Gue bilang pergi, ya pergi!" sentak Aneska yang membuat Ravindra menoleh. Entahlah, tatapannya sungguh sulit diartikan.

Ravindra kini memilih berlalu tanpa berkata. Untuk sekarang, menjelaskan serinci apapun, gadis itu tak akan pernah percaya padanya.

"Nes, lo gak diapa-apain 'kan sama dia?" tanya Kevin dengan raut khawatirnya.

Aneska menggeleng. "Enggak,"

"Lo ke sini mau apa?"

"Gue mau kasih tau sesuatu sama lo,"

"Apa?"

"Mending jangan di sini, Nes. Kita ke belakang sekolah aja," Aneska mengangguk setuju.

"Lo ingat sama hadiah yang gue kasih?" tanya Kevin saat sudah berada di bangku, di bawah pohon persik.

Rewrite Destiny [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang